Ende, Vox NTT-Kornela (59), warga Kelurahan Tetandara, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende Tampak terlihat gundah.
Pasalnya, gubuk berukuran lebar satu meter dan panjang berkisar enam meter lebih itu, bukan lahan milik suaminya, Dominggus Londo (60).
Lahan kecil di Jalan El tari persisnya samping dealer Yamaha itu adalah lorong yang dimanfaatkan keluarganya sebagai tempat huni dan usaha.
Kornela menyatakan, ketiadaan lahan usaha kios membuat ia dan suaminya kesulitan. Selain tak memiliki modal untuk menyewa lahan baru, tempat usaha sebelumnya yang tak jauh dari situ telah dijual pemiliknya.
“Dulu jualan sebelah atas, tapi tuannya sudah jual tanah. Ya, kesulitan dan kami minta di pak RT, kami usaha di sini,” tutur Kornela, warga asli Sabu yang sudah lama menetap di Ende.
Di tempat itu, Kornela merasa terhimpit akibat bangunan tinggi milik dealer Yamaha dan tembok Kantor Asuransi Bumi Putra. Dia dan suaminya merasa terbantu untuk menjajakan usaha kecil mereka.
Ia menuturkan, usaha kecil itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam sisa hidup mereka. Sementara anak-anak mereka sudah besar dan mencari nafkah hidup masing-masing.
“Kerja kami ya begini, usaha begini. Untuk kebutuhan hidup sebenarnya,” kata dia penuh percaya diri dengan usaha untuk menopang hidup mereka.
Kornela sendiri mengaku tidak tinggal di gubuk itu. Setiap hari jelang petang setelah menjajakan jualan, ia kembali ke rumahnya di persis di bibir Bandar Udara Aroeboesman.
Ia mengatakan tidak tinggal di gubuk itu karena ruang terlalu sempit. Aktivitas mereka bahkan sangat terbatas.
“Suami saya yang tinggal di sini sudah satu tahun lebih. Ya, untuk jaga barang-barang,” katanya.
“Saya pulang ke rumah, karena rumah di lorong sempit dekat bandara,” sambung Kornela.
Ia menyebutkan, barang dagangan berupa sembako dan bahan bakar bensin. Hasil jualan per hari, kata dia, tak lebih dari 150 ribu.
Menurutnya, penghasilan itu cukup untuk kebutuhan hidup bersama pasangan hidup yang sudah hampir lanjut usia.
“Di sini kami hanya mau usaha saja, kami minta di orang untuk jualan. Ya, untuk hidup saja, untuk beli makan, bayar listrik dan air, itu saja,” tutur Kornela.
Bantuan Sembako
Kornela bercerita, selama pandemi Covid-19 di Ende, ia dan suaminya mendapatkan bantuan sembako berupa beras, gula, minyak goreng dan kacang hijau.
Menurutnya, bantuan pemerintah tersebut pertama kali keluarganya terima sepanjang hidup.
Namun begitu, ia mengaku bersyukur atas inisiatif pemerintah yang memberi kepedulian semacam itu.
“Terima kasih bapak presiden dan kemensos. Syukurlah masih bisa dapat bantuan itu. Ya, sangat membantu juga,” katanya.
Di akhir perbincangan, Kornela mengingatkan kepada pemerintah agar selalu memberikan keadilan dan pemerataan. Sebab, menurutnya masih ada masyarakat yang lebih susah darinya.
“Banyak sekali di Ende ini yang susah. Banyak juga yang membutuhkan makan dan minum,” tutur Kornela.
Penulis: Ian Bala
Editor: Irvan K