Kupang, Vox NTT-Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman beberapa waktu lalu mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk tidak mengembangkan dinasti politik.
Hal itu menyusul rencana anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya Bobby Nasution untuk mencalonkan diri sebagai kandidat kepala daerah.
“Memang kalau ada dinasti ya distorsi akan besar, jadi saya kira alangkah baiknya jangan mengembangkan dinasti. Tapi, benar-benar berbasiskan merit system,” kata Sohibul di Hotel Sahid Jakarta seperti dilansir dari Kompas.com awal Desember 2019 lalu.
Sohibul mengatakan, pemerintah memang menganut sistem demokrasi di dalam sistem pemerintahan. Dalam hal ini, setiap warga negara berhak untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Akan tetapi, Sohibul berharap, sistem demokrasi yang dikembangkan tak hanya berdasarkan prosedural semata, tetapi juga secara substansial.
“Tentunya harus terbebas dari distorsi. Memang, kalau ada dinasti ya distorsi akan besar,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mengatakan akan mendaftarkan diri sebagai calon wali kota Surakarta pada Pilkada Solo 2020 melalui DPD PDI-P Jawa Tengah.
Hal tersebut disampaikan Gibran seusai mengisi Talkshow Bisnis di The Sunan Hotel Solo, Jawa Tengah, Selasa (12/11/2019).
“Saya (daftar) di Semarang,” kata Gibran.
Mengenai waktu dirinya akan mendaftar, seperti dilansir Kompas.com, Gibran mengaku masih menunggu informasi dari DPD PDI-P Jateng.
Sementara, dilansir dari Kompas TV, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, telah membulatkan tekad untuk terjun ke politik.
Diketahui, suami dari Kahiyang Ayu ini telah maju sebagai calon wali kota Medan, Sumatera Utara, pada pilkada serentak 2020.
Bobby Nasution telah mengembalikan formulir pendaftaran ke DPD PDI-P Sumatera Utara.
Hal itu dibenarkan oleh Sekretaris DPD PDI-P Sumatera Utara Soetarto.
Masih dari sumber Kompas TV 19/12/19, Bobby Nasution mengunjungi kantor DPD PDI-P Sumatera Utara pada Selasa, 3 Desember 2019 lalu.
Jokowi sendiri, sempat menyinggung peluang anak-anaknya terjun ke dunia politik pada 8 Desember 2018 lalu.
Saat itu, Jokowi sekeluarga tengah berbincang santai dengan wartawan di Green Garden Cafe, Kebun Raya Bogor.
Jokowi menyebut, kedua putranya, yakni Gibran Rakabuming Raka maupun Kaesang Pangarep belum punya ketertarikan untuk terjun ke dunia politik.
“Kalau saya lihat, sebagai bapaknya anak-anak, kan sering ngobrol, Gibran ini belum, feeling politiknya belum ada. Masih senang 100 persen di dunia usaha. Kelihatannya belum ingin masuk (politik),” kata Jokowi dilansir dari Kompas.com.
“Kaesang apalagi (belum tertarik dengan politik), masih senangnya buka cabang di sana, buka di sini,” sambung mantan Gubernur DKI itu.
Jokowi justru menilai menantunya, Bobby Nasution, yang sudah tertarik mengikuti jejaknya untuk masuk ke dunia politik.
“Yang saya lihat feeling politik sudah mulai masuk itu Bobby. Dikit-dikit sudah. Lebih ada keinginan. Bicara politik juga sudah ada. Yang lain belum,” tandasnya.
Pada 18 Juli 2019, Jokowi kembali bicara soal peluang anak-anaknya terjun ke politik. Saat itu, Jokowi menyampaikan hal itu saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com.
Jawaban Jokowi masih sama, yakni kedua putranya belum punya ketertarikan masuk ke dunia politik.
Jokowi melihat dua putranya saat ini, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, masih asyik menggeluti bisnis kuliner mereka.
“Sampai detik ini, saya melihat anak-anak saya tidak tertarik ke dunia politik. Gibran, Kaesang, maupun yang lain senangnya di dunia usaha,” kata Jokowi.
Namun, mantan gubernur DKI ini juga tak akan melarang jika suatu saat nanti anaknya tiba-tiba ingin maju di pemilihan kepala daerah.
Jokowi menegaskan bahwa ia menyerahkan kepada anak-anaknya untuk menentukan pekerjaan dan karier masing-masing.
Terhadap potret dinasti politik, media Kompas 15/08 juga menulis Putra sulung Wali Kota SurabayaTri Rismaharini, Fuad Bernardi memberikan sinyal kepada PDI-Perjuangan.
Fuad berharap PDI-Perjuangan memberikan rekomendasi kepadanya untuk maju sebagai calon wakil wali kota di Pilkada Surabaya 2020
Fuad sadar dengan nama besar Risma yang telah dua periode menjabat sebagai wali kota.
Namun, ia tak mau menumpang nama besar orangtuanya itu. Ia ingin lepas dari bayang-bayang Risma.
Putra Sulung Risma itu juga telah memiliki modal awal seperti relawan yang telah disiapkan sejak jauh-jauh hari.
“Memang saya sebagai putra Ibu (Risma), tapi kalau nanti saya direkomendasi partai sebagai calon, saya usahakan bisa berdiri sendiri,” kata Fuad saat ditemui di sebuah kafe di Bratang Binangun, Surabaya, dilansir dari Kompas.com Sabtu (15/8/2020).
Putra Sulung Jokowi, menantu dan Putra Sulung Risma merupakan potret pengembangan dinasti politik di Indonesia.
Bagaimana dengan NTT?
Pada Tanggal 19/08 lalu, VoxNtt.com menurunkan berita soal SK dukungan Partai Nasdem di Pilkada TTU yang direkomendasikan kepada pasangan calon dengan tagline ‘KITA Sehati’.
Hal itu dibuktikan dengan adanya SK untuk bakal calon Bupati dan wakil Bupati TTU yang maju dengan tagline ” KITA Sehati” tersebut yang ditandatangani oleh Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh dan sekretaris jenderal Johnny G.Plate pada 10 Agustus 2020 lalu.
Ketua DPW Partai Nasdem NTT, Raymundus Sau Fernandes saat dikonfirmasi VoxNtt.com via pesan WhatsApp, Rabu (12/08/2020) membenarkan jika SK dukungan untuk paket “KITA Sehati” dalam Pilkada TTU mendatang telah ditandatangani DPP.
SK dukungan dari Partai Nasdem untuk paket “KITA Sehati” maju dalam pilkada TTU yang ditandatangani DPP Partai Nasdem 10 Agustus 2020. (Foto: Istimewa).
Untuk penyerahan SK tersebut, diperkirakan setelah perayaan HUT kemerdekaan RI pada 17 Agustus mendatang.
“Kemungkinan setelah 17 (Agustus) ade,” ujar Ray saat disinggung terkait waktu penyerahan SK dukungan bagi bacabup dan bacawabup dari Paket “KITA Sehati”.
Diketahui, Bakal Calon Bupati TTU, Kristina Mukti, adalah istri dari Bupati TTU yang adalah Ketua DPW Partai NTT dan juga menjabat sebagai Bupati TTU di periode kedua.
Kristina Mukti, akan meninggalkan posisinya sebagai Anggota DPR RI Dapil 11 untuk mencalonkan diri di Pilkada TTU mendatang.
Menurut pengamat sosial politik asal Undana Kupang, Lasarus Jehamat, publik tidak bisa membuat generalisasi atas politik berbasis dinasti.
“Kalau saya, parameternya apa dulu. Kalau hanya soal relasi semata tanpa membaca rekam jejak dan track record seseorang, laik disalahkan. Rugi juga kita kalau misalnya ada satu orang hebat di semua bidang tapi hanya karena orang tua atau keluarganya pernah memerintah atau menjadi pemimpin politik lantas dia tidak dibolehkan,” kata Jehamat pada VoxNtt.com Sabtu 15/08 petang.
Lasarus menjelaskan bahwa Indonesia itu negara demokratis. Artinya, siapa pun boleh menjadi pemimpin politik di negara ini. Yang perlu diperhatikan ialah perubahan sistem politik kita.
“Persaingan dalam proses kandidasi harus benar-benar dilakukan secara terbuka dan akuntabel. Sehingga siapa pun bisa mengikuti jalan itu untuk menjadi pemimpin dan tidak harus dari keluarga politisi tertentu,” kata Dosen Ilmu Sosiologi Undana itu.
Menurut dia, penting agar masyarakat membaca rekam jejak calon pemimpinnya.
“Tinggal masyarakat lihat to. Apa istri bupati mereka itu berbobot? Kalau hanya menang numpang nama, ya itu tidak beres. Tapi kalau memang orang itu punya rekam jejak, kenapa tidak diberi kesempatan untuk ikut kontestasi,” tegas dia.
Potret dinasti politik juga oleh Bupati Kabupaten Rote Ndao periode 2018–2023, Paulina Haning Bulu dimana, sang suami Lens Haning adalah Bupati Kabupaten ujung selatan Indonesia di periode sebelumnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni