Ende, Vox NTT-Potret kemiskinan di tengah gencarnya pembangunan Kabupaten Ende, NTT terlihat nyata tapi luput dari perhatian pemerintah. Meski bangsa ini telah merdeka sejak 75 tahun lalu, gempuran kemiskinan masih ada.
Kisah ini dialami Ceng Nahyang (79), warga Desa Kota Baru, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende, NTT. Meski tersesak secara ekonomi, tapi semangatnya untuk merayakan hari kemerdekaan RI kali ini, menggebu-gebu.
Semangat Ceng ditandai dengan mengibarkan bendera Merah Putih di halaman rumahnya yang kini sudah reyot. Baginya, semangat juang oleh para pahlawan untuk membela tanah air harus dihormati.
Ceng menyadari bahwa bangsa ini telah luput dari penjajahan kolonial Belanda sejak puluhan tahun silam. Oleh karenanya, setiap tanggal 17 Agustus ia pastikan Sang Saka dikibarkan di halaman rumahnya meski sudah reyot.
Mengenai kemerdekaan, Ceng bersama keluarganya memang mengakui atas kerja keras serta perjuangan panjang para pahlawan melawan penjajahan. Sebab itu, pria kelahiran 1941 ini mengenangnya dengan sukacita dan penuh kebanggaan.
Sayangnya, di sisi lain Ceng memang merasakan benar-benar belum merdeka seperti halnya keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat untuk meningkatkan ekonomi.
Hal ini ia bersama keluarga rasakan sejak puluhan tahun silam setelah bermigrasi dari Kobaeni, Kokoi, Sulawesi Selatan.
“Kami belum pernah dapat bantuan pak, tidak ada sama sekali,” ujar Ceng kepada wartawan di kediamannya, di sela-sela upacara HUT RI ke-75 di Bukit Lia Ga, Kota Baru, Kabupaten Ende, Senin (17/08/2020).
Terkait bantuan perumahan, Ceng sendiri memang hanya menaruh harapan pada pemerintah. Sebab, selain usianya sudah beranjak tua, Ceng bersama istrinya Angi Buna hanya bertahan hidup dengan hasil nelayan mereka yang pas-pasan.
Akibat dari itu, Ceng dan Angi tak berbuat banyak apalagi berpikir untuk bangun rumah. Mereka hanya memanfaatkan pendapatan nelayan untuk kebutuhan pokok.
“Hanya untuk tahan hidup saja pak. Tidak bisa bangun rumah,” tutur Ceng, terbata-bata.
Dari pengamatan media, kondisi rumah Ceng bersama beberapa rumah tetangganya memang perlu mendapatkan sentuhan pemerintah. Rumah berbahan dasar kayu berdinding pelupuh itu tampak sudah tua dan lapuk.
Sedangkan atap yang digunakan sementara dari daun kelapa tampak sudah tak layak. Perlu ada dorongan pemerintah untuk membangun rumah layak huni.
Ceng bilang, rumah-rumah itu dibangun sejak lama sekitar tahun 1980-an. Ia belum memikirkan untuk merenovasi sebab keterbatasan biaya.
Ia berharap, agar pemerintah bisa memberi keadilan dengan membantunya membangun rumah.
“Ya, ini rumah sudah lama pak, kita tidak punya biaya (renovasi). Anak-anak saya sudah bekerja semua, sudah urus rumah tangga masing-masing,” kata Ceng.
“Ya, saya hanya berharap itu saja pak,” tutur dia.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba