Kupang, Vox NTT – Dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Fakfak dan misi pengakuan masyarakat hukum adat di tingkat daerah, Petuanan (Kerajaan) Fatagar menggelar Kerapatan Adat di Istana Raja, Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat, Jumat (03/07/2020).
Forum adat ini dipimpin langsung oleh Nadi (Raja) Taufiq Heru Uswanas, dan dihadiri oleh Warnemen (Wakil Raja) dan perangkat Nadi yaitu Kapitan, Mayor, Sangaji, dan tua-tua marga di wilayah Petuanan Fatagar.
Pertemuan ini difasilitasi oleh Yayasan Inobu dan Yayasan Aspirasi Kaki Abu untuk Perubahan (AKAPe).
Dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Jumat malam, dijelaskan bahwa tujuan dari pertemuan ini adalah membahas dan memetakan wilayah adat petuanan Fatagar. Selanjutnya akan dibahas bersama dengan Petuanan lainnya yang telah melaksanakan kerapatan adat yang sama.
Nadi Fatagar Taufiq menilai pertemuan seperti ini penting karena hasilnya nanti akan menjadi instrumen utama untuk materi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Fakfak, yang akan disusun.
“Jika batas wilayah hukum adat ini menjadi Perda, maka investor yang ingin menanam saham di Fakfak tidak akan ragu lagi. Dan ini menjadi patokan bagi generasi kita selanjutnya. Hal ini penting dan juga menjadi salah satu amanat Undang-undang, bahwa hak-hak masyarakat adat wajib dilindungi,“ tegas Fatagar.
Senada dengan Nadi Fatagar, Manajer Hukum dan Tata Kelola Yayasan Inobu, Greg R. Daeng, menyampaikan bahwa pertemuan ini dilakukan untuk seluruh Petuanan di wilayah Kabupaten Fakfak. Dari tujuh Petuanan, ada lima yang telah dipetakan dan melaksanakan pertemuan adat.
“Lima petuanan yang sudah melakukan kerapatan adat yaitu Petuanan Fatagar, Rumbati, Wertuar, Patipi, dan Petuanan Arguni. Sedangkan sisa dua petuanan lagi yaitu petuanan Atiati dan petuanan Pikpik Sekar,” ujar Greg.
Selain itu, Greg juga menambahkan bahwa kegiatan ini dapat dilihat sebagai perwujudan dari peran masyarakat adat sebagai subyek hukum yang harus dihormati kedudukannya dalam setiap pengambilan keputusan, baik di dalam tatanan pemerintahan adat maupun juga tata pemerintahan negara.
Sementara itu, Direktur AKAPe, Zainudin Fianden, menambahkan hasil pertemuan adat masing-masing Petuanan, nantinya akan dituangkan dalam berita acara kesepakatan tentang batas wilayah adat. Setelah itu, akan dibahas bersama dalam forum adat tujuh Petuanan di wilayah Kabupaten Fakfak, sebagai kesepakatan finalnya.
“Forum adat ini akan kita gelar setelah pertemuan atau rapat adat antar-Petuanan terkait batas wilayah dibahas. Barulah dilakukan forum adat tujuh Petuanan. Hasilnya akan diajukan ke Pemerintah Daerah untuk ditetapkan menjadi wilayah hukum adat tujuh Petuanan di Kabupaten Fakfak. Setelah ditetapkan akan menjadi instrumen untuk mendorongnya menjadi Perda,” ungkap Zainudin.
Upaya mendukung pembangunan berkelanjutan selain sebagai pihak yang memfasilitasi pertemuan, kehadiran Yayasan Inobu dan AKAPe juga sebagai wujud dari kerja sama dengan Pemerintah Daerah dalam mendukung pembangunan daerah melalui pendekatan yurisdiksi berkelanjutan.
Greg menjelaskan, salah satu item yang tengah didukung oleh Yayasan Inobu adalah melakukan pemetaan wilayah adat.
Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan guna melakukan registrasi Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Fakfak dalam satu kebijakan hukum (SK Bupati dan Perda).
“Oleh karenanya dipandang perlu adanya kolaborasi yang seimbang untuk pengakuan hak-hak masyarakat adat di dalam hukum negara. Jadi, tidak hanya pemerintah daerah sendiri, tetapi entitas hukum adat (petuanan) juga harus ikut serta secara bersama-sama mendukung registrasi wilayah adat ini melalui SK Bupati dan Perda,” tegas Greg.
Greg menambahkan, registrasi wilayah adat melalui Perda ini sudah tentu mendukung pembangunan berkelanjutan.
Sebab, salah satu pilar penting tercapainya pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memastikan hak-hak masyarakat lokal/adat diakui dan dilindungi oleh negara.
Pemerintah Kabupaten Fakfak sejak 2018 lalu tengah fokus mendukung pengakuan hak-hak masyarakat hukum adat guna menjamin pelaksanaan pembangunan daerah secara berkelanjutan.
Hal ini dipertegas dengan keluarnya Surat Keputusan Bupati Fakfak Nomor 050-260 Tahun 2018 Tentang Tim Koordinasi Menuju Penetapan Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat Kabupaten Fakfak.
Tim koordinasi ini sendiri dipimpin langsung oleh Bupati Fakfak dan Kepala Bappeda selaku sekretaris/pelaksana hariannya.
Bupati Fakfak sendiri dalam berbagai kesempatan telah menyampaikan komitmennya untuk mendukung secara moril dan materil untuk setiap tahapan kegiatan yang berkaitan dengan Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Fakfak.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba