Labuan Bajo, Vox NTT- Pembina Himpunan Mahasiswa Manggarai Barat (HIPMMABAR) Jakarta, Yosef Sampurna Nggarang, meminta Kejaksaan Tinggi NTT agar tidak boleh terpengaruh oleh intrik para mafia tanah di balik pengusutan status kepemilikan lahan Keranga/Toro Lema Batu Kallo, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
Nggarang mengatakan, polemik lahan Keranga/Toro Lema Batu Kallo menyeret sederet nama beken dari ibu kota Jakarta.
Hal ini tentu saja sudah menjadi pusat pemberitaan media lokal bahkan nasional selama empat bulan terakhir.
Pemberitaan media terkait obyek lahan Keranga seluas 30 Ha ditengarai sebagai aset Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Pemkab Mabar).
Meski begitu, kata Nggarang, sebagian lahan Keranga diduga sudah bersertifikat dan beralih menjadi milik pribadi beberapa orang.
Sedangkan sebagian yang lainnya diduga sudah dikavling- kavling, dijual ke group pengusaha besar dan ke mantan petinggi di Jakarta.
Untuk diketahui, oleh pemerintah pusat, kawasan ini sudah didesain sebagai kawasan pariwisata. Namanya, Kawasan Pariwisata Wae Cicu.
Di kawasan ini sederet hotel bintang lima dan beberapa resort sudah dibangun. Itu di antaranya: Ayana Hotel, Mohini Resort, Plataran Resort, dan Eden Beach.
Tidak jauh dari lahan Keranga, yaitu daerah Batu Gosok sudah berdiri lama Kotex Puri Komodo. Dalam waktu tidak lama lagi akan dibangun hotel bintang lima oleh salah satu group pengembang besar dari Jakarta.
Nggarang mengatakan, untuk mendukung pembangunan di Kawasan Pariwisata Wae Cicu, pada Maret 2020 Pemerintah Pusat menggelontorkan APBN lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp19.577.193.000,00 (Sembilan belas miliar lima ratus tujuh puluh tujuh juta seratus sembilan puluh tiga ribu rupiah).
Anggaran miliar ini untuk mengaspal jalan di jalur Kawasan Pariwisata Wae Cicu. Kondisinya menjadi salah satu jalan aspal terbaik untuk sebuah daerah kabupaten.
Menurut Nggarang, pembangunan jalan ini untuk sementara memang belum berdampak sebagai nilai tambah terhadap ekonomi masyarakat. Tetapi paling tidak berdampak bagi pemilik lahan sekitar jalur ini yaitu valuasi harga tanah langsung naik.
“Inilah bentuk nyata perhatian dari Presiden Jokowi untuk kemajuan Manggarai Barat,” ujar Nggarang dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin (11/01/2021).
Penegakkan Hukum Kunci Kepastian Investasi
Menurut Nggarang, perhatian Presiden Jokowi tentu saja bakal tidak berarti jika sengkarut persoalan agraria di Labuan Bajo tidak dituntaskan.
“Ini terjadi sudah bertahun- tahun, selama itu pula publik berharap dan menunggu kapan persoalan ini diatasi?” tukas Sekjen Pergerakan Kedaulatan Rakyat itu.
Beruntung Kajati NTT Dr. Yulianto, kata dia, merespon persoalan ini, yaitu dengan mengusut lahan Keranga seluas 30 Ha sebagai pintu masuk. Yang mana sebagian lahan ini sudah disertifikat dan sebagian yang lainnya sudah dikavling- kavling.
Karena itu, Kejati NTT masuk untuk mengusut dugaan pengalihan aset tanah Pemkab Mabar tersebut.
Menurut Kajati NTT, kata Nggarang, pengalihan aset tanah ini berpotensi negara mengalami kerugian 3 triliunan rupiah.
Angka kerugian yang sangat fantastis, apalagi untuk ukuran sebuah daerah kabupaten.
Mendengar sebutan nilai angka kerugian triliunan, tentu banyak publik kaget dan penasaran termasuk Benny Soesatyo dengan label Sekretaris Dewan Nasional Setara Institut di Jakarta.
Dia tiba- tiba ikut mengomentari persoalan ini. Publik pun tentu saja kaget.
“Komentar Benny entah media salah kutip atau benar adanya di media (JPNN 10/1/2021) sebagai berikut,” Kejaksaan kurang teliti dalam hal hukum adat perihal kepemilikan Tanah Toro Lemma,” kata Nggarang, mengulang kembali pernyataan Romo Benny sebagaimana dilansir media massa.
Pernyataan Pastor Benny membuat Nggarang dan publik kaget sembari senang.
Ia mengaku senang karena Benny menguasai hukum adat perihal Tanah Toro Lemma.
Andaikan menguasai hukum adat ini, Benny bisa memberi keterangan ke penyidik akan lebih menarik dan akan menjadi terang persoalan ini.
“Lantas maukah Benny memberi keterangan terkait hal yang dia kuasai prihal hukum adat tanah Toro Lemma?” tukas Nggarang.
“Lalu pernyataan berikutnya, secara akal sehat, kata Romo Benny, apa yang dikatakan Kajati itu patut dipertanyakan karena tampaknya tidak ada tanah di Labuan Bajo yang strategis sekalipun berharga sekitar 10 juta per meter,” imbuhnya.
Nggarang mengaku kembali kaget karena Benny mempertanyakan nilai harga tanah 10 juta. Hal ini, lanjut dia, mengandaikan bahwa Benny sudah tahu pasaran harga tanah di Labuan Bajo.
Sebagai putra asli Mabar, Nggarang pun mengajak Benny agar berpikir lebih jauh kalau memang peduli dengan kabupaten ujung barat Pulau Flores itu. Tidak saja pada harga nilai tanah semata dan juga mempertanyakan soal kesahihan angka kerugian triliunan yang dipaparkan Kejati NTT.
“Agar obyektif, kita mesti sedikit bersabar menunggu hitungan nilai kerugian dari lembaga resmi negara,” tegasnya.
Sambil menunggu Kejati NTT, kata dia, diharapkan semua pihak harus ikut mengawal proses yang sedang berjalan.
Hal itu agar Kejati NTT tetap on the track dan transparan dalam mengungkapkan polemik ini.
“Yang mengatakan Kejaksaan hanya mencari sensasi dan gaduh itu bisa dianggap sebuah reaksi yang berlebihan karena tidak menyangka persoalan ini di usut oleh penegak hukum (Kejaksaan) dan saya menduga orang tersebut bagian dari status quo atau mungkin diboncengi oleh kepentingan segelintir orang yang tetap ingin menguasai dan memiliki tanah 30 Ha tersebut,” pungkas Nggarang.
“Soal ini biarkan waktu yang menjawab. Dan untuk Kejaksaan jangan goyah terkait komentar- komentar seperti ini, maupun ancaman yang terkesan sangat reaktif , tetap tegak pada jalur penegakkan hukum,” imbuhnya.
Nggarang menambahkan, sejauh ini, baik publik maupun investor sangat mendukung langkah Kejati NTT untuk mengusut tuntas persoalan ini.
Dukungan dari investor dibuktikan dengan sudah menyerahkan sekian sertifikat yang sudah terbit di atas lahan tersebut.
Sedangkan bentuk dukungan publik adalah memberikan informasi sejauh yang publik ketahui, mendengar dan mengalami.
“Mungkin itulah mengapa saksi yang diperiksa oleh penyidik sampai 102 orang. Juga untuk mereka yang koar- koar selama ini bahwa Tanah Keranga atau Toro Lemma Batu Kalo tidak masuk dalam inventaris penyerahan aset saat pemekaran tahun2003, jangan mengingkari dan menutupi ini,” tegas Nggarang.
Dia menambahkan, penyerahan aset Tanah Keranga/Toro Lemma Batu Kallo memang tidak terjadi tahun 2003, tetapi terjadi pada tahun 2005, dalam satu bundle dokumen Berita Acara Serah Terima Hasil Klarifikasi P3D antara Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat NO.PEM.115//30a/I/2005.
Dokumen berita acara ini tidak hanya menerangkan soal penyerahan aset lahan Keranga/Toro Lemma Batu Kallo, tetapi memuat penyerahan aset lainnya, yaitu aset Pantai Pede.
Dikatakan, lahan Keranga menerangkan beberapa poin surat, yakni Surat pelepasan hak atas tanah (asli 4 berkas), Kwitansi panjar dari uang ganti rugi tanah (asli 4 lembar), Surat legalisasi (asli 4 lembar), dan Kwitansi uang ganti rugi tanah komunal/tanah adat yang terletak di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat dengan nilai uang sebesar Rp10.000.000 (5 lembar).
Surat berita acara P3D ini ditandatangani oleh Bupati Drs. Anton Bagul Dagur sebagai Bupati Manggarai, Ongge Yohanes sebagai Ketua DPRD Manggarai, Pjs. Bupati Manggarai Barat Drs. Djidon De Haan, MSi, dan Matius Hamsi sebagai ketua DPRD Manggarai Barat.
“Semua pertanyaan dan keraguan sebagian orang terkait persoalan ini, saya meyakini akan terjawab pada waktu dan tempat yang tepat,” ujar Nggarang.
Publik mendorong Kejaksaan dalam mengusut persoalan ini tidak hanya sekadar untuk mengembalikan lahan 30 Ha ini ke Pemkab Mabar, tetapi hal lain adalah memastikan penegakkan hukum berjalan dan harus ada efek jera bagi semua pelaku yang terlibat. Dengan begitu, maka tentu saja ada kepastian investasi di daerah itu.
Nggarang menegaskan, bila tidak ada penegakkan hukum, maka para pelaku akan terus menggunakan cara- cara kotor dan mereka merasa cara ini legal, padahal itu tindakan ilegal.
Karena itu tidak ada orang, pengusaha atau investor yang mau mendukung cara-cara kotor tersebut. Terkecuali mereka yang punya niat jahat yang hanya ingin mendapat keuntungan sesaat untuk pribadi maupun kelompok. Cara kotor itu membuat investor dan publik rugi dan cara ini menghambat perubahan.
Bisa dibayangkan, lanjut dia, investor membeli tanah dengan harga miliaran, saat beli merasa tidak ada masalah. Lalu tanah yang sudah dibeli itu investor bisa membangun hotel megah dengan anggaran berapa kali lipat dari harga tanah. Kemudian hotel sudah dibangun dan sudah operasi, tiba- tiba ada yang gugat, proses hukum masuk ke pengadilan negeri, banding ke Pengadilan Tinggi (PT) sampai tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
“Putusan inckrah keluar, lalu selesai? Tidak! Yang kalah cari celah lapor pidana ke Kepolisian, proses pidana berjalan lalu sidang di Pengadilan Negeri, banding ke PT, dan sampai Kasasi MA. Jadi inilah rantai pembelian tanah di Labuan Bajo, begitu panjang,” tegasnya.
Hal ini menurut dia, yang membuat sengkarut persolan agraria di Labuan Bajo sudah seperti virus. Biaya beli tanah dan ongkos perkara yang dikeluarkan begitu besar baik uang, tenaga, pikiran dan waktu.
“Lantas situasi dan keadaan yang seperti ini yang kita mau dan harus dipertahankan? Rasanya tidak!” tukas Nggarang.
Nama Labuan Bajo Mendunia
Dalam rilisnya pula, Nggarang menjelaskan nama Labuan Bajo sudah mendunia. Hal ini tentu saja berkat keindahan alam dan keberadaan binatang purba Komodo, sehingga Labuan Bajo dilabeli daerah pariwisata super premium.
Label ini akan kuat bila salah satu persoalan yaitu persoalan agraria bisa dituntaskan. Bila tidak, maka dia akan menjadi seperti virus yang merongrong ‘tubuh’ super premium itu dan melamahkan ‘sendi-sendi’ investasi bidang pariwisata.
“Maka yang rugi adalah umat Romo Benny yang ada di NTT bahkan Indonesia, mereka tidak menikmati ‘kue’ ekonomi dari pariwisata super premium ini, karena investor ragu bahkan enggan berinvestasi di daerah atau tanah yang bermasalah,” tandasnya.
Sebab itu, kehadiran Kejaksaan menjadi sangat penting untuk menjawab keraguan dari para investor atas banyaknya masalah tanah.
Tugas Kejaksaan harus didukung agar bisa melawan virus yang menghambat investasi yaitu dengan penegakkan hukum. Kemudian, sangat adil untuk masyarakat apabila soal ini segera teratasi, supaya investasi masuk, lapangan kerja pun tersedia.
Dengan begitu umat atau rakyat NTT tidak perlu menjadi TKI atau merantau ke daerah lain, karena lapangan kerja tersedia di daerah sendiri.
“Bukankah ini bagain dari nilai keutamaan publik? Kita harus berbuka hati, sebenarnya, inilah yang sedang dikerjakan oleh Kejaksaan NTT sekarang, mari kita dukung dan kawal supaya persoalan agraria di Labuan Bajo yang seperti lembah kegelapan ini segera mendapatkan sinar, dengan begitu kita mencegah, mengutip Romo Benny “Jangan sampai melukai rasa keadilan” kita semua, bukan begitu Romo? Ya, Keranga: kenyataan yang harus dikabarkan,” tutup Nggarang.
Penulis: Ardy Abba