Ruteng, Vox NTT – Pembangunan irigasi Wae Kuli Denger di Desa Lemarang, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai mubazir atau tidak bermanfaat.
Padahal proyek yang dibangun sejak tahun 2016 lalu itu sudah menghabiskan anggaran dua Miliar lebih. Sayangnya, sampai sekarang tidak dialiri air.
Untuk diketahui, pada tahun 2016 lalu irigasi tersebut dikerjakan oleh Dinas PUPR Kabupaten Manggarai dengan sistem swakelola. Namun belum diketahui pasti jumlah anggarannya.
Pada tahun 2017, dikerjakan oleh CV Sarana Karya Murni dan menghabiskan anggaran Rp 1.300.000.000.
Selanjutnya pada tahun 2018, pembangunan irigasi tersebut kembali dianggarkan dan mengabiskan anggaran Rp 1.000.000.000. Saat itu dikerjakan oleh CV Rembong Nawa.
Tak hanya sampai di situ, pada tahun 2019 irigasi tersebut kembali dikerjakan oleh CV Tunas Cendana dengan anggaran sebesar Rp 442.861.664 dan konsultan pengawas CV Rai Restan Enginering.
Proyek tersebut dilakukan Provisional Hand Over (PHO) pada awal Januari tahun 2020, kendati sempat masuk dalam daftar Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) karena melebihi waktu yang ditentukan.
Warga Kampung Lemarang Paulus Kasen mengaku manfaat pembangunan tersebut belum dirasakan oleh masyarakat.
Pasalnya, sejak dibangun sampai sekarang airnya tidak mengalir pada irigasi tersebut.
“Masyarakat belum merasakan manfaatnya, memang ada hanya 3 KK yang ada sawah dekat mata air yang menggunakan air igasi tersebut, tapi airnya juga sangat sedikit,” ungkapnya saat ditemui VoxNtt.com, Minggu (02/08/2020).
Ia mengaku, informasi awal pembangunan tersebut untuk mengairi sawah masyarakat Lemarang.
Selain itu juga masyarakat Lemarang diminta untuk membuka persawahan baru.
“Dari dinas dulu sudah mengimbau kami untuk potong semua pisang, dan segera membuka lahan persawahan. Beruntung saat itu kami tidak langsung mengikutinya,” katanya.
“Kalau tidak kami rugi, karena sampai sekarang saja airnya belum mengalir di irigasi itu,” tambahnya lagi.
Sementara Penjabat Kepala Desa Lemarang Heribertus Jehali mengaku banyak masyarakat yang mempertanyakan kejelasan proyek tersebut kepadanya.
Ia juga mengaku sempat mengecek langsung kondisi irigasi tersebut sampai ke mata air bersama Anggota DPRD Manggarai Fraksi PKB, Kartianus Durun.
“Yah, memang ada beberapa titik yang rusak,” katanya saat ditemui di rumahnya, Minggu siang.
Menurut dia, pembangunan irigasi itu sama sekali tidak bermanfaat untuk masyarakat Desa Lemarang.
Kecuali satu dua orang saja yang dekat dengan mata air itu. Kurang lebih jaraknya 400 meter dari sumber mata air.
“Sama sekali tidak bermanfaat,” katanya.
Ia menambahkan, pembangunan pada tahun 2019 itu pihaknya tidak tahu persis. Karena selain tidak berkoordinasi sebelum sebelum mengerjakan, juga tidak memasang papan informasi proyek.
“Sepanjang kegiatan itu tidak ada pemberitahuan kepada pemerintah desa,” katanya.
Bahkan ia juga mengaku sempat menegur kontraktor pelaksana karena mengambil pasir dekat lokasi irigasi untuk pembangunan tersebut.
Namun lanjut dia, kontraktor berdalih akan berkonsultasi dengan Dinas PUPR untuk menguji kelayakan pasir tersebut.
“Menurut mereka waktu itu, pasirnya layak sehingga mereka lanjut ambil pasir di situ (Kali Wae Kuli II),” pungkasnya.
Saat dikonfirmasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Irigasi Dinas PUPR Kabupaten Manggarai Benediktus A. Doren, mangakui hingga kini irigasi tersebut belum dimanfaatkan oleh masyarakat.
Ia mengaku hal itu lantaran banyak titik pada irigasi tersebut yang tertutup tanah dan batu akibat longsor atau bencana alam.
Doren mengaku sudah memerintahkan anggotanya untuk membersihkan saluran irigasi tersebut.
“Saya punya tenaga ada turun, mau dibersihkan, got dari mata air sampai ujung irigasi. Karena pembanguan yang sudah FHO menjadi tanggung jawab dinas,” ungkapnya kepada VoxNtt.com, Rabu (05/08/2020).
Ia mengungkapkan, irigasi yang dikerjakan pada tahun 2019 sudah di PHO pada awal Januari lalu.
Sebelum PHO kata dia, pihaknya turun langsung ke lokasi dan memeriksa semua kondisi dan kualitas bangunan.
Karena tidak ada yang bermasalah, pihaknya berani mengeluarkan keputusan agar proyek tersebut PHO.
Doren mengungkapkan bahwa sesuai RAB, campuran semen untuk irigasi harus 1×3 dan ketebalan lantai irigasi 15 cm.
Pasir untuk pembangunan irigasi itu juga menurut dia harus diambil dari Reok. Ia mengaku tidak mengetahui informasi bahwa saat pengerjaan, kontraktor mengambil pasir di sekitar lokasi itu.
“Kalau terkait itu, saya tidak tahu informasinya. Intinya saat pekerjaan konsultan pengawas standby di lapangan,” ujarnya.
Selain itu, Doren juga mengungkapkan bahwa Pemda Manggarai kembali menganggarkan untuk lanjutan pembangunan irigasi tersebut sebesar Rp 200.000.000.
Rencananya akan ada lagi tambahan, sekitar 1 km lagi sesuai perencanaan. Kata dia, sebenarnya anggarannya banyak, tetapi karena Covid-19 sehingga untuk tahun 2020 ini hanya Rp 200 Juta.
Pantauan VoxNtt.com, Minggu (03/08/2020), banyak titik pada irigasi tersebut yang tertutup tanah dan batu. Bahkan ada sebagian yang sama sekali tidak kelihatan lagi.
VoxNtt.com juga menemukan dua titik yang baru saja diperbaiki karena sempat roboh.
Air yang mengalir dari mata air hanya sampai sekitar 400 meter. Sedangkan 1 kilometer lebih yang lainnya sama sekali tidak pernah dialiri air.
Selain itu, pada bagian yang dibangun pada tahun 2019, ada dinding irigasi sudah berlubang dan saat ditelusuri hanya ada tumpukan pasir atau tanah dan ditutupi semen plaster atau semen halus.
Hanya dengan sentuhan tangan sedikit dinding irigasi itu hancur karena tidak ada tanda-tanda campuran semen.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba