Kupang, Vox NTT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyoroti kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di provinsi kepulauan itu.
Hal ini terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara fraksi gabungan DPRD NTT dengan pertamina NTT di ruang rapat Kelimutu, Selasa (01/09/2020).
Dalam RDP itu sejumlah dewan sempat geram dengan pihak pertamina yang melimpahkan permasalahan sepenuhnya kepada BP Migas.
Anggota DPRD NTT Kasimirus Kolo, geram dengan kelangkaan BBM di sejumlah daerah di NTT. Pertamina terkesan membiarkan permasalahan ini berlarut-larut tanpa solusi.
“Di saat masyarakat mengeluh, Pertamina melalui pernyataan di sejumlah media seolah tidak mau kalah, namun di saat yang sama pula, tidak melakukan apa-apa,” kata Ketua Komisi II DPRD NTT itu.
Pertamina kata dia, seharusnya bergerak cepat melakukan sosialisasi kepada masyarakat jika memang ada kelangkaan, juga menjelaskan berbagai permasalahan dan kendala, agar masyarakat bisa tahu. Ia juga meminta pertamina bersikap jujur ke publik mengenai permasalahan ini.
“Pertamina harus terbuka menyampaikan ke publik Jika pun ada praktik-praktik gelap yang dilakukan tangan-tangan tersembunyi yang berimbas kepada kelangkaan yang merugikan masyarakat,” tegasnya.
Perketat Pengawasan
Kalangan DPRD heran saat terjadi kelangkaan BBM pada SPBU-SPBU, tetapi kemudian penjual bensin eceran/pertamini tetap beroperasi di pinggir jalan, bahkan di depan SPBU. Hal ini disebut sangat ironi.
Kalangan dewan juga meminta dilakukan perketatan pengawasan terhadap para pengguna BBM. Ada masyarakat, yang dalam satu hari, bisa melakukan pengisian di sepeda motor/mobil sampai puluhan kali. Bahkan ada tangki motor yang kemudian dimodif/dipebesar untuk memonopoli BBM di SPBU.
Aksi ini seharusnya tidak terjadi, kalau dilakukan pengawasan secara ketat. Pengawasan seperti ini seharusnya lebih muda, karena sudah ada CCTV yang terpasang di setiap SPBU. Dengan begitu setiap plat nomor kendaaran akan merekam secara jelas.
“Sehingga tidak ada monopoli atas pemakaian BBM dari satu orang saja atau segelintir orang yang melakukan paktik serupa, apalagi kuota BBM sudah ditentukan,” kata Anggota Komisi III DPRD NTT, Ben Isiodorus.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado Watun juga meminta agar ketersediaan BBM pada sembilan kabupaten penyelanggara pemilu harus tersedia. Ketiadaan BBM bisa berpotensi memicu konflik di masyarakat
Sejumlah Anggota Dewan, Agus Bria Seran, Agus Lobo, Epy Parera juga menuntut pertanggung jawaban Pertamina. Pertamina seharusnya membuat berbagai perhitungan (kuota) berdasarkan kebutuhan masyarakat NTT.
Namun kemudian, kuota yang disalurkan itu kemudian tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, maka Pertamina harus menelusuri dan mencari solusi. Kalangan dewan juga meminta dasar perhitungan penentuan kouta, dan alasan kelangkaan BBM di NTT.
Selain itu, kalangan dewan juga meminta dilakukan penertiban para pengecer di pinggir-pinggi jalan yang menjual dengan harga yang ditentukan sendiri. Padahal pemerintah telah mengeluarkan BMM satu harga.
Seles Manager Pertamina area NTT Amhad Tohir mengatakan, setiap proses pengawasan dan penentuan kuota bukan menjadi kewenangan pertamina.
Pertamina hanya melaksanakan tugas utamanya sebagai penyalur. Soal penentuan kuaota, kata dia, itu dilakukan sepenuhnya oleh BP migas, berdasarkan kebutuhuhan masing-masing wilayah.
Dalam penyaluran di tahun 2020, kata dia, pihaknya masih bedasarkan pada kuota di tahun 2019 dan itu masuk kewenangan sepenuhnya BP migas.
Penentuan kuota itu, beradasarkan permintaan dari pemerintah setempat, berdasarkan kebutuhkan kendaraan bermotor, sektor perikanana (bagi nelayan) dan pertanian.
“Tentu setiap tahun tingkat kebutuhan semakin meningkat, sedangkan kuota masih tetap sama. Untuk itu, pemerintah sebaiknya mengajukan surat permintaan penambahan kuota agar bisa ditambahkan. Peran pemerintah sangat penting dalam hal ini,” katanya.
Terkait pengawasan, kata dia, juga bukan menjadi kewenangan pihaknya, melainkan BP migas. Pengawasan itu, termasuk mulai dari proses penyaluran sampai ke lokasi tujuan. Wilayah ini sepenuhnya menjadi kewenangan BP migas.
Dia merincikan, setelah kuota ditetapkan, pertamina mengambilnya dari BP Migas kemudian meyalurkan ke empat pulau besar di NTT, kemudian disebarkan lagi ke delapan unit denpom, dari unit inilah kemudian disalurkan ke masing-masing SPBU.
“Jadi BP migas ini mempunyai fungsi menetapkan dan memastikan kuota, kemudian melakukan pengawasan terhadap penyaluran BBM ini sampai ke tujuan, juga pengawasan terhadap pedagang eceran/pertamini dan penggunaan BBM di SPBU. Jadi tugas kami hanya melakukan penyaluran itu, dan kami sudah salurkan sesuai kuota yang diberikan,” kata dia.
Sementara Wakil ketua DPRD NTT Inceh Sayuna mengatakan, yang perlu diperhatikan adalah proses pengawasannya.
“Jangan sampai ada permainan-permainan gelap BBM ini. Jangan sampai ada transaksi mendahului pengakutan BBM sebelum sampai ke NTT,” katanya.
Untuk itu, dewan akan mengagendakan digelar RDP lagi dengan menghadirkan pihak-pihak berkepentingan, antara lain, pemerintah (Dishub), BP Migas, dan SPBU. Perang masing pihak ini sangat penting untuk mengurai masalahnya.
Pemerintah, berperan menghitung tingkat kebutuhan BBM di NTT (termasuk jumlah kendaraan bermotor) dari kebutuhan ini kemudian bisa dipastikan kuotanya. Sehingga di RDP kali berikut, bisa memulainya dengan data yang akurat.
Sedangkan BP Migas, menjelaskan proses penentuan (perhitungan) kuota dan proses pengawasan BBM itu. Kehadiran SPBU juga penting untuk menyampaikan keluhan dan kendala yang dihadapi selama ini, apakah ada permainan lain di luar SPBU.
Juga mengenai pengawasan terhadap para pedagang ecer ini. Sebab aturan sudah jelas, dilarang berjualan di tempat lain yang telah ditetapkan BP Migas/pertamina. Juga sudah dikeluarkan peraturan satu harga. Pemerintah dengan BP migas, harus berkoordinasi dan bekerja sama untuk mengendalikan harga ini.
“Pihak-pihak ini dihadirkan karena dewan belum mendapatkan secara tuntas penjelasan dari Pertamina, sehingga masih butuh penjelasan pihak lainnya,” katanya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba