Kupang, Vox NTT – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berkomitmen memanfaatkan aset lahan Besipae untuk peningkatan Kesejahtraan rakyat. Itu melalui program pengembangan peternakan sapi dan lahan pertanian.
“Baik itu kelor, porang, dan jagung. Demikian juga untuk pengembangan peternakan sapi, dan pakan ternak, hijauan pakan ternak,” kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Provinsi NTT Zeth Sony Libing kepada wartawan di Kupang, Kamis (20/08/2020).
Ia mengatakan Pemerintah Provinsi NTT menyediakan bibit dan pupuk kepada masyarakat. Hasil kerja dari masyarakat itu dibeli oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Bisa juga dibeli oleh pemerintah daerah.
Baca Juga: Komnas HAM Bakal Bakal ke NTT
“Semua program-program itu akan melibatkan masyarakat. Tujuan utamanya adalah untuk kesejahtraan masyarakat di situ,” tutur Sony.
Ia menilai, tidak ada guna pemerintah memiliki aset yang luas dan besar, tetapi malah tidak pernah memberi manfaat bagi rakyat.
“Hari ini pemerintah berkomitmen untuk memanfaatkan lahan Besipae itu bagi kesejahtraan rakyat. Itu komitmen pemerintah,” katanya.
Walau hingga saat ini terjadi benturan antara pemerintah dengan masyarakat, namun pihaknya terus berupaya untuk melakukan negosiasi dalam rangka penyelesaiannya.
“Pemerintah telah melakukan negosiasi sejak bulan Februari 2020 lalu sampai dengan beberapa hari yang lalu,” ujarnya.
Sony juga mengatakan pemerintah berkomitmen menyediakan lahan pekarangan dengan serifikat seluas 800 meter persegi.
“Lahan pekarangan itu menjadi lahan pekarangan hak milik bagi mereka, 37 KK,” tandasnya.
Ia juga mengklarifikasijan terkait video yang viral atas aksi penembakan gas air mata aparat keamanan di Besipae.
Menurutnya, pihaknya membawa aparat keamanan, karena penertiban aset Pemprov di Besipae seluas 3.780 hektare (ha) itu rawan terjadi konflik.
“Kami bawa aparat kemanan saat penertiban aset, karena sangat mungkin terjadi konflik. Aparat keamanan hanya menjaga agar jangan sampai terjadi konflik. Tugas aparat, hanya menjaga keamaan,” tegasnya.
Selama melakukan penertiban di Besipae, kata dia, pihaknya menjaga agar tidak terjadi tindakan represif dan intimidasi.
Baca Juga: PP PMKRI Kecam Tindakan Represif Terhadap Warga Besipae
“Kami menjamin tidak ada tindakan represif dan intimidasi disana selama melakukan penertiban aset,” tandasnya.
Terkait peristiwa penembakan gas air mata pada 18 Agustus 2020 lalu, jelas dia, Pemprov mendatangi lima kepala keluarga (KK) yang rumahnya digusur.
Itu karena dibangun di sekitar kantor Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peternakan. Warga enggan menempati rumah yang telah dibangun pemerintah di lokasi yang telah disiapkan.
“Jadi, kami datang untuk membujuk mereka agar mau menempati rumah yang telah disiapkan,” jelasnya.
Namun, lanjut dia, yang terjadi para ibu tidur- tiduran di tanah sambil berteriak dan menangis. Sebab itu, aparat keamanan (Brimob) sengaja menembakan gas air mata ke tanah untuk ‘Shock Theraphy’ bagi warga agar mau berpindah ke rumah yang telah disiapkan.
“Jadi hanya sebuah ‘shock therapy’. Tidak ada tembakan gas air mata ke warga. Kalau ada, maka harus dubuktikan ada yang sakit. Faktanya tidak ada,” tegasnya.
Setelah tembakan gas air mata ke tanah itu membuat ibu-ibu yang tadinya tiduran di tanah bangun dan lari. Mereka kemudian digiring ke rumah yang telah disiapkan pemerintah.
“Setelah kembali, sorenya mereka kembali ke lokasi awal yang mereka tempati, hingga hari ini,” katanya.
“Tidak ada tindakan intimidasi dan represif di Besipae tidak ada penembakan Brimob ke masyarakat,” tambah Sony.
Ditanya apakah ke depan ada upaya untuk mempertemukan dengan pihak terkait, Sony mengaku siap untuk dialog secara luas dengan seluruh komponen terkait.
“Besok saya akan turun ke Besipae untuk mempertemukan masyarakat di sana. Setelah itu kami akan melakukan dialog secara luas dengan komponen terkait,” katanya.
Sambil dialog berjalan tambah dia, program pemerintah pun tetap berjalan.
“Pemberdayaan masyarakat tetap berjalan, pembangunan rumah untuk masyarakat juga tetap berjalan. Kami akan melakukan itu,” pungkasnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba