Betun, Vox NTT-Minggu malam (09/08/2020), kebun milik Martino Dasilva, warga Dusun Kakaeknuan, Desa Kereana, Kecamatan Botin Leobele, Kabupaten Malaka, dirusaki Sapi milik Daniel Laka, warga Dusun Kotafoun di desa yang sama.
Akibatnya, Martino mengaku mengalami kerugian cukup besar. Pasalnya, beberapa tanaman hortikultura siap panen seperti Kacang hijau, jagung, Ubi Kayu (Singkong) dan umbian lain di kebunnya hampir ludes dilahap sapi Daniel.
“Sapi milik Daniel Laka itu makan tanaman yang ada di kebun saya itu. Sebagian besar habis,” cerita Martino kepada VoxNtt.com, Rabu (12/08/2020) di kediamannya.
Atas kejadian yang menimpa tanamannya itu, Martino Dasilva bersama keluarga mendatangi rumah Daniel Laka untuk meminta pertanggungjawaban dan menuntut ganti rugi.
Di rumahnya, Daniel menerima kedatangan Martino dan keluarga dengan baik. Menurut Martino, Daniel bersedia untuk bertanggung jawab.
Namun, suasana berubah menjadi kacau karena kehadiran pihak ketiga yang tidak ada hubungannya dengan masalah tersebut. Oknum itu berusaha memprovokasi suasana pertemuan keluarga Martino dengan Daniel.
“Pemilik Sapi ini terima baik kedatangan kami. Namun ada tetangga yang tidak terima baik. Tetangga itu langsung menyambar kami dengan kalimat yang tidak etis dan terkesan menyudutkan kami, warga baru eks Tim-Tim,” tutur Martino yang diamini oleh warga eks Tim-Tim yang hadir.
Oknum itu adalah MJ. Dia membuat Martino dan keluarganya yang mendiami kompleks Camp Tualaran tersinggung dengan mengatai mereka sebagai pengacau.
MJ, kata Martino bahkan sempat mengancam akan mengusir mereka dari Tualaran.
Pernyataan MJ itu sempat menimbulkan pertikaian, namun berhasil dilerai oleh warga sekitar.
Martino mengakui, di rumah Daniel, istrinya memang sempat bernada kasar lantaran kecewa karena hasil keringatnya dihabisi sapi Daniel.
“Istri saya memang ke sana (pemilik Sapi) dengan nada kasar. Wajar, hasil keringat kami dirusaki oleh Sapi. Tapi tetangga tidak terima baik, dia mengatai bahwa kami ini tukang bikin kacau. Bahkan dia mengancam akan mengusir kami dari Tualaran,” tutur Martino.
MJ Lapor Ke Polsek Sasitamean
Bukannya merasa bersalah dengan ucapannya yang menyudutkan warga Camp hingga menimbulkan pertikaian di rumah Daniel, MJ malah melaporkan keluarga Martino ke Polsek Sasitamean, pada Selasa (11/08/2020).
MJ melaporkan Martino dan keluarga dengan tuduhan membuat kerusuhan.
Padahal menurut Martino, mereka pergi secara baik-baik guna meminta pertanggungjawaban tuan sapi. Tak ada sedikit pun niat untuk membuat masalah.
Hal itu kata dia, buktinya pemilik sapi menerima kehadiran mereka dengan baik dan bersedia untuk bertanggung jawab dan ada upaya penyelesaian masalah secara adat.
Pertikaian terjadi, justru karena ulah MJ sendiri yang tidak ada hubungannya dengan masalah tersebut tetapi berusaha memprovokasi suasana, dengan mengeluarkan pernyataan yang bersifat rasis dan menyudutkan warga Camp Tualaran itu.
Mereka pun meyayangkan sikap MJ yang terkesan mengada-ada alasan untuk melaporkan Martino, cs.
“Sekarang dia lapor ke Polisi. Kami dituduh membuat kerusuhan. Dia juga mengancam akan lapor Bupati untuk mengusir kami dari Tualaran ini,” lanjut Martino.
Sebagai warga negara yang taat hukum, keluarga Martino ditemani puluhan warga Camp Tualaran lainnya memenuhi panggilan polisi di Polsek Sasitamean.
Hingga berita ini diturunkan, VoxNtt.com belum mendapatkan penjelasan dari Polsek tentang perkembangan laporan MJ tersebut dan hasil pemeriksaan terhadap warga yang mendiami Camp Tualaran itu.
Kisah Martino Cs Mendiami Tualaran
Kepala Camp Tualaran, Martino Almeida kepada VoxNtt.com mengisahkan, awal mula mereka mendiami Camp Tualaran adalah atas kesepakatan bersama para tokoh adat, tokoh Gereja setempat pada 2002 silam pasca referendum Tim-Tim dan Indonesia.
Martino menuturkan, saat itu mereka datang ke Tualaran secara baik-baik dengan menempuh jalur adat istiadat setempat. Kata dia, mereka sangat menghargai adat istiadat penduduk setempat.
Karena itu, mereka pun diterima oleh para tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah setempat dengan baik pula hingga kemudian bersepakat mereka boleh mendiami Tualaran.
“Kami datang dengan diterima baik oleh tokoh adat, tokoh pemerintah dan tokoh agama. Awal kami bisa di sini karena ada kesepakatan bersama. Saat itu kepala desa adalah Bapak Agustinus Manek dan Camat Sasitamean adalah almarhum Ludovikus Taolin,” tutur Martino Almeida, Kepala Camp kompleks Tualaran.
Cerita sejarah yang dibentangkan Martino Almeida tersebut diamini Jhon Parera selaku wakil Kepala Camp Tualaran saat itu.
Jhon Parera yang kini sebagai Kepala Dusun Kakaeknuan, Desa Kereana itu pun menyayangkan pernyataan MJ yang menurutnya sangat tidak etis dan berbau rasis.
“Kami datang karena merah putih dan kami harus ke mana kalau tidak diberi tanah dan tempat tinggal. Jangan mengeluarkan statement yang bersifat provokator (provokasi). Ini negara hukum, jadi jangan bicara sembarang,” kata Jhon Parera kesal.
Menurut pengakuan Jhon, awalnya jumlah kepala keluarga (KK) yang datang pertama kali saat itu berkisar 120-an KK. Mereka berasal dari Ainaro (RDTL).
Namun yang mendiami camp Tualaran hingga saat ini, hanya berjumlah 95 KK.
Walau begitu, informasi yang diperoleh VoxNtt.com, status kepemilikan tanah camp Tualaran yang didiami puluhan KK itu belum jelas.
Menurut mereka, tanah tersebut atas kesepakatan tokoh adat, pemerintah dan tokoh agama pada tahun 2002 lalu.
“Kami sudah belasan tahun tinggal dan berbaur dengan warga di sini. Lalu ada oknum yang berusaha mengusik ketenangan ini. Urusan sapi dan kebun itu pribadi. Namun kalau sudah ada kalimat mau usir kami dari sini, itu sudah memicu terjadinya pertikaian,” ujar Jhon Parera.
Hingga saat ini, Kades Kereana dan Camat Botin Leobele belum berhasil dihubungi.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Boni J