Oleh: Herman Seran
Pencarian figur – figur pemimpin di Indonesia itu seperti filsuf Diogenes yang berkeliling kota menenteng lentara mencari seseorang yang bermental jujur. Di daerah kita pun masyarakat bagaikan Diogenes – Diogenes yang lagi berlarian mencari orang – orang yang pantas untuk memimpin daerahnya.
Orang – orang yang dicari itu adalah seseorang yang bermental Bita Nahak, versi dongeng masyarakat Malaka. Bagi mareka yang lahir di Belu Selatan, sewaktu dongeng masih masih merupakan hiburan malam hari, pasti akrab dengan tokoh dongeng wanita bermartabat Bita Nahak itu, yang dipertentangkan dengan Bukulasak, wanita rakus pemakan segala.
Al kisah, di suatu pesta pernikahan Bita Nahak dan Bukulasak mendapat kehormatan untuk hadir. Bita Nahak, walaupun sering kelaparan, karena jatah makannya selalu diambil Bukulasak (Tetun: hamukit), tetap tidak lupa daratan menyaksikan makanan pesta yang melimpah ruah.
Pembawaan Bita Nahak tetap santun dan mengundang rasa hormat segenap undangan. Lain halnya, si Bukulasak, dengan semangat aji mumpung ia memakan apa saja yang disajikan, termasuk di tempat sirih – pinang (Tetun: kabir atau tanasak), yang secara istiadat peradaban, merupakan suatu nista besar, jika dikembalikan dengan isi yang tidak genap, apalagi kosong.
Saking rakusnya, Bukulasak lupa daya dukung perutnya sendiri, sehingga dengan sebuah insiden kecil saja perutnya robek dan berserakkanlah segala isi perutnya, termasuk tempat sirih – pinang yang telah dilahapnya.
Mental Bita Nahak dan Bukulasak adalah dua tipe mental para pemimpin yang bertentangan satu terhadap yang lain. Bita Nahak memiliki mental berkelimpahan (abundant mentality) sehingga tetap tidak tergoda kenikmatan diri walau hidup sangat sulit. Sebaliknya Bukulasak adalah representasi mental kekurangan (scarcity mentality), yang tega memakan apa saja tanpa perduli norma ataupun aturan yang berlaku, bahkan keselamatan nyawa sendiri.
Ciri pemimpin bermental Bukulasak ini saat ini jamak ditemukan dalam keseharian orang politik kita. Mereka yang jelas – jelas ketahuan merampok uang rakyat, masih tetap mengupayakan berbagai cara supaya dianggap bersih. Mereka juga adalah kelompok yang berusaha menggerogoti rakyat kecil, yang tidak berdaya seraya memperkokoh kelompok kepentingan, untuk memuaskan syahwat kerenya yang takkan pernah terpuaskan.
Kelompok bermental miskin ini menjarah kedaulatan rakyat dan memberikannya kepada segelintir orang dan memanipulasi aspek – aspek demokrasi untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Dengan sendirinya, para pemimpin bermental Bukulasak ini sedang mengangkangi nilai – nilai demokrasi. Tegasnya mereka sedang beranarki mengkudeta rakyatnya sendiri.
Bentuk – bentuk anarkhi para pemimpin tersebut tampil berupa kekuasaan tak terkontrol elit dan pelacuran legitimasi dan kedudukan. Mereka adalah kelompok elit yang memanfaatkan celah aturan, ketiadaan informasi dan kebodohan rakyat, bahkan membuat aturan yang sarat kepentingan untuk melanggengkan status quo. Contohnya adalah penggagalan sistem pemilihan distrik murni dan absennya calon independen untuk presiden rancangan undang – undang pemilu. Mereka juga tidak segan – segan melicinkan karir politik mereka dengan memanipulasi demokrasi dengan politik uang.
Saatnya daerah kita dipimpin oleh para pemimpin berhati Bita Nahak, pemimpin bermental kaya walaupun hidup miskin. Pemimpin bermental Bita Nahak adalah pemimpin yang rendah hati namun tinggi harga diri. Pemimpin seperti ini tidak menjual murah kehormatan dan nama baik demi harta dan kekayaan.
Memang semua warga harus membakar suluh nurani untuk menemukan pemimpi bermental kaya yang berdiri di atas kepentingan banyak orang. Karena pada dasarnya daerah kita adalah daerah kaya dan makmur. Bukan karena kita dilahirkan di daerah yang katanya memiliki nasib tidak tentu yang hanya berharap nanti Tuhan tolong.
Kadar mental kaya dan mental miskin seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya harta kekayaan yang dimiliki. Mengkuantifikasi psikologi manusia bukan hal yang mudah kalau tidak dikatakan tidak mungkin. Jika mental kelimpahan berbanding lurus dengan kekayaan, tentu para pejabat tidak akan berkorupsi karena pendapatan mereka lebih besar dari pegawai kecilan.
Tapi fakta sehari – hari memihak opini bahwa para koruptor adalah mereka yang punya kuasa besar, penghasilan besar, dan kehormatan besar. Bukan pegawai kecil yang paling banter korupsi waktu karena tidak jelas tugas dan fungsi yang digariskan atasannya.
Penilaian seorang calon pemimpin bermental kelimpahan harus dimulai dari proses panjang kehidupan sosial dan ekonomi sang kandidat. Track record kehidupan seseorang, sekecil apapun, akan menyiratkan kepribadian orang tersebut.
Visi utama seorang pemimpin Bita Nahak adalah pengembalian kedaulatan rakyat, yang telah direbut oleh kelompok elit politik and ekonomi. Para pemimpin bermental kaya adalah orang – orang yang percaya bahwa semua kita dapat hidup dari sumber daya yang ada secara berkecukupan tanpa harus menggerogoti hak orang.
Sehingga mereka adalah orang yang terus – menerus menyokong kehidupan yang berkeadilan sosial (promotion of justice) dan memperjuangkan hak orang – orang yang tidak mampu menuntut haknya sendiri (option to the poor).
Mereka adalah orang – orang yang berani berkata tidak pada praktek – praktek yang mengkhianati prinsip hidupnya. Akibatnya, sangat kerap mereka hidup termaginalisasi, karena melenceng dari pusaran utama kehidupan bermasyarakat.
Strategi apa saja yang diharapkan dari seorang pemimpin bermental Bita Nahak? Tanpa mengurangi pentingnya program lain, setidaknya ada empat program utama seorang pemimpin yang bermental kaya, yakni komitmen pada pemberantasan korupsi, mempropagandakan supremasi hukum, membuka akses ekonomi kerakyatan, dan menjadikan pengembangan sumber daya manusia sebagai pilar utama pembangunan.
Korupsi dan politik uang adalah biang kerok dari kemandulan dan pengebirian kedaulatan rakyat serta kehancuran peradaban daerah. Mengawali sesuatu dengan uang pasti muaranya pun adalah uang (rubbish in rubbish out).
Lagi pula, secara keseluruhan politik uang sebenarnya tidak pernah menguntungkan pihak manapun, baik calon pemimpin maupun kontestannya. Kualitas pribadilah yang pada akhirnya menentukan kesuksesan seseorang. Selain alasan idealisme, secara pragmatis, para calon yang bermain politik uang sebenarnya terperangkap dalam situasi dilema tawanan (prisoners’ dilemma).
Dalam kondisi yang seimbang, politik uang hanya akan menguntungkan penerima uang (para penjual suara) bukan para pembeli suara. Karena pembeli suara akan berlomba – lomba menawarkan uang tertinggi untuk mendapatkan suara, tanpa mengetahui secara pasti berapa plafon tertinggi yang ditawarkan lawan politiknya. Sehingga pada gilirannya, kualitas pribadi calonlah yang akan menjadi faktor penentu kemenangan seseorang dalam pemilihan.
Bukti yang paling jelas adalah pemilihan walikota Kupang beberapa waktu yang lalu, ketika calon – calon dengan kondisi keuangan yang lebih unggul ternyata kalah telak. Para pengamat mengakui bahwa kesuksesan mereka lebih merupakan kontribusi kualitas pribadi daripada uang.
Hal kedua yang dilakukan pemimpin bermatabat yang dicari adalah memberi contoh penegakkan hukum yang tidak pandang buluh. Pemimpin jenis ini sungguh – sungguh menjunjung tinggi prinsip ‘leading by example’ alias ing ngarso sung taulado meminjam filsafat kepemimpinan Ki Hajar Dewantara.
Ia berani melepaskan jabatannya atau jabatan bawahannya jika dianggap melanggar hukum. Dan ia siap memulihkannya kembali setelah proses hukum menyatakan bebas dan memecatnya jika sungguh bersalah. Dosa para pemimpin bermental Bukulasak adalah berusaha saling melindungi walaupun jelas – jelas bersalah. Akibatnya rakyat menjadi apatis dengan proses hukum dan pada gilirannya membiakkan anarki berjamaah. Maka pemimpin impian tersebut harus menjadi suri teladan penegakkan hukum yang adil tanpa embel – embel SARA.
Program berikut yang dilakukan sang pemimpin visioner itu adalah menciptakan peluang ekonomi yang sama bagi setiap warganya. Target politiknya adalah memberdayakan negara untuk menciptakan medan persaingan ekonomi yang seimbang untuk setiap pelaku ekonomi di wilayahnya.
Ketimpangan akses dan kekuatan para pelaku ekonomi, justru diperparah dengan kolusi antara penguasa dengan segelintir pelaku ekonomi kuat, yang menyebabkan rakyat kecil tergencet dan mati secara perlahan – lahan. Para pemimpin Bukulasak tanpa sadar meruntuhkan sendi – sendi perekonomian daerahnya dengan memperkokoh satu mata rantai dan menggerus mata rantai yang lain. Mereka tidak sadar bahwa menggembosi perekonomian petani produsen, dengan membiarkan tengkulak menentukan harga komoditi seenaknya, sama dengan menghancurkan bangunan perekonomian secara keseluruhan.
Pernyataan ini bukan isapan jempol karena persamaan ekonomi mempunyai dua variabel yang sama pentingnya, supply dan demand. Jika harga tidak menentu (lack of demand) maka petani pun tidak mempunyai insentif untuk berproduksi sehingga supply pun akan mati (lack of supply). Jika kedua variable ini minus maka perekonomian pun akan hancur.
Agenda ketiga dari seorang pemimpin Bita Nahak adalah mengembangkan sumber daya manusia yang produktif. Ia akan terus menerus menciptakan suasana kondusif bagi sikap kritis dalam pribadi – pribadi yang sehat jasmani dan rohani.
Manusia yang kritis dan sehat mampu menghadapi kompleksitas kehidupan secara lebih mumpuni dibandingkan dengan warga negara yang kurang gizi dan lebih mengandalkan nafsu dan kecurangan. Untuk itu pendidikan berkualitas harus bisa dinikmati semua lapisan masyarakat.
Sama halnya, fasilitas pelayanan kesehatan yang prima harus bisa dijangkau setiap orang. Secara praktis, ia akan mengalokasikan setidaknya sebagian besar porsi anggaran belanjanya untuk pengembangan sumber daya manusia. Karena sumber daya manusia yang berkualitas akan meningkat produktifitas per kapita secara signifikan. Contoh klasiknya dapat dilihat di banyak negara dimna kualitas sumber daya manusia berbanding lurus dengan pendapatan per kapitanya.
Keempat agenda di atas merupakan agenda utama para pemimpin berhati Bita Nahak yang sementara ini ditelisik, walau sangat sulit bak mencari jarum di antara tumpukan jerami. Catatlah, bahwa selama masih politik uang jangan berharap mendapatkan pemimpin yang bermartabat. Karena pada akhirnya, mereka tetap akan melakukan prinsip tebang pilih dalam penegakkan hukum tergantung siapa orangnya.
Para pemimpin yang naik dengan uang pun akan tetap melindungi kroni – kroninya sehingga ketimpangan akses ekonomi tetap dilestarikan. Mereka bahkan tidak akan memikirkan pengembangan sumber daya manusia yang sifatnya jangka panjang. Karena bagi mereka persiapan dana untuk pemilihan lima tahun berikutnya bukanlah pilihan yang bisa ditawar – tawar.
Para pemimpin bermental Bukulasak tanpa sadar membunuh dirinya sendiri dan masyarakat, dengan terus menerus melakukan praktek – praktek di atas. Karena itu, wahai segenap warga Nusa Tenggara Timur, mari kita bersama – sama menenteng lentera nurani untuk mencari pemimpin bermoral yang mampu membawa kita keluar dari lingkaran setan pengkhianatan kedaulatan rakyat.
Marilah bahu membahu mencari pemimpin yang mampu merebut kembali kedaulatan rakyat dari tangan kelompok – kelompok kepentingan dan memberikan kepada kita rakyat, sebagai pewaris sah kedaulatan dan pembangunan. Selamat mencari!