Rencana pertambangan di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur mendapatkan respons penolakan dari beberapa kelompok masyarakat, lembaga sosial dan tokoh-tokoh agama karena dinilai akan memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan juga sosial masyarakat. Hal ini dikarenakan keberadaan dari tambang di Kampung Lengko Lolok Manggarai Timur akan mengancam satu-satunya ekoregion perbukitan karst di Pulau Flores, di mana karst itu telah disahkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan surat Nomor SK.8/Menlhk/Setjen/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia. Jika tambang dan pabrik semen ini dibangun, suplai air bersih bagi masyarakat akan terganggu.
WALHI NTT sebagai Lembaga Advokasi Lingkungan yang juga tergabung dalam Komisi Penilai AMDAL Provinsi NTT ikut dalam Sidang Komisi Penilai AMDAL NTT untuk menilai dan menguji Dokumen AMDAL, RKL-RPL Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Batu Gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur oleh PT Istindo Mitra Manggarai yang dilangsungkan secara virtual pada Kamis, 19 November 2020.
Beberapa temuan WALHI NTT yang menjadi dasar sikap penolakan WALHI NTT adalah sebagai berikut:
1. Aspek Penerimaan Dokumen
WALHI NTT telah menerima Dokumen AMDAL, RKL-RPL Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Batu Gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur pada tanggal 12 November 2020. Berdasarkan undangan tersebut rapat Komisi Penilai AMDAL akan dilaksanakan pada tanggal 19 November 2020.
Hal ini bertentangan dengan Lampiran VI Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 8 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan poin H huruf d “ ANDAL dan RKLRPL wajib diterima oleh seluruh anggota KPA paling sedikit 10 (sepuluh) hari kerja sebelum rapat KPA dilakukan. WALHI NTT menilai bahwa dokumen tidak dapat dinilai apabila bertentangan dengan perundangan yang berlaku.
2. Aspek Administrasi
WALHI NTT menemukan ketidaklengkapan administrasi dalam dokumen tersebut. Ketidaklengkapan dalam dokumen yang diterima WALHI NTT tersebut antara lain: Pertama, surat penjelasan pemrakarsa tentang penggunaan jasa penyusun tergabung dalam lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen AMDAL atau jasa penyusunan perorangan; Kedua, ketiadaan Copian sertifikat kompetensi penyusun AMDAL; Ketiga, tidak adanya biodata penyusun AMDAL; Keempat, tidak adanya surat pernyataan telah melakukan penyusunan AMDAL di atas kertas bermaterai; Kelima, Tanda bukti registrasi penyusun perorangan dari KLH tidak dilampirkan; Hal-hal tersebut bertentangan dengan Lampiran I (satu) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup poin pelaksana studi AMDAL serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 8 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan pada Lampiran VI.
3. Aspek Kesesuaian Ruang dan Ketidakpastian hukum PERDA RT RW Matim
WALHI NTT telah mempelajari Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur No 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Timur tahun 2012-2032 dan telah mempelajari juga lampiran I rekomendasi pemanfaatan ruang Kabupaten Manggarai Timur (Dokumen KA). WALHI NTT menilai dan menyatakan bahwa Lampiran I tersebut di atas mengandung kecacatan.
Berdasarkan Lampiran I Rekomendasi Pemanfaatan Ruang Kabupaten Manggarai Timur, merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur No 6 Tahun 2012 Pasal 30 ayat 4 (a) “Kawasan peruntukan pertambangan mineral non logam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas: a. Batu Gamping terletak di Kecamatan lamba Leda (Desa Satar Punda, Desa Satar Teu, Nampar Tabang, Goreng Meni, Tengku Lawar, Compang Necak, Golo Munga), Kecamatan Elar (Kelurahan Tiwu Kondo dan desa Rana Kulan), Kecamatan Sambi Rampas (Kelurahan Naga Baras, Desa Nanga Mbaur dan Desa Nanga Mbaling)” .
Namun dalam Pasal 31, Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Timur No 6 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Timur tahun 2012-2032 yang menetapkan peruntukan kawasan sesuai dengan klasifikasi Industri (kecil, sedang, besar).
WALHI NTT menilai dan menyatakan industri Penambangan Batu Gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur bertentangan dengan perda RTRW Manggarai Timur paragraf 6 terkait Kawasan peruntukan industri.
Di mana dalam Pasal 31 poin b Perda RTRW Manggarai Timur menyatakan: “kawasan peruntukan Industri besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdapat di kawasan pelabuhan Wai Wole kecamatan Kota Komba dan kawasan Nanga Lanang kecamatan Borong”.Bahwa rumusan Pasal 30 dan 31 tidak dapat dibaca secara terpisah, karena dua ketentuan ini merujuk pada Pasal 25 yang menggunakan formulasi kumulatif dengan penggunaan kata ‘dan;’ Bahwa hal ini berkonsekuensi rujukan lokasi pertambangan harus menyesuaikan standar yang dimuat dalam ketentuan Pasal 31;
Berdasarkan peraturan menteri perindustrian Republik Indonesia Nomor 64/M-IND/PER/7/2016 Tentang Besaran Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai Investasi untuk Klasifikasi Usaha Industri pada pasal 2 sampai pasal 5 yang menetapkan tentang jenis Industri dan ketentuan yang harus dipenuhi oleh industri untuk mengetahui industri terbuat masuk dalam industri kecil, sedang dan besar.
Berdasarkan peraturan menteri ini, kegiatan industri PT IMM dikategorikan sebagai industri besar mengingat jumlah Tenaga Kerja yang direncanakan akan diterima oleh PT.IMM sebagaimana yang tertuang dalam Dokumen Amdal berjumlah 183 orang Tenaga Kerja. Hal ini memenuhi ketentuan dalam pasal 5 Permen 64 tahun 2016 :”Industri besar merupakan industri yang mempekerjakan paling sedikit 20 (dua puluh) orang Tenaga Kerja dan memiliki Nilai Investasi lebih dari Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Rencana Penambangan oleh PT.IMM di Lengko Lolok telah menyalahi Perda RTRW Pasal 31 terkait peruntukan kawasan industri. Oleh karena itu WALHI NTT menyatakan telah terjadi ketidaksesuaian peruntukan ruang dan tidak dapat dinilai oleh Tim KPA berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Bab II Pasal 4 poin 3 “Dalam hal rencana lokasi usaha dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen AMDAL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan ke pemrakarsa”.
Hal ini diperkuat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No 8 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta Penerbitan Izin Lingkungan Lampiran VI. Yakni uji tahap proyek di mana lokasi tahap proyek harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah ( RTRW) setempat yang berlaku dan sudah ditetapkan. Berdasarkan hal tersebut WALHI NTT menyatakan dokumen ini tidak valid dan tidak representatif.
4. Aspek pelibatan masyarakat dalam sidang penilaian AMDAL
WALHI NTT menemukan kejanggalan dalam sidang penilaian AMDAL, dimana tidak adanya pelibatan masyarakat yang menolak aktivitas pertambangan dalam sidang penilaian AMDAL pada 19 November 2019. Padahal dalam lampiran 25 tentang Rekapan Konsultasi Publik Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Penambangan Batu Gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, ada banyak masyarakat di sekitar lokasi rencana pertambangan yang menolak. Hingga Pastor Paroki Reo sebagai perwakilan Gereja Keuskupan Ruteng. Akibatnya, Tim Komisi Penilai AMDAL sulit untuk menilai secara obyektif dalam menilai dokumen berdasarkan pelibatan masyarakat terdampak langsung dan tidak langsung.
5. Aspek ekologi
Keberadaan dari tambang di Kampung Lengko Lolok Manggarai Timur akan mengancam satu-satunya Ekoregion perbukitan karst di Pulau Flores dimana karst itu telah disahkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan surat Nomor SK.8/Menlhk/Setjen/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia. Selain itu, persoalan tanah terkait alihfungsi lahan dari perkebunan dan pertanian menjadi pertambangan, serta adanya potensi pencemaran tanah.
Oleh karena itu, 1. a). Masih dilakukan penyelidikan oleh badan geologi. Kajian penyelidikan terkait kegeologian seperti pemetaan sebaran batu gamping, pemetaan identifikasi, indikasi keberadaan Eksokarst dan Endokarst di kawasan karst Manggarai Timur. Badan Geologi juga akan melakukan Geolistrik untuk menduga kondisi bawah permukaan dan pendugaan Geolistrik. Kajian ini sedang berlangsung sehingga tidak boleh ada aktivitas di dalamnya
1.b). Adanya potensi Kerusakan Cekungan Air Tanah (“CAT”). Bahwa berdasarkan Perda Kabupaten Manggarai Timur No. 6/2012, wilayah Lengko Lolok masuk dalam Kecamatan Lamba Leda yang merupakan wilayah pemanfaatan air bawah tanah dengan akuifer produksi sedang dan termasuk dalam prasarana air baku untuk air minum pemanfaaatan air dari bendungan dan pemanfaatan air permukaan; bahwa untuk menjaga daya dukung akuifer dan fungsi imbuhan air tanah, Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (“PP No. 43/2008”) melarang kegiatan pengeboran, penggalian atau penambangan batuan di daerah imbuhan air tanah. Hal ini sejalan dengan pertimbangan dalam Putusan MA No. 99/PK/TUN/2016, di mana kegiatan penambangan dan pengeboran di atas CAT pada prinsipnya tidak dibenarkan;
1.c). WALHI NTT menilai lampiran I rekomendasi pemanfaatan ruang Kabupaten Manggarai Timur yang diberikan oleh Pemerintah Manggarai Timur ( Dokumen KA) berbahaya bagi kelansungan daya dukung dan fungsi lindung kawasan resapan air dan sempadan pantai. Di mana dalam lampiran tersebut, ada alokasi 75, 6335 Ha untuk Kawasan Resapan Air dan 10.1602 Ha untuk Kawasan Sempadan Pantai. Sebagaimana kita tahu, bahwa Kawasan resapan air dan sempadan pantai merupakan Kawasan lindung.
1.d). WALHI NTT menilai rencana penambangan di Kawasan Karst dan Resapan Air berdampak kerusakan permanen lingkungan dan tidak dapat dipulihkan walau dengan intervensi manusia sekalipun(reklamasi dll)
Poin-poin diatas menjadi acuan WALHI NTT sebagai Lembaga Advokasi
Lingkungan sekaligus bagian dari Komisi Penilai AMDAL dalam persidangan Komisi Penilai AMDAL pada 19 November 2020 untuk menyatakan:
1) Dokumen AMDAL Perencanaan Penambangan Batu Gamping di Desa Lengko Lolok tidak layak dinilai dan dikembalikan ke pemrakarsa.
2) Menolak memberi penilaian pada dokumen didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku oleh karena itu meminta Ketua KPA tidak melanjutkan proses penilaian dan dokumen dikembalikan ke pemrakarsa dokumen tersebut.
3) Tidak ikut menandatangani Berita Acara untuk dinyatakan Layak atau Tidak Layak Lingkungan.
4) Menolak rencana pertambangan batu gamping di Lengko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.
5) Meminta pemerintah Manggarai Timur untuk melakukan revisi RT RW secara partisipatif dan melibatkan semua elemen terkait sebagaimana perintah UU Nomor 26/ 2007 tentang Penataan Ruang.
6) Meminta pemerintah Manggarai Timur untuk mengedepankan pembangunan ramah lingkungan terutama tidak adanya pengrusakan terhadap Kawasan lindung.
Direktur Eksekutif WALHI NTT (Umbu Wulang Tanaamah Paranggi)
Rilis WALHI NTT