Borong, Vox NTT-Danau Rana Kulan di Desa Rana Kulan, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) Flores-NTT merupakan aset wisata yang masih tersembunyi.
Danau ini berada dalam kawasan hutan TRK 0101 Jemali. Di bagian timur tampak sebuah tebing yang tinggi. Nama tebing itu Satar Wangkung. Kata Arsyad Alo (49) warga desa itu di tebing itu ada sebuah lempengan bumi.
“Lempengan itu sangat panjang. Dulu menurut cerita lempengan itu karena bukit itu pernah runtuh,” katanya.
Paduan antara tebing yang tinggi, hutan yang hijau dan air yang jernih membuat danau itu semakin indah saat dipandang. Siulan burung-burung langka pun terdengar ketika mendatangi tempat ini.
Untuk sampai ke Rana Kulan dapat ditempuh dalam waktu 4 jam dari Borong ibu kota Manggarai Timur. Selain dari Borong bisa juga ditempuh dari Bea Laing, Kecamatan Poco Ranaka. Arahkan kendaraan Anda menuju arah utara.
Dalam perjalanan Anda akan melewati jalan yang berlubang, hutan, juga perkampungan warga. Kendati demkian rasa lelah itu akan terobati ketika ada tiba di danau Rana Kulan.
Selain danau ini, Anda juga akan menikmati keindahan tujuh danau lainnya yakni Rana geleng, Kipo, Rawuk, Katol, Paku, Wencu Wohan dan Rana Sambi. Namun, danau-danau tidak seluas Rana Kulan.
Arsyad menuturkan sekitar tahun 1950-an tu’a teno (tua adat) desa itu menyerahkan aset danau Rana Kulan dan wilayah sekitarnya kepada Pastor yang berasal dari Belanda. Namanya Rosmalen dan Degraf.
Kala itu kedua pastor tersebut membangun rumah di tepi danau. Hampir setiap tahun keduanya datang mengunjungi ke tempat untuk mandi dan memberikan pelayanan ekaristi kepada warga.
“Cuman kami tidak tahu keunikannya apa. Tetapi kami waktu itu kami lihat biasanya mereka mandi tanpa sabun. Setelah itu jadwal mandinya tiga kali dalam sehari selama satu bulan,” akunya.
“Itu yang sampai sekarang kami tidak tahu apa kira-kira rahasia di balik air danau ini. Tetapi yang kami lihat mereka seperti itu dan setiap tahun mereka datang ke sini,” tambahnya.
Arsyad mengaku ketika kondisi infrastruktur masih baik, banyak orang dari luar desa mengunjungi tempat itu. Namun sayangnya, saat ini sudah tidak lagi diminati oleh masyarakat.
“Hanya karena jalannya sudah tidak baik makanya sudah sepi,” tukasnya.
Senada dengan Arsyad itu, Yeremias Saur (54) menuturkan konon Pastor Degraf membeli lokasi sekitar danau itu dengan satu ekor kerbau dan uang diperkirakan senilai Rp 500.000. Uang dan hewan itu pun yang diterima oleh tua adat setempat.
Ia mengatakan kedua Pastor itu mengunjungi danau sekali dalam tiga bulan. Mereka juga membangun pondok kecil di sisi timur danau itu. Namun, pada tahun 2006 silam rumah yang dibangun itu pun roboh.
“Kalau mereka datang ke sini kami sebagai umat Katolik ikut misa ditengah hutan danau Rana Kulan. Dan yang layani adalah Pater Degraf dan Rosmalen,” tuturnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Badan Permusyawatan Desa (BPD) itu menjelaskan, destinasi wisata Rana Kulan rencanya dikelola dan dikembangkan melalui program BUMDes (badan usaha milik desa).
“Kami berharap danau ini ke depan sebagai obyek pariwisata yang dikenal oleh orang dalam negeri maupun luar negeri,” imbuhnya.
Terkesan Mubazir
Kendati demikian, danau yang bersih dan penuh eksotis ini bak surga tersembunyi yang ada di bumi Elar. Intervesi anggaran oleh Pemerintah Daerah Manggarai Timur (Matim) berakhir mubazir.
Pagar keliling yang dibuat menggunakan kawat tampak tak terurus. Kawat-kawat itu sudah rusak dan keropos. Para pegawai yang konon jadi penjaga tempat wisata sudah pergi entah ke mana. Hilang begitu saja.
Bahkan ada warga di desa itu mengaku menyesal sudah menyerahkan aset wisata itu kepada Pemda Matim.
Toh sudah diserahkan namun tak mendapat apa-apa. “Kami pernah buat rumah kecil untuk mempercantik danau tapi kami berpikir salah sasaran karena itu kewenangan pemerintah kabupaten,” keluh Yono kepada VoxNtt.com, Jumat (03/07/2020) lalu.
Ia berucap semestinya pemerintah daerah melakukan fungsi koordinasi dengan pemerintah desa maupun masyarakat, sehingga dalam pengelolaannya melibatkan semua pihak agar tidak terkesan mubazir.
Di sela-sela kunjungan itu, Ketua DPRD Manggarai Timur Heremias Dupa mengatakan destinasi wisata danau Rana Kulan merupakan aset wisata alam yang menarik.
Hanya saja kata dia, pengembangan potensi wisata itu membutuhkan konsep kebijakkan secara bersama baik pemkab, DPRD maupun pemerintah desa.
“Ke depan kita harus membuat konsep kebijakan baik pariwisata alam, atraksi dan budaya yang harus dipadukan. Danau-danau yang ada di Manggarai Timur perlu dididentifikasi dan didesain dengan baik,” ujarnya.
Sehingga, kata Politisi PAN itu, selain menjadikan aset tersebut sebagai destinasi wisata, juga memberikan keuntungan dari aspek pendapatan baik tingkat kabupaten maupun komunitas yang ada di sekitar tempat tersebut.
“Maka konsep ke depan adalah perpaduan antara alam, komunitas dan daerah. Jadi pemda tidak boleh mengabaikan komunitas yang ada di sekitar danau yang menjadi penjaga, pelindung bagi keaslian danau Rana Kulan,” urainya.
Ia juga menambahkan Pemda semestinya menyiapkan konsep desain pariwisata yang utuh. Sehingga tidak hanya destinasi tetapi desain pendukung sehingga menarik wisatawan baik dalam negeri maupun manca negara.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba