Borong, Vox NTT- Bupati Manggarai Timur (Matim) Agas Andreas menyatakan, penegasan tapal batas daerah tentu saja tidak mengurangi hak-hak keperdataan dan hak ulayat masyarakat di wilayah perbatasan.
Menurut dia, penegasan batas berfungsi untuk menata wilayah kewenangan administrasi pemerintah daerah. Sehingga setiap daerah otonom memiliki kejelasan dan kepastian hukum terhadap wilayah yang dimandatkan untuk menjadi tanggung jawabnya.
Penegasan tersebut disampaikan Bupati Agas saat menerima Direktur Toponimi dan Batas Daerah Kementerian Dalam Negeri Sugiarto, bersama rombongannya di ruang sidang utama DPRD Matim di Lehong, Senin (14/12/2020) lalu.
Sugiarto bersama rombongan datang ke Matim dalam rangka kegiatan sosialisasi Permendagri Nomor 55 Tahun 2020 tentang Batas Daerah antara Kabupaten Manggarai Timur dengan Kabupaten Ngada, sekaligus sosialisasi penataan kecamatan di kabupaten ujung timur Manggarai itu.
Dalam kesempatan tersebut, Bupati Agas menjelaskan, batas administrasi adalah hal penting bagi pemerintah daerah.
Hal tersebut tentu saja untuk dapat mengetahui batas kewenangan pemerintahan dalam kegiatan pembangunan dan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dikatakan, upaya penyelesaian tapal batas antara Matim dan Ngada telah dimulai sejak tahun 1970. Kala itu, Kabupaten Matim masih menjadi bagian dari Kabupaten Manggarai.
Pada 4 Mei 2019 lalu, jelas Agas, dilaksanakan penandatanganan berita acara kesepakatan penyelesaian tapal batas antara Matim dan Ngada yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi NTT.
Selanjutnya, kata Bupati yang berpasangan dengan Jaghur Stefanus itu, dilaksanakan pemasangan pilar di daerah tapal batas pada 14 Juni 2019.
Pemasangan pilar tersebut dibuktikan dengan penandatanganan prasasti batas wilayah administrasi antara Kabupaten Matim dan Ngada pada 29 November 2019 lalu.
“Bersama Pemerintah Provinsi NTT, Pemda Matim juga telah melaksanakan pembangunan akses jalan dan sarana prasarana di wilayah perbatasan,” imbuh Ketua DPD PAN Matim itu.
Agas juga menyampaikan terima kasih kepada Kemendagri karena telah memfasilitasi dan menerbitkan Permendagri tentang batas daerah antara Matim dan Ngada.
Penerbitan Nomor 55 Tahun 2020 diharapkan akan meminimalisasi kemungkinan terjadinya perbedaan penafsiran, baik yuridis maupun teknis, serta antisipasi terhadap sulitnya kondisi lapangan.
Terpisah, Ketua DPRD Matim Herimias Dupa mengatakan, Permendagri Nomor 55 Tahun 2020 tersebut merupakan bentuk penegasan definitif tapal batas antara Kabupaten Matim dan Ngada.
Dengan definitifnya tapal batas tersebut, maka menurut Dupa bakal mempengaruhi luas wilayah, jumlah penduduk dan data-data potensial yang lain.
Ia pun berharap dengan dikeluarkannya Permendagri ini, pembangunan di wilayah perbatasan tidak akan menjadi masalah, baik yang bersumber dari DAK, DAU, APBD provinsi dan kabupaten.
Senada dengan Dupa, Direktur Toponimi dan Batas Daerah Kemendagri RI Sugiarto mengatakan, dengan dikeluarkannya Permendagri Nomor 55 Tahun 2020, maka tentu saja sudah ada kepastian hukum atas wilayah administrasi Kabupaten Matim dan Ngada. Perbatasan antara dua kabupaten bertetangga tersebut tidak ada lagi yang diragukan. Itu terutama terkait luas wilayah administrasinya.
“Jadi kita ingin melakukan sosialisasi kepada SKPD, DPRD, Camat, Lurah, dan desa untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa sudah secara definitif Menteri Dalam Negeri meletakan Permendagri Nomor 55 Tahun 2020 ini,” ujar Sugiarto.
Setelah sosialisasi Permendagri tersebut, kata dia, masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memiliki tanggung jawab bagi pembangunan di wilayah perbatasan.
“Misalnya, Dinas Dukcapil di mana ada penduduk di perbatasan tinggal di wilayah Manggarai Timur tapi masih memiliki KTP Ngada difasilitasi,” ungkap Sugiarto.
Ia juga menekankan dalam Permendagri Nomor 55 Tahun 2020 ini, selain penegasan batas daerah yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban administrasi pemerintahan, juga memberi penjelasan dan kepastian hukum terhadap batas wilayah suatu daerah yang memenuhi aspek teknis dan yuridis.
Penegasan batas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Permendagri Nomor 55 Tahun 2020, lanjut Sugiarto, tidak menghapus hak atas tanah, kepemilikan aset, hak ulayat dan hak adat pada masyarakat.
“Ini harus dikasih pemahaman dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sehingga mereka paham karena tidak akan menghilangkan hak mereka itu. Dan kita sudah minta pak Bupati untuk memfasilitasi termasuk batas kecamatan, desa, dan kelurahan,” ungkapnya.
Penulis: Filmon Hasrin
Editor: Ardy Abba