Betun, Vox NTT- Enam bulan lamanya, Maxi Nahak mencoba mencari keberuntungan nasib dengan menjadi sopir angkutan kota (angkot) jurusan Balaraja-Sangiang, Tangerang, Provinsi Banten.
Setiap hari pada tahun 2008 itu, Maxi mencari penumpang demi mendulang rupiah.
Menjadi sopir angkot memang bukan perkara mudah. Namun ia menekuni profesi itu untuk sekadar bertahan hidup.
Tak ada yang menyangka jalan hidupnya bisa berubah menjadi atlet tinju internasional.
Kisahnya, suatu ketika ada teman Maxi mengajak untuk ikut latihan tinju.
Warga asal Deburaimutik, Desa Fahiluka, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi NTT itu tanpa berpikir panjang akan ajakan temannya untuk ikut latihan tinju.
Ia pun menyetujui ajakan temannya, mengingat kala itu penumpang agak sepih. Apalagi sopir aplusan sangat banyak.
“Akhir 2008, tepatnya pada 25 Desember di Hari Natal, saya mulai mendatangi sasana tinju Sasando, tempatnya di Pintu Air Tangerang,” kisah Maxi kepada VoxNtt.com, Senin malam (27/07/2020).
Selanjutnya, Maxi mulai tertarik olahraga dan seni bela diri yang menampilkan dua orang partisipan dengan berat yang serupa bertanding satu sama lain dengan menggunakan tinju mereka dalam rangkaian pertandingan berinterval satu atau tiga menit yang disebut ronde.
Ia pun terus berlatih secara amatir. Bahkan, Maxi kerap latihan tinju di dekat kandang ayam, sebelum akhirnya pada awal tahun 2009 resmi bergabung dan ikut latihan.
“Lalu April 2010, saya pertama kali tanding di acara salah satu televisi swasta. Kemudian 2011 pada bulan April saya jadi juara nasional,” kisah pria kelahiran 5 Februari 1984 itu.
Tidak hanya sampai di situ berkat ketekunan Maxi. Ia kemudian berhasil meraih juara tinju versi WBC (middleweight) Asia Internasional di Seoul, Korea Selatan pada Juli 2016 lalu.
Maxi merengkuh gelar bergengsi itu setelah mengalahkan petinju asal Korea Selatan, Eun-chang Lee, dengan kemenangan knockout (KO) pada ronde ketiga.
Selain tinju, pemilik gaya bertanding ortodok ini juga menggeluti wushu dan muay thai.
Bahkan petinju dari Sasando Boxing Camp (SBC) ini tercatat sebagai pemegang gelar juara nasional muay thai kelas 64 kg mewakili Provinsi Banten. Pertandingan itu berlangsung di Bali pada tahun 2013 lalu.
“Saya ikut wushu bela Provinsi Banten karena di tinju saya sudah di level profesional sementara di PON hanya untuk amatir,” terang Maxi.
Perjalanan karier Maxi Nahak sebelum menjadi juara Asia pun ternyata penuh perjuangan.
Sebelumnya ia sempat menjadi sopir angkot, berlatih dekat kandang ayam, hingga sampai saat ini masih aktif sebagai kepala keamanan alias Satpam di Kota Tangerang.
“Ya betul, saya juga bekerja sebagai security aktif. Saya bersyukur punya atasan yang selalu mendukung karier saya sebagai atlet. Dia selalu mengizinkan saya untuk latihan, jadi kalau ada waktu baru saya akan ke tempat kerja,” pungkas Maxi.
Meski prestasinya sudah “terbang jauh”, namun Maxi tidak lupa dengan tanah kelahirannya, Malaka.
Buktinya, hingga kini ia serius menjadi pelatih tinju untuk anak-anak muda asal Malaka yang merantau di Kota Tangerang. Kegiatan ini diisinya di tengah kesibukan sebagai kepala keamanan di kota itu.
“Saya lagi persiapan untuk Kejuaraan WBC ASIA di Singapura. Sesuai jadwal pada bulan September mendatang, Jika Keadaan Corana sudah membaik,” kata Maxi.
Ia pun optimistis akan mengalahkan Arryl Edmund, petinju India yang berdomisili di Singapura.
Sebelumnya, pada Desember 2019, Maxi dikalahkan oleh petinju kebanggaan Singapura tersebut.
“Kali ini saya akan buktikan kepada Indonesia khususnya Kabupaten Malaka, bahwa saya bisa mengalakan dia di Kejuaraan nanti,” ujar Maxi.
Ia juga meminta restu dan dukungan doa dari segenap masyarakat NTT, khususnya Kabupaten Malaka agar dapat menyelesaikan pertandingan dengan baik dan berharap akan menang.
“Minta dukungan dan doa dari sanak saudara semua, masyarakat Kabupaten Malaka dan segenap masyarakat NTT,” pinta Maxi.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Ardy Abba