Ruteng, Vox NTT- Desa Meler, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur memang unik dan menarik bagi para pemburu kepermaian alam.
Di desa wisata ini terdapat bentangan sawah yang berbentuk jaring laba-laba. Warga setempat menyebutnya lodok.
Keindahan hamparan persawahan ini tidak henti-hentinya diburu wisatawan. Pemerintah pun hingga kini tengah serius mengembangkan Desa Wisata Meler.
Meski begitu, seorang dosen di Unika Ruteng Yosefina Rosdiana Su menemukan sedikitnya lima masalah dalam upaya pengembangan Desa Wisata Meler.
Pertama, sebut dia, terbatasnya sarana dan prasarana penunjang. Padahal, sarana dan prasarana merupakan aspek penting dalam kelayakan sebuah desa wisata.
“Sarpras (sarana dan prasarana) dapat berupa sarana akomodasi, transportasi, konsumsi, maupun infrastruktur fisik lainnya yang menunjang penampilan suatu desa wisata,” jelas Yosefina saat membawakan materi pada kegiatan bimbingan teknis untuk pengelola Desa Wisata Meler di Aula Hotel Revayah Ruteng, Kamis (08/10/2020).
Baca Juga: Unika Ruteng Gelar Bimtek untuk Pengelola Desa Wisata Meler
Permasalahan kedua yang ditemukan Yosefina adalah terbatasnya biaya atau anggaran untuk pengembangan sektor wisata.
Anggaran ini, kata dia, tentu saja sangat bergantung pada kebijakan dan rencana strategis pembangunan daerah (renstra), baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa.
Menurut Yosefina, anggaran memang belum terfokus pada pengembangan sektor pariwisata.
“Hal tersebut berdampak pada minimnya alokasi dana APBD maupun dana desa bagi pengembangan sektor ini,” tukas dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Unika Ruteng itu.
Ketiga, lanjut dia, belum optimalnya sinergitas dan pola kemitraan (partnership) lintas sektoral.
Menurut dia, sinergitas dan pola kemitraan sebuah desa wisata tidak akan bisa berkembang, jika tidak melibatkan partisipasi dari semua komponen.
Komponen tersebut mulai dari Pemda, Pemerintah Desa, hingga para stakeholders swasta. Kemudian, seluruh komponen di desa itu sendiri, termasuk masyarakat mulai dari anak-anak sampai orang tua.
Keempat, belum adanya program pemasaran dan promosi pariwisata yang efektif, yang menggunakan pendekatan profesional dan penguatan jaringan kelembagaan.
Yosefina menjelaskan, strategi pemasaran dan promosi sangat penting dalam pengembangan sebuah desa wisata.
“Promosi dan penjualan sangat penting, dan sangat mudah sekali untuk dikembangkan hari ini,” katanya.
Dikatakan, kemajuan teknologi dan informasi memberikan akses seluas-luasnya kepada setiap orang untuk melihat bagian bumi manapun yang ingin dikunjungi.
Promosi dan strategi marketing ini tentu saja membutuhkan skill yang sangat bisa diasah.
Kelima, ungkap Yosefina, belum tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang betul-betul mampu melihat peluang maupun tantangan dari sektor kepariwisataan.
Padahal menurut dia, SDM menjadi aspek inti dari pengembangan desa wisata.
“Tersedianya SDM yang memiliki pengetahuan kepariwisataan yang memadai, keterampilan dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan pariwisata, visi misi dan motivasi diri yang kuat adalah modal utama dalam pengembangan sebuah desa wisata,” katanya.
Penulis: Ardy Abba