Kupang, Vox NTT-Partai Demokrat meminta Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO-PBB) untuk menyurati Presiden Jokowi terkait polemik pembangunan Jurassic Park di Kawasan Taman Nasional Komodo, Labuan Bajo, NTT.
“Saya minta PBB, dalam hal ini UNESCO, secara resmi menyurati Presiden RI untuk menghentikan proyek tersebut! Harus mutlak dihentikan, itu bukan saja milik Indonesia, tapi milik dunia. Dunia harus melindungi ekosistem komodo ini,” tegas Benny K. Harman Waketum DPP Partai Demokrat dalam Twitter @PDemokrat, Rabu 28 Oktober 2020.
Menurut Benny, Komodo dan habitatnya sudah ditetapkan UNESCO sebagai heritage dunia pada tahun 1991.
“Itukan heritage dunia yang ditetapkan UNESCO. Kalau pemerintah tetap ngotot membangun proyek tersebut di Pulau Rinca dan Komodo, maka UNESCO bisa membatalkan keputusan TNK sebagai heritage dunia yang harus dilindungi,” kata Benny yang dihubungi VoxNtt.com.
Eks ketua Komisi III DPR RI ini menambahkan, hingga saat ini, UNESCO memang belum mengirimkan surat ke Presiden RI. Padahal UNESCO seharusnya wajib merawat dan menjaga heritage ini dari pembangunan sarana dan prasarana yang mengancam ekosistemnya di TNK.
” Warga dunia harus melindungi heritage ini,” kata Benny.
Awal Kasus Mencuat
Untuk diketahui, kasus ini menjadi perhatian publik saat sebuah foto komodo ‘menghadang’ mobil truk viral di media sosial.
Foto tersebut pertama kali terlihat di akun Instagram @gregoriusafioma pada Jumat (23/10/2020) malam. Gregorius Afioma, pemilik akun tersebut, mengatakan foto tersebut diperoleh dari rekannya yang berada di Pulau Rinca.
“Iya itu foto benar. Dikirim dari teman saya yang saat ini berada di Pulau Rinca,” ungkap Afioma saat dikonfirmasi Jumat (23/10/2020) malam.
Afi, sapaan akrabnya, merupakan aktivis dan salah satu peneliti di Sunspirit For Justice and Peace, Labuan Bajo. Ia mengatakan, foto tersebut bisa ditafsir berbeda-beda oleh setiap orang. Namun bagi Afi, foto itu menunjukkan bahwa komodo terganggu dengan adanya pembangunan geopark di habitatnya.
“Memang kompleks untuk melihatnya, semua orang bisa menafsir foto tersebut. Tapi saya melihatnya sedih dan kecewa juga terkait adanya pembangunan itu,” kata jebolan STFK Driyakara-Jakarta ini.
Ia mengatakan, ada kekeliruan prinsipil dalam pengelolaan wisata alam di Pulau Rinca. Pembukaan ruang pemanfaatan dengan membangun geopark di Pulau Rinca akan membuka ruang bagi investor untuk membangun infrastruktur di sana.
Misalnya, PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) yang mengantongi izin usaha penyediaan sarana wisata alam di pulau itu. Dua perusahan yang ditolak aktivis lingkungan tahun 2018 itu bisa saja ikut membangun sarana di Pulau Rinca karena sudah mengantongi izin.
“Dengan mengedepankan zona pemanfaatan oleh pemerintah, pengusaha akan membangun dan terus membangun akhirnya penuh seperti Labuan Bajo,” katanya.
Padahal, jelas Afi, masyarakat yang sejak dahulu hidup berdampingan dengan satwa komodo dilarang untuk membangun sarana apa pun. Bahkan mereka sempat diwacanakan untuk direlokasi dari kawasan Taman Nasional Komodo. Anehnya, pemerintah justru mengisiatif pembangunan sarana wisata dengan skala besar.
Konsep Pembangunan Jurassic Park
Sebelumnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembangkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Salah satu kawasan yang akan mengalami perubahan desain secara signifikan adalah Pulau Rinca. Pulau ini bakal disulap menjadi destinasi wisata premium dengan pendekatan konsep geopark atau wilayah terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.
Konsep pengembangan Geopark ini popular dinamakan “Jurassic Park”.
Melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR telah menganggarkan Rp 69,96 miliar untuk menata kawasan Pulau Rinca.
Adapun bangunan yang akan dibangun meliputi bangunan pusat informasi, sentra suvenir, kafe, dan toilet publik.
Kemudian dibangun pula kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, penginapan untuk peneliti, dan pemandu wisata (ranger).
Selain itu, juga tersedia area trekking untuk pejalan kaki dan selter pengunjung didesain melayang atau elevated agar tidak mengganggu lalu lintas Komodo.
Untuk meningkatkan kualitas dermaga di Pulau Rinca, dibangun pula sarana dan prasarana pengaman pantai dan dermaga Loh Buaya yang akan dilaksanakan oleh Ditjen Sumber Daya Air pada tahun 2020 ini. (VoN).