Kupang, Vox NTT-Rabu, 14 Oktober 2020, publik lagi-lagi dihebohkan oleh sebuah video amatir berdurasi 2,50 menit, yang mempertontonkan aksi kekerasan sekelompok orang yang diduga preman bersama Pol PP Provinsi NTT, terhadap masyarakat Besipae, TTS.
Dalam Video tersebut, tampak jelas beberapa warga yang terdiri dari perempuan dan anak mendapat tindakan kekerasan seperti dicekik, ditendang dan dibanting hingga ada yang pingsan.
Dalam rilis yang diterima VoxNtt.com melalui pesan WhasApp dari Usif Pina Nope, Rabu malam, menerangkan, aksi kekerasan yang menimpa masyarakat adat Pubabu itu bermula ketika pada pukul 11.48 Wita, rombongan Masyarakat dari luar (bukan orang Pubabu), POL PP, TNI, POLRI serta orang-orang bertato yang diduga preman datang ke lokasi sengketa antar-Pemprov NTT dengan masyarakat adat Pubabu.
Dalam rilis itu dijelaskan, tujuan rombongan itu awalnya untuk melakukan penghijauan, yaitu tanam lamtoro di Lahan yang sedang bersengketa.
Kegiatan itu mendapat penolakan dari warga Pubabu-Besipae, karena masalah hutan (lahan) Pubabu (antar-Pemprov NTT dengan masyarakat adat) belum menemukan titik temu atau belum selesai.
Lantaran hal itu, maka aksi kekerasan pun tak terhindarkan. Beberapa korban yakni; Debora Nomleni (Perempuan/19). Tangan Nomleni diputar hingga keseleo, Mama Demaris dicekik, lalu dibanting sampai lehernya terluka hingga pingsan. Garsi Tanu (10 ) ditarik-tarik hingga badannya terasa sakit, Novi ( 15 ) dibanting dan ditendang hingga badannya penuh dengan lumpur. Kemudian, Marlin didorong sampai jatuh.
Tak berhenti di situ, Kamis, 15 Oktober (hari ini-red) terjadi konflik susulan yang melibatkan warga setempat. Konflik itu kemudian tersebar pula melalui sebuah video berdurasi 1,35 menit.
Informasi yang diterima media ini dari lokasi konflik, video itu merupakan aksi pembongkaran rumah darurat warga yang diakui sebagai amaf (tetua adat). Aksi pembongkaran itu disebutkan, dipimpin seorang warga yang bernama Alex Nabuasa.
Dilaporkan ke Polda NTT
Aksi kekerasan tersebut telah dilaporkan ke Polda NTT pada Kamis, 15 Oktober 2020, pukul 03.00 Wita dini hari.
“Kami sudah laporkan kasus penganiayaan dan pengeroyokan ke Polda NTT jam 3 dini hari tadi,” kata perwakilan warga Pubabu, Niko Manoe kepada wartawan, Kamis, 15 Oktober 2020.
Dirinya melaporkan sejumlah oknum terduga pelaku penganiayaan ibu-ibu dan anak-anak di Pubabu agar dapat diproses hukum.
“Kami tidak tahu siapa pelakunya. Yang kami tahu, orang dari provinsi yang terlibat dalam kasus penganiayaan itu,” tegasnya.
Walaupun sudah dilaporkan, Ia mengaku belum dibuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena para korban masih trauma.
“Belum di-BAP, kami masih menunggu panggilan dari Polda NTT untuk itu,” ujar Niko.
Dibantah Pemprov
Terkait dugaan penganiayaan itu, Plt. Badan Pendapatan dan Aset Daerah, Welltly Rohi Mone membantah dan malah mengaku stafnya yang jadi korban penganiyaan warga.
Ia bahkan mengaku telah melaporkan ibu-ibu itu ke polisi. “Kepala staf saya benjol dipukul oleh ibu-ibu di sana. Kami sudah lapor kasus itu ke polisi,” tandasnya.
Mengecam Aksi Kekerasan Pemprov NTT
Aksi kekerasan Pemprov NTT yang kemudian viral itu direspon Komnas HAM. Komnas HAM mengecam keras aksi tak patut pemprov NTT di bawah rezim Viktor Laiskodat dan Josef Nae Soi tersebut.
“Mengecam keras kekerasan yang dilakukan oleh aparat pempov NTT. Hak pemerintah provinsi untuk lapor ke polisi tetapi saya kira publik tahu tentang kekerasan yang ada lewat video yang banyak beredar tersebut, “tegas Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara yang dihubungi wartawan, Kamis (15/10/2020)
Pihaknya, kata dia, telah komunikasi dengan Pemprov NTT tetapi tidak ada tanggapan. Bahkan Komnas HAM tegas dia, telah meminta Pemprov NTT untuk menghentikan sementara aktivitasnya sampai semua masalah selesai.
“Kami sudah komunikasi dengan Pemprov NTT tetapi tidak ada tanggapan. Kami meminta Pemprov menghentikan dulu aktivitasnya sampai semua masalah selesai,” tegasnya.
Hari ini lanjut dia, Komnas HAM telah mengirim surat protes keras kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat terkait peristiwa yang ada, serta meminta penyelesaian sengketa masyarakat adat Pubabu sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM.
“Kami sedang koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, supaya rekomendasi Komnas dijalankan oleh Pemprov NTT,” tegasnya lagi.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Boni J