(Catatan Perjalanan)
Oleh: Pius Rengka
Gubernur NTT, Victor B. Laiskodat dan rombongan melakukan kunjungan kerja ke Manggarai Barat, Manggarai dan Sumba, sejak 3 hingga 13 September 2020.
Saat bersamaan Wakil Gubernur Josef A. Naesoi melakukan serial pertemuan dengan beberapa menteri di Jakarta untuk pembangunan infrastruktur di NTT. Dwitunggal ini selalu tidur tak nyenyak.
Tujuan kunjungan Gubernur di Manggarai Barat, selain melakukan rapat koordinasi dengan pemerintah setempat terkait pembangunan infrastruktur pariwisata menyongsong pertemuan Asean Summit dan G-20, juga mengontrol progres pengerjaan jalan provinsi di ruas jalan Kecamatan Boleng, Kecamatan Kuwus, Kecamatan Pacar hingga Kecamatan Kuwus Barat, lalu keluar di Golowelu tembus Goloworok Kabupaten Manggarai ke Cancar dan Ruteng.
Pada musim kemarau, Juni hingga September saban tahun, wilayah ini mendapatkan hembusan angin Australia Utara yang mengandung uap air. Pada Desember hingga Maret wilayah-wilayah kecamatan itu diguyur musim hujan yang amat lebat sehingga banyak infrastruktur jalan raya rusak parah dan menyulitkan mobilisasi barang atau hasil panen para petani menuju Labuan Bajo.
Pada bulan itu, arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim hujan yang sangat lebat. Saat itu, biasanya, infrastruktur jalan raya banyak yang remuk, berlumpur karena genangan air. Arus lalu lintas pun macet total.
Usai melintasi di empat wilayah kecamatan di Manggarai Barat, rombongan gubernur akhirnya istirahat semalam di Spring Hill Hotel, Ruteng, sehari menjelang acara peringatan 50 tahun sekolah-sekolah katolik di bawah naungan Yayasan Sukma Manggarai, di Ketang, Kecamatan Lelak, 5 September 2020.
BACA JUGA: 6 Destinasi Wisata di NTT yang Kental dengan Kisah Mistis
Misa perayaan digabungsatukan dengan perayaan yubelium perutusan pastor Alfons Segar,Pr yang telah hidup membiara di medan tugas dunia. Setelahnya, rombongan Gubernur Victor ke lokasi wisata Waerebo, di tepi selatan Kabupaten Manggarai, menginap di cottage Dintor tak jauh dari bibir pantai, Satar Mese Barat. Keesokannya, 6 September 2020, gubernur bertolak menuju Kabupaten Sumba Barat Daya, melalui bandara Komodo Labuanbajo.
Menjelang di penghujung misa yubelium pastor Alfons Segar, yang berasal dari Paroki Rejeng itu, Gubernur diminta panitia memberi sambutan refleksi pembangunan dua tahun kepemimpinannya.
Di depan mimbar misa yang diikuti 40 pastor sekeuskupan Ruteng, Uskup Ruteng Sipri Hormat,Pr dan Uskup Emeritus Michael Angkur, OFM, Bupati Manggarai Dr. Kamelus Deno dan 600-an umat katolik di sana, gubernur menggelorakan semangat perubahan.
Gubernur mengingatkan semua umat, bahwa paska badai virus corona-19, diramalkan terjadi lonjakan arus wisatawan dari mancanegara. Para wisatawan muhibah dari negaranya masing-masing menuju ke semua lokasi tujuan wisata di seluruh dunia. Termasuk ke NTT untuk menghilangkan kejenuhannya. Mereka telah mengalami tekanan psikologis setahun usai corona-19 menghajar dunia.
Karena itu, rakyat, termasuk umat gereja katolik, diminta Gubernur Victor untuk serius memperhatikan segala aspek sosial bukan saja hanya asyik mengkritisi perkembangan dan perubahan sosial pembangunan di NTT, tetapi sekaligus menjadi pelaku aktif perubahan itu sendiri. Semua elemen harus bergerak. Semua pihak harus bekerja keras, katanya.
Rakyat pun diminta mengubah cara pandang dan cara kerja baru agar NTT segera keluar dari lilitan belenggu rantai kemiskinannya. Pemerintah, kata Victor Laiskodat, entah itu pemerintah desa, kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat harus melakukan kewajiban konstitusionalnya secara serius.
Pemerintah provinsi, misalnya. Kewajiban konstitusional pemerintah provinsi ialah melayani masyarakat semaksimal mungkin. Satu di antaranya, menuntaskan semua pengerjaan jalan provinsi di seluruh NTT.
“Saya pastikan, 90 persen jalan provinsi akan tuntas dikerjakan tahun 2021. Sisanya, 10 persen tuntas awal 2022. Saya memenuhi janji politik saya bahwa jalan provinsi tuntas tiga tahun,” ujarnya yang disambut riuh tepuk tangan umat separoki Rejeng, Kecamatan Lelak, Manggarai.
Kecamatan Boleng
Sehari sebelumnya, di Kecamatan Boleng, Manggarai Barat, pukul 10.00 Wita. Gubernur Victor dihentikan paksa sekelompok warga. Segerombolan pria wanita dewasa berbaur dalam satu gerakan.
Sekonyong-konyong mereka meloncat dari tepi jalan, begitu mendengar raungan sirene foreders pengantar gubernur melewati jalan itu. Mereka sigap meloncat ke tengah jalan datar, tanpa alas kaki.
Mereka menghadang mobil fortuner hitam plat DH 1 yang ditumpangi gubernur. Sopir rem mendadak tatkala mobil sedang melaju 60 km perjam. Tindakan itu berisiko. Tetapi tidak! Mereka menghadang mobil sambil merentangkan tangan, tanda minta oto segera berhenti. Gubernur Victor menduga ada demonstrasi.
Dugaan itu beralasan. Pengalaman serupa terjadi beberapa minggu sebelumnya di Alor. Para demonstran di Alor minta jalan provinsi segera diperbaiki. Gubernur menduga rakyat Boleng berang mengenai hal serupa.
Gubernur mengenakan kaus oblong topi Manggarai selendang tenunan Manggarai pula. Dia pun meloncat keluar dari mobil. Gubernur bertanya, ada apa ini. Serta merta, mereka mengepung pria asal Semau, 55 tahun ini. Dia dipeluk, digemas. Tubuhnya diangkat atau semacam digotong, sambil teriak-teriak kata terimaksih.
Tampak lainnya, meneteskan air mata. Air mata sukacita. Dalam hati, saya membatin. Saya teringat peristiwa air mata dalam kisah di kitab suci ketika Maria berkunjung ke Elisabeth saudaranya. Air mata, tak hanya mengalir karena dirundung duka lara dera derita nestapa, tetapi air mata pun bersimbah lantaran gembira ria suka cita. Sebagaimana air mata Elisabeth tatkala dikunjungi Maria saudaranya. Bayi dalam kandungan Elisabeth melonjak gembira.
“Terimakasih. Terimakasih kraeng Gubernur. Terimakasih pemimpin sejati rakyat NTT,” ujar pria 50-an tahun, bertubuh ringkih, kumis tak teratur, mengenakan kaus kusam sambil sekuat tenaga mengangkat Gubernur Victor Lasikodat berbobot 80 kg itu.
Mereka mengangkat, dan memeluk. Lainnya, seperti ada gerakan yang berniat mendaratkan ciuman di pipi gubernur. Untung tak jadi. Hati-hati Covid-19.
“Mori ge, terimakasih. Kami telah bebas. Tuhan tolongkah jaga dia ini,” ujar perempuan paruh baya. Sambil memuncratkan percikan kunyah sirih pinang lantaran bicara tergesa-gesa, perempuan itu mengelus dagu gubernur.
Gubernur tak berdaya. Tubuh nan kekar itu dililit pelukan erat tiga pria dewasa. Sementara perempuan, seperti pelipur lara mengelus dagunya seolah-olah tidak hendak membiarkan Victor Laiskodat melanjutkan perjalanannya.
Informasi yang diperoleh kemudian menyebutkan, mereka “memaksa” gubernur berhenti di tempat itu hanya untuk menyampaikan ucapan terimakasih menyusul jalan provinsi lintasan Boleng telah dikerjakan dengan aspal mulus.
Peristiwa itu, tak hanya mengharukan. Tetapi, itu peristiwa sekaligus menguak sejarah panjang tentang jalan provinsi yang tak pernah tuntas dikerjakan gubernur sebelumnya.
Sepotong-sepotong
Diakui, telah 15 tahun lewat, jalan provinsi di kawasan itu dikerjakan sepotong demi sepotong. Jalan dikerjakan sepotong-sepotong, lalu setelahnya rusak lagi jika musim hujan tiba. Aspal seperti kue lapis, mudah gelontor. Dilukiskan, melewati jalan Boleng bagai melintas kubangan kerbau saat musim hujan atau berjalan di tengah sungai atau kali mati saat musim kemarau tiba.
Jalan lintasan Boleng tembus Golo Welu di Kuwus itu, disebut-sebut bukan saja sebagai jalan penyumbang luka fisik yang melelahkan penumpang oto, tetapi juga menimbulkan derita psikologis rakyat bertahun-tahun ketika mereka melewati poros jalan Boleng Kuwus itu. Bahkan ada yang melukiskan bahwa melewati jalan itu nyaris menimbulkan sakit jiwa, sekurang-kuranya trauma atau semacam senu.
Diakui Feliks Jeramun, pemuda Boleng. Ia berkisah. Sebelum jalan diperbaiki, ongkos ojek Boleng Labuan Bajo pp Rp. 300.000.
“Mana kuat kita rakyat biasa,” katanya terengah-engah.
Begitu pun naik bus truk. Banyak waktu buang sia-sia di jalan. Beberapa kali truk mesti berhenti terseok-seok, lalu siram dedak dulu jika slep. Atau ban oto pecah. Penumpang turun, dorong oto ramai-ramai. Jika agak nyaman, naik lagi dan ban pecah lagi. Penderitaan sangat panjang. Karena terlalu sering, orang terpaksa pasrah menerima.
Apalagi naik oto di musim hujan. Tetapi, syukurlah. Kini jalur Boleng ke Kuwus Barat kian lancar. Beberapa bulan belakangan, jalan telah dihotmix. Ojek truk bus jarang digunakan lagi sebagai moda pengangkut penumpang. Masyarakat memilih menumpang avansa travel ongkos Rp. 35.000 sekali tempuh, Boleng Labuanbajo.
Kesaksian serupa diungkapkan Pastor Paroki Pacar, Romo Cosmas, Pr, asal kampung Menge, Manggarai Timur. Dia bertugas di situ belasan tahun. Kata Romo Cosmas, sejak jalan provinsi diperbaiki, umat paroki Pacar seperti mendapatkan jawaban doa harapan pembebasan.
Rapat koordinasi pastoral di dan ke Labuanbajo atau Ruteng, kini jauh lebih cepat dibanding sebelumnya. Tempo hari Ruteng Pacar atau Pacar Labuanbajo ditempuh 5 jam. Kini, 2,5 jam sudah tiba di Labuanbajo atau Ruteng. Sepeda motor miliknya pun dipacu lebih cepat dibanding sebelumnya. “Pak Gubernur, terimakasih ya. Bapak telah menjalankan kewajiban konstitusional Negara dengan tepat,” ujarnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat penutur syair-syair adat di Boleng meminta Gubernur Victor Laiskodat bersedia dipilih untuk periode kedua. Sedangkan tokoh adat di Pacar menyebutkan, jika undang-undang dapat diubah Pak Victor dipilih tiga periode jadi gubernur.
“Kami melihat langsung kerja keras Bapak. Bapak rajin kunjung ke rakyat melihat masalah secara langsung di bawah. Dan, rela tidur bersama rakyat untuk mendengar aspirasi rakyat. Baru kali ini ada pemimpin yang mau memperhatikan keluhan dan daerah kami di sini,” ujarnya.
“Kami tidak perduli dengan agama, daerah asal atau partai politik para pemimpin. Kami peduli dan menghormati perbuatannya. Ucapan dan tindakan Gubernur Victor sejalan. Kami suka itu kraengtua,” ujar dia menambahkan.
Perjalanan Labuanbajo Ruteng melewati Boleng, Pacar dan Kuwus Barat, menyinggahi beberapa titik pertemuan untuk memberi motivasi dan peneguhan tentang pentingnya kerja keras dan menanam komodti unggulan daerah Manggarai Barat, seperti cengkeh, kopi, duren, rambutan dan kakao. Gubernur meminta agar rakyat tak boleh menjual tanah, kecuali sewa pakai.
“Kawasan Boleng hingga Kuwus nantinya bakal menjadi daerah penyumbang komoditi sayur dan buah-buahan untuk melayani permintaan pasar pariwisata Labuanbajo,” ujar gubenur.
“Saya lihat tanah di kawasan ini subur. Banyak duren dan kopi. Maka tugas wajib pemerintah adalah membuat jalan raya yang baik. Tugas rakyat menanam sebanyak mungkin sayur dan buah-buahan. Jangan jual tanah,” kata gubernur mengingatkan.
Masyarakat di Pacar meminta gubernur membangun SMK Pertanian dan kantor kas cabang Bank NTT. Dua permintaan itu disetujui Gubernur.
“Baiklah, dua permintaan itu saya setuju. Saya minta Kepala Dinas Pendidikan dan Direktur Utama Bank NTT segera tindaklanjuti permintaan itu ya. Paling lama akhir Desember tahun ini permintaan itu sudah mulai tampak akibatnya,” kata gubernur yang disambut tepuk tangah rakyat.
Luka-luka Sumba
Seminggu sebelumnya, gubernur lugas berkata. Kemiskinan dan kebodohan NTT terbesar disumbangkan dua pulau. Timor dan Sumba. Pernyataan itu tidak tanpa basis data. Data statistic menampakkan, Kabupaten Sumba Tengah adalah kabupaten termiskin di NTT. Disusul Sabu Raijua. Kemudian kembali ke daratan Sumba lalu ke Timor. Setelahnya, penyumbang miskin terakhir Kabupaten Manggarai Timur, di Flores.
Menurut Gubernur, fakta ini membantu pemerintah untuk segera melakukan terapi luar biasa atas Pulau Sumba. Fakta dan data itu memompa adrenalin gubernur untuk segera mengatasi luka-luka sosial di Pulau Sumba. Maka, 7 September 2020, Gubernur NTT bersama para Kepala Dinas Kemakmuran di provinsi, juga Kepala Dinas PUPR, menggalang seluruh daya dan kekuatan front Sumba. Front Sumba membangkitkan Sumba Barat Daya, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur. Empat Sumba menguak kemiskinan.
Tidak tanggung-tanggung. Program Tanam Jagung Panen Sapi digalang sebesar-besarnya di Sumba Tengah. Program Tanam Jagung Panen Sapi disambut para Maramba Sumba Tengah. Mereka menyerahkan tanah miliknya dikelola pemerintah.
Tahap awal, tanah 1000 ha, digarap duluan sebagai pilot projeck. Penggarapan ditangani serius oleh beberapa ahli pertanian bergelar doktor didukung penuh Dinas Pertanian Provinsi. Sumba Tengah digempur habis-habisan. Gubernur mencanangkan Sumba Tengah sebagai pusat perubahan sosial pembangunan di daratan Sumba.
Sumba Tengah semacam center of gravity, perubahan. Sumba Tengah sebagai pusat program pertanian. Seluruh sumberdaya lain digalang habis-habisan. Maka pabrik pakan ternak dibangun di sana. Sekolah kejuruan terkait peternakan dan pertanian dibangun awal tahun 2021.
Tak hanya itu, gubernur dan empat bupati sedaratan Sumba bertekad menuntaskan kasus pencurian hewan. Juga bersama-sama mendorong agar para pencuri yang terbukti bersalah dipenjarakan di Nusa Kembang, dan atau Aceh.
Namun, Sumba yang dikenal pulau terindah di dunia itu, seperti bukit-bukit yang tenggelam oleh darah dan air mata. Kerinduan Taufik Ismail melalui puisinya, Beri Daku Sumba, tak lagi bergetar terdengar ringkik kuda sandle wood dari bukit-bukit terluka. Tak pula didengar gemuruh genta sejuta kaki kuda turun dari punggung bukit menuju padang lapang sabana. Bumi Suma sungguh terluka.
Apa kiranya yang dapat dilakukan para perantau Sumba atas tanah ini, ketika ditemukan jalan provinsi Sumba Timur bagian selatan sungguh bikin cilaka. Orang Sumba membanggakan dan patuh setia pada ritus adat luar biasa, tetapi dicatat di atas tanah Sumba yang penuh onak luka itu tersimpan derai air mata.
Sumba adalah tanah air indah yang dibanggakan para penyair, tetapi jalan provinsi sunyi penuh air mata. Di jalan provinsi Suma Timur bagian selatan, jelas terbukti, bahwa Negara tak hadir di sana. Pemerintah sungguh tak bernurani. Dari perspektif Hak-hak asasi manusia, Negara telah melanggar hak-hak asasi manusia Sumba Timur bagian selatan selama bertahun-tahun. Pemerintah telah menindas.
Seorang petani, entah siapa, menenteng parang terhunus, seperti sedang hendak bertanya, beri kami makna kata kerja di sini. Beri kami makna kata pembangunan di daerah ini. Dan, beri kami apa pentingnya pemerintah untuk kami.
Jalan provinsi, memang sadis. Jalan yang menelusuri punggung bukit, 64 km. Kiri kanan jurang terjal, jalan berbatu, berlubang, mendaki tajam dan sempit. Tampak tumbuh liar bunga-bunga hutan yang tak tersentuh kehidupan lain, kecuali hidup dan mati terserah pinta semesta. Tampak pula bukit-bukit tandus, seperti melodrama alam eksotik yang sedang perawan tak tersenuh ranumnya wewangian pembangunan.
Memang, mungkin perubahan tak selalu stagnasi karena kultur. Sentuhan pembangunan tampak tak sampai di sana. Terdengar tarikan nafas agak panjang gubernur Victor, seperti hatinya terluka. Sepertinya dia geram tetapi pilu, menyaksikan rakyat Sumba Timur bagian selatan tak terurus sejak begitu lama.
Usai tiba di sebuah kampung nun jauh dari keramaian teknologi, jauh dari riuh pembangunan fisik, rakyat tujuh kecamatan berhimpun mendaulat Victor Laiskodat sebagai Sulung dari semua Umbu di situ. Tampak dari anjungan utama, pria mantan Ketua Fraksi Partai Nasdem itu, tampil anggun mempesona. Dia bagaikan pria pelintas jendela jiwa sebagaimana puisi berikut ini.
Pelintas Jendela Jiwa
Lalu lelaki itu melintas di depan gerbang senja
Dia menjemput malam dari bilur rindu samudra.
Dia hanya menoleh sejenak,
Tatapannya begitu teduh,
Hingga gelombang samudra patuh pada senyapnya cakrawala.
Tatkala dia berdiri di tepi riak pantai,
Aku melihat betapa agung cinta yang disimpannya di setiap nurani.
Aku hendak menjamah jubahnya,
Bahkan bayangannya pun aku tak lagi sanggup.
Hanya satu sedu sedan tersisa di wajahku,
untuk mengenangnya setiap petang.
Penobatan
Gubernur Viktor B. Laiskodat dinobatkan sebagai Sulung Selatan (Saudara Tertua) oleh masyarakat, pemerintah, dan tokoh adat di tujuh kecamatan yang berada di wilayah selatan Kabupaten Sumba Timur. Hal itu dilakukan karena peran dan inisiasi Viktor memperbaiki jalan rusak berat di wilayah selatan Kabupaten Sumba Timur, 64 kilometer. Penobatan dilakukan secara adat. Ritual pemotongan kerbau disaksikan sedikitnya 3.500 warga tujuh kecamatan.
Hadir dalam ritual adat itu, Bupati Sumba Timur Gideon Mbiliyora, Sekda Sumba Timur Domu Warandoy, para pejabat Provinsi NTT, Pejabat Kabupaten Sumba Timur, tokoh adat, tokoh masyarakat dan tujuh camat serta para kepala desa dan perangkat desa dari tujuh kecamatan. Tujuh kecamatan tersebut yakni Kecamatan Karera, Pinu Pahar, Tabundung, Paberiwai, Ngadu Ngala, Matawai La Pawu dan Mahu.
Menurut Domu Warandoy, penobatan Viktor sebagai Sulung Selatan, merupakan kesepakatan dari warga, tokoh adat, pemerintah dan sesepuh di tujuh kecamatan.
“Kalau bapak gubernur datang, maka kita nobatkan sebagai putra sulung wilayah selatan, karena gubernur sudah memperbaiki infrastruktur di daerah selatan yang selama ini terisolasi akibat akses jalan yang rusak berat,” ungkap Domu.
Penobatan sebagai putra sulung artinya sebagai saudara kandung masyarakat Sumba Timur khususnya wilayah selatan. Sebagai tanda penobatan, maka harus ditumpahkan darah binatang berupa seekor kerbau yang dipotong di bawah panggung kegiatan.
“Itu sah secara budaya dan sampai kapan pun Bapak Viktor Laiskodat dan keluarga akan menjadi saudara kandung warga di tujuh kecamatan wilayah selatan,” imbuhnya. Selain pemotongan kerbau, malam harinya dilanjutkan ritual ada lainnya.
Tokoh Adat wilayah Selatan Sumba Timur Umbu Raja mengatakan pada masa kepemimpinan Viktor Laiskodat, infrastruktur jalan di wilayah selatan diperhatikan.
“Dari masa ke masa, kami tidak pernah merasakan perbaikan infrastruktur dan kali ini beliau (Viktor) menepati janji politiknya untuk menangani ruas jalan provinsi di kabupaten Sumba Timur bagian selatan,” imbuhnya.
Umbu menyebut, Pemerintah Provinsi NTT menganggarkan Rp 130 miliar untuk mebereskan jalan 64 km itu. Pada tahun 2019 lalu dianggarkan Rp 50 miliar. Kemudian Tahun 2020 sebesar Rp 80 miliar.
“Kami tidak akan mampu membalas kebaikan gubernur. Kami hanya bisa berdoa, semoga bapak Gubernur berumur panjang dan diberikan kesehatan, agar lebih berbuat banyak bagi warga NTT,” kata Umbu.
Menurut Viktor, perbaikan infrastruktur di daerah terisolasi di wilayah NTT menjadi prioritas pada masa kepemimpinannya. Dengan demikian, perputaran ekonomi warga bisa bertumbuh dengan baik.
“Saya pastikan jalan di jalur selatan Sumba Timur, tahun 2022 sudah tuntas,” ujarnya.