Oleh: Asis Sanda
Pemuda Asal Labuan Bajo, Manggarai Barat
Slogan kampanye Paslon Misi di awal kampanye menyebut, “Jangan memadamkan lilin orang lain”. Namun, slogan ini bak macan kertas. Bagaimana itu bisa diterima, paket ini terkesan ngotot mencoba memadamkan lilin paket lain, Edi-Weng.
Tak main-main, Misi ingin lilin Edi-Weng dimatikan dengan cara melayangkan gugatan untuk KPUD Mabar ke pengadilan Surabaya terkait tindakan tercela. Sudah kalah karena argumentasi dan dalil hukum tak kuat di Surabaya, paket Misi masih juga ngotot memadamkan lilin perjuangan Edi-Weng ke tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Sayangnya, perjuangan memadamkan lilin calon lain tumpul. Tim hukumnya tak memiliki argumentasi kuat untuk membuktikan tuduhannya bahwa calon Nasdem, Edistasius Endi tercela.
Tim hukum juga kehilangan akal mencari alasan rasional bagaimana caranya agar gugatan mereka menang. Pada akhirnya malu sendiri. Sudah berjuang sampai kasasi, tetapi argumentasi hukumnya keropos. Itulah susahnya jika tim hukum tidak bisa membedakan fakta hukum dan halusinasi politik untuk berkuasa.
Putusan hukum itu bersifat rasional, berdasarkan fakta-fakta hukum. Setanpun jika rasional di hadapan hukum bisa dibenarkan. Yang susahnya kalau tim hukum tak membawa pertimbangan rasional di hadapan hukum dan hanya menang bicara bombastis ke publik, itu namanya irasional, halusinasi.
Ruwetnya lagi, tim hukum MISI tak memiliki dalil lebih kuat lagi dengan ambisinya yang besar mengajukan gugatan ke MA. Jika memang argumentasi hukumnya dangkal, ya jangan coba-coba naik kelas.
Sementara Tim hukum Edi-Weng tentu patut diacungi jempol, karena mempersiapkan dalil hukum dan argumentasi hukum dengan baik. Buktinya sudah jelas. Tanggal 10 November, putusan MA sudah keluar dan menolak gugatan paket MISI. Sudah ditolak di pengadilan Surabaya, ditolak pula di kasasi.
Terlepas dari persoalan jegal menjegal antara sesama pasangan calon, persaingan di Pilkada Mabar sebagai daerah yang sudah ditetapkan sebagai pariwisata Super Premium haruslah berbasis gagasan dan program yang visioner. Pilkada Mabar harus menjadi ruang diskusi program para kandidat agar masyarakat bisa memilih secara rasional demi kemajuan Manggarai Barat ke depan.
Hanya dengan membangun diskursus yang sehat serta menawarkan program-program yang produktif, demokrasi di level lokal bisa berkualitas. Dengan demikian demokrasi bisa menjadi jembatan emas menuju kebaikan bersama.
Sayangnya, jika kita melihat gejala di media sosial terutama Facebook, konten kampanye para timses masih berkutat sekitar persoalan remeh temeh, tendensius dan miskin argumentasi. Persoalan air yang sampai saat ini masih menjadi kerisauan utama warga Labuan Bajo belum tampak dibicarakan serius oleh timses. Demikian pun dengan nasib para petani, nelayan, buruh dan kelompok rentan lainnya di tengah semarak pembangunan pariwisata, belum serius dikaji para kandidat dan timsesnya.
Untuk itu, saya berharap, masyarakat Mabar harus terlibat aktif dalam diskusi yang partisipatif. Masyarakat harus memaknai momentum Pilkada sebagai ajang untuk menyuarakan persoalan serta menagih program yang solutif dari para kandidat.
Momentum Pilkada juga harus digunakan sebagai ajang evaluasi kepemimpinan sebelumnya sehingga dapat menjadi pedoman dan catatan penting bagi kepemimpinan yang akan datang. Inilah saatnya masyarakat Mabar selektif memilih sehingga pemimpin yang dihasilkan melalui proses demokrasi bisa menyelesaikan masalah serta membawa kesejahteraan di Mabar.
Demikian pula untuk para kandidat yang bertarung, dari pada berupaya untuk memadamkan lilin calon lain, lebih baik para paslon menyalakan lilin harapan dan perubahan untuk masyarakat Mabar.