Borong, Vox NTT – Rumah ‘setengah tembok’ berukuran 4×5 meter persegi di sudut kampung Wae Poang, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Manggarai Timur tampak sepi pada Sabtu, 31 Oktober 2020 siang.
Rumah beratap seng dan berlantai semen itu sudah kusam. Dindingnya setinggi satu meter terbuat dari susunan batako tanpa lapisan plaster. Sisanya terbuat dari pelupuh. Kondisinya sudah mulai koyak.
Lima menit berada di dalam rumah itu, barulah seorang wanita paruh baya muncul dari dalam kamar. Wajahnya tampak lesu. Langkahnya tertatih. Dua tanganya mengelus pinggang.
Ia lalu menyapa. Dengan tangan kanannya bergerak pelan, ia menyalami kami. Kemudian duduk di kursi plastik dengan sangat hati-hati.
“Saya, Imelda Done.” Ia memperkenalkan diri dengan suara lirih. Tak salah lagi, dia lah wanita yang kami cari seturut informasi warganet.
Ibu satu anak ini merupakan orangtua tunggal. Suaminya telah pergi entah ke mana, sejak 1990 silam. Sang putri satu-satunya, merantau ke Bali sejak 2015. Dari putrinya itulah, ia bisa menyambung hidup.
Penghasilannya dari kerja serabutan selalu disisihkan agar sang ibu bisa membeli beras setiap bulan. Namun, dalam beberapa bulan belakangan, seiring pandemi COVID-19, ia kehilangan pekerjaannya.
Imelda tampak meringis. Wanita kelahiran 21 Maret 1971 itu menahan sakit yang dideritanya. Perlahan-lahan, ia menceritakan kondisi kesehatannya.
“Awal tahun 2017, saya rasa perut tertusuk-tusuk,” katanya.
Saat itu, ia menganggap hanya sakit biasa. Lambat laun, perutnya terasa keram dan kian membesar. Ia pun sempat pingsan karena rasa sakit yang sangat menyiksa.
Awalnya Imelda mencoba pengobatan tradisional melalui para dukun dan pendoa yang ada di kampungnya hingga ke Manggarai Barat. Tak berhasil dengan upaya itu, tahun 2018 ia berkonsultasi pada seorang dokter di Borong. Sang dokter menyarankan agar ia segera dioperasi.
“Selesai periksa, dokter minta saya agar kurangi aktivitas di luar rumah. Dia juga minta tidak boleh urut. Minum ramuan saja. Ia juga minta saya urus BPJS untuk memudahkan saat ke rumah sakit (untuk operasi) nantinya,” tutur Imelda.
Atas saran dokter, ia pun mengurus BPJS secara mandiri. Lalu ia mendatangi RSUD Ben Mboi Ruteng. Perjalanan dari kampung menuju Ruteng, sangat menyiksa. Apalagi tanpa sanak saudara yang menemani. Namun ia berusaha menahan rasa sakit dan berharap penyakitnya segera ditangani hingga sembuh.
“Di mobil, saya tidak tahan duduk, karena perut terasa nyeri. Tetapi mau bagaimana lagi saya harus tetap jalan. Saya lawan dan tahan rasa sakit agar bisa tembus di rumah sakit,” tuturnya.
Di rumah sakit itu, ia dilayani dengan baik. Dokter mendiagnosa dirinya mengidap kista. Sayangnya, peralatan di rumah sakit milik Pemkab Manggarai itu belum bisa menangani penyakit tersebut.
Kata dokter, penyakit itu bisa ditangani jika ia dirujuk ke rumah sakit di Bali atau Kupang. Rasanya, untuk penyembuhan secara medis, ia kehilangan asa.
Biaya pengobatan memang ditanggung BPJS. Namun biaya perjalanan dan biaya hidup selama menjalani pengobatan harus ditanggung sendiri.
“Saya tidak punya uang yang cukup waktu itu. Kalau operasi mungkin terbantu dengan BPJS. Tetapi uang ke Kupang atau Bali dan biaya hidup selama di sana tidak cukup,” katanya.
Ia pun mencoba melawan sakit dengan mencoba pengobatan tradisional. Tak terhitung jumlah dukun yang didatanginya. Namun berkat kesembuhan belum menghampirinya.
“Kadang saat baik, perut kempes sedikit, tetapi setelah itu membesar lagi. Kalau seperti itu saya harus baring sudah. Tidak bisa paksa. Kalau paksa bisa pingsan,” katanya.
Hampir empat tahun sudah Imelda memikul bebannya sendirian. Perutnya terus membesar dan rasa nyeri semakin menyiksa. Dalam kondisi tersebut, ia terus berdoa agar ada orang-orang baik yang bisa menolongnya.
Imelda pun berharap agar BPJS-nya masih berlaku meskipun dirinya sudah menunggak iuran sejak 2018 lalu. Ia juga berharap agar penderitaannya bisa sampai ke telinga pemerintah setempat.
“Mudah-mudahan pemerintah bisa bantu saya. Saya ini hidup susah. Tapi tidak dapat PKH (Program Keluarga Harapan). Sudah sakit sejak lama, tapi tidak dapat KIS (Kartu Indonesia Sehat). Saya harus urus BPJS, tapi tidak mampu bayar iuran sejak 2018,” tuturnya.
“Semoga bapak-bapak pemerintah bisa tolong saya. Saya ingin sembuh. Semoga saya bisa operasi di Kupang atau Bali,” harap Imelda.
Penulis: Leo Jehatu
Editor: Yohanes