Ruteng, VoxNTT – Romo Marsel Hasan, imam Keuskupan Ruteng dituduh telah mengibuli warga miskin di Desa Rego, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat. Tuduhan yang disampaikan Ketua Forum Diskusi Cendekiawan Asal Manggarai-Maumere (FORDICAMM) Pater Alexander Jebadu melalui siaran pers yang diterima VoxNtt.com, Jumat (08/01/21).
Tuduhan tersebut berawal dari gagalnya Romo Marsel memenuhi janjinya untuk menghadirkan listrik bagi warga setempat. Sementara warga harus menanggung utang kredit bank demi membayar pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Micro Hydrolic (PLTMH) yang ditangani Romo Marsel dan Budi, rekannya.
Alexander menjelaskan, pada bulan Maret 2017 lalu, Marsel bersama Budi, seorang teknisi listrik micro hidrolic, berkunjung ke Rego. Setelah melakukan survey potensi di kali Wae Laing, mereka meyakinkan masyarakat bahwa air di kali tersebut layak untuk melistriki wilayah Rego.
Namun, dalam perjalanan proyek tersebut gagal total. Hal itu disebabkan oleh debit air Wae Leming yang tidak bisa mencukupi kebutuhan proyek tersebut. Saat musim kemarau, air harus ditampung selama dua hari untuk bisa menghidupkan turbin PLTMH selama satu jam.
“Padahal waktu promosi awal PLTMH Rego bisa berfungsi sepanjang tahun. Nyatanya, proyek itu tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan di awal,” tulis Alexander.
Romo Marsel dan rekannya diduga sebagai dua rekan bisnis. Mereka diduga telah memanipulasi hasil kajian awal pembangunan proyek tersebut demi kelancaran bisnisnya.
“Kemungkinan besar kedua orang ini sedang memperdagangkan alat-alat PLTMH dan sedang mencari keuntungan bagi mereka sendiri dan demi keuntungan bisnis ini keduanya berani memanipulasi hasil survei Wae Leming di Rego,” jelas Alexander.
Selain gagal total, proyek tersebut menyebabkan warga miskin di Desa Rego dililit utang. Untuk membiayai proyek tersebut, 160 kepala keluarga (KK) di desa itu harus mengajukan kredit bank sebesar Rp524.700.000. Tiap KK menanggung beban kredit sebesar Rp3.400.000 yang dicicil selama 29 bulan dengan nilai sekitar Rp125.000 perbulan.
Berutang ke bank, awalnya tak disetujui warga karena kondisi ekonomi mereka memprihatinkan. Namun, besarnya kerinduan warga akan penerangan listrik dan pinjaman bank sebagai satu-satunya solusi pembiayaan proyek tersebut, warga pun terpaksa setuju.
Apalagi Romo Marsel berjanji, akan ada sejumlah donatur yang akan membantu sehingga beban cicilan warga dipermudah. Selain itu, untuk mempermudah cicilan, warga dipekerjakan sebagai buruh proyek tersebut. Upah sebesar Rp50.000 perhari tidak dibayar langsung tetapi langsung dipotong sebagai cicilan kredit oleh pihak bank.
Namun, hingga proyek diselesaikan, janji-janji Romo Marsel tidak terealisasi. Masyarakat tak menikmati listrik, sementara mereka harus menanggung utang bank dan kerugian lainnya berupa upah kerja yang tak dibayar hingga swadaya berupa tenaga dan material yang dikorbankan demi proyek tersebut.
Vox NTT berupaya untuk mewawancarai Romo Marsel. Pertanyaan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp pada Sabtu (9/1/2021) tak dijawab. Hanya terlihat centang biru pertanda pesan yang dikirim telah dibaca.
Penulis: Igen Padur
Editor: Yohanes