DERITA
Dirajam emosi pilu
Nafasku tertahan
Sirna
Kuatkah aku?
Rasanya Aku telah mati
LIHATLAH
Lihat Lihatlah saudara
Sekawanan burung berkicau merindu senja
Kian beterbangan di batas horizon
Lihat lihatlah saudara
Gumpalan-gumpalan awan kelabu menari tersapu angin laut
Membawa candu
Coba kau rasakan saudara
Sejuk angin pembawa rindu
Yang setia menunggu senja datang dari peziarahannya
Perihal itu
Rinduku makin tenggelam dalam laut
Membeku
Menanti hangat memecah rindu
KAU AMINKU
Tuhan mengahadirkan dirimu dalam langkahku
Menghadirkan bayangmu dalam setiap aminku
Dalam doaku
Jangan kau tanya
apa doaku?
Tatap saja paras ini
Rasakan saja setiap hadirku saat dekatmu
Maknai saja bagaimana cara aku memperlakukanmu
Beberapa malam belakangan
Kau mengadirkan segala mimpi
Hingga detik ini
Bangunku hanya ada rasa Rindu
Aku tidak tahu dari mana ia berasal
Yah, rasa itu..
Tapi aku tak ingin buru-buru bilang amin
Karena kau pun miliki doa
Yang hanya kan kau amini sendiri
Sekarang katakanlah padak
Apakah aku itu dalam doamu
Apakah aku yang kau amini?
LAUTAN RASA
Pada tepi pelabuhan senja itu
Berlabuh kapal-kapal jingga
Sampan mendekat
Deru angin kian terasa
Sampai kapan mengapung
Terombang-ambing dalam lautan rasa tak bertuan?
HILANG ASA
Bukan saja indahmu
Atau pun pelikmu
Bahkan aku mematung
Tak mampu mengejar
Terdiam….
Hilang asa
SAJAK UNTUKMU
Mengenalmu adalah serumpun bahagia
Dalam ingat sedetik memenuhi otak
Melahirkan anak sajak dalam setangkai harap
Menghapusmu adalah setangkai mati
Mati oleh angan kian menggebu
Membunuh lupa dari padang kata hampa
UNTUKMU MEA
Mea
Walau cahaya kini tak lagi mencintai terang
Dengan mendung yang tak memberikan sinar mentari
Dan walau malam tak lagi mendamba bintang
Dengan gerimis yang kian deras menutup silau bulan
Aku masih mencintai pagimu
Yang selalu kau tunjukkan pada senyum wajahmu
Sebelum sirna tenggelam dalam angan
Penulis adalah Mahasiswa STFK Ledalero Maumere, tinggal di Biara Scalabrinian Nita