Ruteng, Vox NTT- Pasangan calon (paslon) Deno Kamelus dan Victor Madur atau paket Deno-Madur dinilai sangat patut menduduki posisi Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Penilaian itu datang dari seorang akademisi perempuan asal Manggarai, Dr. Yustina Ndung.
Dosen yang mengabdi di Malang itu menyampaikan hal tersebut dalam sebuah kesempatan orasi politik di hadapan Komunitas Ibu-ibu Pemilih Cerdas (Kipas) di rumah gendang Mena, Kelurahan Wali, Kecamatan Langke Rembong, belum lama ini. Kipas merupakan salah satu komunitas bergerak dan bekerja untuk memenangkan paket Deno-Madur di Pilkada Manggarai 2020 ini.
Yustina mengawali orasi politiknya, menceritakan tentang alasan mengapa kemudian ia datang jauh-jauh dari Malang ke Manggarai.
Ia mengaku ingin bergabung karena suara hatinya tidak berubah yakni memilih paket Deno-Madur di Pilkada Manggarai.
“Saya baru datang dalam minggu ini. Bergabung untuk toto ranga one ase kae sanggen taung. Hati saya sejak dulu tidak berubah. Hanya satu pilihan, nomor 1 Deno-Madur di tanggal 09 Desember. Selama ini saya hanya menghubungi semuanya lewat telepon, lewat media sosial. Dalam minggu ini saya hadir secara fisik setelah virus ini agak sedikit mereda,” ujar Yustina seperti yang termuat di chanel YouTube Media Deno-Madur.
Yustina membeberkan alasan mengapa kemudian ia terpanggil hadir. Menurutnya, banyak persepsi-persepsi negatif dan hoaks yang digulirkan akhir-akhir ini menyasar tidak hanya kepada orang tua, tetapi juga generasi muda Manggarai.
“Ende ema ase kaen, mengapa sebenarnya saya hadir? Lengn Manggarai ho’o ga. Terlalu banyak persepsi-persepsi yang salah. Terlalu banyak berita-berita bohong yang diberikan kepada masyarakat. Saya sebagai anak tanah Manggarai yang mengajar tentang politik, mengajar tentang bagaimana orang berdemokrasi merasa sakit hati. Saya sakit hati. Kenapa orang tua saya, kenapa masyarakat Manggarai, kenapa anak muda kami diberikan, dicekoki dengan cara pandang yang salah,” kesalnya.
Adapun sejumlah cara pandang salah yang dimaksudkan Yustina yakni, pertama, terkait sikap yang meragukan 16 penghargaan yang dialamatkan kepada paslon Deno-Madur oleh pemerintah. Sikap tersebut, kata Yustina, merupakan pelecehan terhadap pemerintah Indonesia.
Mendapatkan sejumlah penghargaan menurut dia, bukanlah perkara mudah. Ada begitu banyak indikator yang dipakai.
“Ada sekian indikator, ada sekian tolak ukur, ada sekian pertimbangan-timbangan yang diberikan oleh pemerintah untuk bisa mengeluarkan sebuah penghargaan,” imbuhnya.
Penghargaan tersebut, kata dia, bukan dikeluarkan oleh semua orang. Hanya dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
Karena itu, ia menegaskan semua pihak yang tidak mengakui penghargaan itu adalah melecehkan lembaga pemerintah. Sebab lembaga pemerintahlah yang memberikan penghargaan itu kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai di bawah kepemimpin paket Deno-Madur.
“Jangan lupa itu. Sehingga kepada saudara-saudara saya yang mungkin selama ini menyampaikan berita demikian. Jangan lupa, kalian sedang melecehkan pemerintah Indonesia yang memberikan penghargaan itu kepada Deno-Madur,” tegas Alumni PMKRI Cabang Ruteng itu.
Penghargaan itu, tambah Yustina, adalah bukti kinerja, keberhasilan, serta capaian cara kerja paket Deno-Madur selama 5 tahun.
Cara pandang salah kedua menurut Yustina, adalah terkait pernyataan gagal yang dihembuskan oleh mantan Sekretasris Daerah Manggarai. Ia mengaku kaget dengan ungkapan yang dikemukakan mantan Sekda itu. Padahal, Sekda juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Pemda.
“Yang kedua, ada lagi yang mengatakan kalau pemerintah Deno-Madur gagal. Dan itu kemukakan oleh seorang mantan Sekretaris Daerah. Saya kaget luar biasa. Saya kaget sehingga saya tulis di media sosial. Saya kaget karena pernyataan ini disampaikan oleh mantan Sekda. Karena saya tahu teorinya dan saya ajar tentang itu bahwa Sekda adalah pimpinan tertinggi birokrasi. Ada dua jabatan, jabatan politik dan jabatan karir. Sekda adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintah daerah,” tegasnya.
Yustina mengaku, dirinya mempertegas semua itu bukan dalam tujuan kepentingan politik tetapi merupakan panggilan moral. Sebab bagi dia, Pilkada adalah ajang untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.
Pendidikan politik bukan bersifat pragmatis hanya untuk kepentingan kemenangan sesaat pada Pemilu. Tetapi kepentingan untuk mendidik masyarakat dari yang muda sampai yang tua (wan koe etan tu’a) Manggarai.
Cara pandang salah ketiga yang dikritik Yustina adalah pernyataan yang mengatakan bahwa Deno-Madur tidak berbuat. Pernyataan itu menurut dia, cenderung terbalik dengan kondisi lapangan.
“Saya, kalau orang mengatakan kapan keliling Manggarai, saya tidak beritahu tapi saya adalah orang yang tukang jalan keliling Manggarai. Kemarin saya ada di Satarmese tanggal 20 dan 21. Saya tempuh begitu cepat. Jalan sudah bagus sampai di pelosok-pelosok, yang dulu 2010, 2015, saya setengah mati menempuh tempat itu. Kemarin dengan begitu cepat dan begitu lancar, mobil kecilpun bisa sampai di kampung-kampung,” ujarnya.
“Tae data Manggarai ngg’o, neka pali di’a data. Ai itet Manggarai, sake ditet Manggarai, ruku ditet Manggarai, eng eme eng, toe eme toe, di’a eme di’a, daat eme daat. Eme ita di’a lite mai tae dite ga daat hitu. Mai tae data iwon ga, ae eme nggitu ga ganti. Ai ise sua periode pe. Eng pe ta ite, siapapun kalau diberikan dua periode dia akan lanjutkan dan habiskan, tuntaskan semua itu,” tambahnya.
Ia kemudian menyatakan, Deno-Madur adalah paslon yang sangat patut menduduki pimpinan daerah Manggarai sebagai Bupati dan Wakil Bupati.
“Mengapa demikian? Debat publik. Saya di Malang nonton bareng dengan mahasiswa. Saya punya komunitas ngobrol pintar (Ngopi). Bukan kopi perubahan yang ada di sini, tetapi ngobrol pintar. Dan itu saya sudah bentuk beberapa tahun yang lalu. Kami nonton bagaimana gagasan itu digulirkan oleh paket Deno-Madur. Kami bangga punya Bupati Deno-Madur. Kenapa? Seorang pimpinan daerah bergerak, bertindak berdasarkan regulasi. Berdasarkan aturan. Ada nomenklaturnya. Toe ngance nggo ga, nipi wie ho pande diang. Toe nganceng,” ujarnya.
Ia juga mengkritik anggota dewan yang akhir-akhir ini getol mengkritik pemerintahan Deno-Madur. Menurutnya, hubungan legislatif bersama Pemda adalah mitra.
“Jadi eme nggo tae dise gagal Bupati agu Wakil Bupati, kamu juga adalah gagal. Di’a keta tondek koen. Toso ata hia. Saya omong bukan karena saya kampanye. Tidak. Ini adalah ilmunya. Yang saya cerita adalah ilmunya. Semuanya bertanggung jawab. Sehingga tidak bisa kita menjadi Pilatus hanya untuk kepentingan sesaat untuk kepentingan politik,” ujarnya.
Yustina pun mengharapkan agar perbedaan pilihan tidak menghambat langkah untuk tetap mengedepankan pendidikan politik kepada masyarakat Manggarai.
“Mari ase kae, beda pilihan itu biasa. Tapi mari kita memberikan pencerahan dan pendidikan kepada Masyarakat yang menanggap lurus. Jangan bengkok,” ujar Yustina. (VoN)