Oleh: Riko Raden
Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere
Pada tanggal 12/08/2020, saya membaca sebuah berita di media Voxntt dengan judul berita “Berebutan Pohon Asam, Seorang Warga Di TTU Tewas Dibacok.”
Informasi yang dirilis oleh media ini, persitiwa itu bermula dari adanya pertengakaran antara korban dan mertua pelaku. Pertengkaran tersebut lantaran keduanya berebut pohon asam.
Secara pribadi, sungguh merasa aneh dengan membaca dan melihat peristiwa dalam berita ini. Saya merasa aneh karena gara-gara pohon asam, sampai ada korban nyawa. Pohon asam yang tidak berarti sama sekali menjadi penghalang relasi di antara keduanya.
Rasa ingin memiliki sesuatu (pohon asam) sangat kental sekali sehingga melihat sesama tidak berarti bahkan sampai menghilang nyawa. Sungguh, pohon asam lebih berarti ketimbang manusia sebagai sesama mahkluk ciptaan yang paling mulia. Pohon asam lebih berharga ketimbang nyawa seseorang.
Di sini tidak ada kata ampun pun cinta kasih. Yang ada hanya pertikaian demi mendapat kekuasaan. Di hadapan pohon asam, manusia lebih menghargai nafsu kekuasaan, ketimbang rasa cinta kasih.
Melihat peristiwa yang terjadi di atas, saya pun mengatakan bahwa manusia sangat kental untuk memiliki harta duniawi. Harta duniawi lebih besar ketimbang sesama manusia sebagai sahabat dan rekan ciptaan yang paling luhur dan mulia di hadapan Tuhan.
Manusia telah dikuasi oleh harta duniawi sehingga melihat sesama tak berarti sama sekali. Pohon asam dalam peristiwa di atas seolah-olah menjadi harta paling berharga dalam hidup ini.
Padahal kalau melihat dari segi manusiwai, pohon asam bukanlah harta yang bisa membawa manusia kepada hidup yang lebih baik. Pohon asam hanya sebagai tumbuhan yang tidak berarti sama sekali untuk kelangsungan hidup manusia.
Akan tetapi, dalam perisitwa di atas, pohon asam lebih berarti ketimbang manusia itu sendiri. Pohon asam lebih berharga, ketimbang nyawa seseorang.
***
Kehidupan di dunia ini merupakan permainan dan sendu gurau. Ada kalanya menang ada kalanya kalah. Susah dan senang silih berganti. Oleh karena itu, berbuat baiklah dengan sesama, saling mengasihi, memaafkan dan jauhilah permusuhan dan pembunuhan.
Dunia ini sebagai medan tempat kita untuk bersenang-senang bukan untuk mencari permusuhan dan pembunuhan. Jangan sia-siakan umur, waktu dan pekerjaan yang kita miliki. Nikmatilah itu sebagai buah pemberian dari Tuhan atas hidup kita. Bersyukurlah karena Tuhan memberikan waktu untuk kita nikmati. Santaplah segala pemberian Tuhan dengan penuh rasa syukur.
Dunia yang kita huni ini tiada lain hanyalah persinggahan semata. Tidak akan selamanya kita berada di dunia, malah sebenarnya kita tinggal di alam dunia ini hanyalah sebentar saja, bagaikan sekejap mata. Ada yang diberikan usia pendek dan ada pula yang diberikan usia panjang. Akan tetapi, panjang dan pendengnya umur ini hanyalah pada pandangan manusia saja.
Rasa benci bukanlah tujuan hidup kita di dunia ini. Tujuan hidup kita ialah mencapai kebahagian dan kekudusan. Oleh karena itu, sekali pun dunia ini adalah kehidupan yang penuh onak dan duri, penuh ujian dan cobaan, bagaikan hutan belantara, namun orang beriman kepada Allah akan menjalaninya dengan ringan dan penuh rasa bahagia.
Sedangkan bagi orang yang penuh dengan rasa kekuasaan yang berlebihan (orang yang tidak beriman), sungguh dunia ini terasa menjenuhkan. Bahkan sebagian dari mereka ada yang merasa hidup di dunia ini seperti siksaan yang tiada ujungnya, sehingga mereka pun merasa hidupnya sempit, sulit dan terhimpit oleh rasa ingin menguasai seluruhnya.
Kita belajar dari peristiwa di atas dengan tidak membanggakan diri sendiri dengan harta duniawi yang kita miliki. Hidup ini hanya sementara. Yang kekal adalah akhirat. Jangan terlalu banyak mengejar segala impian di dunia yang tidak bermanfaat. Sesekali boleh menyenangkan hati, namun jangan terlarut dan fokus pada impian yang dikejar tiada habisnya saja.
Selain itu, berdamailah dengan sesama. Hidup tanpa orang lain bagaikan siang tanpa matahari dan malam tanpa rembulan. Gelap dan menyeramkan. Oleh karena itu, manusia lebih berharga bukan pohon asam.