Borong, VoxNtt.com-Keluarga besar menilai janggal atas penetapan tersangka Yuvensius Supardi alias Sius dalam kasus penyerobotan lahan dan dugaan penganiayaan di Lingko Lando Desa Lembur, Kecamatan Kota Komba.
Adris Harapan, perwakilan keluarga, Jumat 05 Februari menjelaskan, Yuvensius Supardi alias Sius tidak ada di lokasi saat adu mulut dan pengusiran RJ oleh Fenansius Apolo selaku pemilik tanah.
“Kan janggal jika Sius jadi TSK. Dia ada di lokasi, saat adu mulut selesai terjadi. Mana bisa jadi TSK ?,” keluh Adris.
Menurutnya, status Sius sebagai TSK dibantah juga oleh Rius Tomi, yang saat kejadian perkara ada di lokasi.
“Saat kejadian itu, Fenansius Apolo dan Rius Tomi yang ada di TKP. Usai adu mulut baru Sebastianus Batu dan Sius itu datang,” ujarnya.
Baca: Kasus Tanah Lingko Lando, Staf Ahli Bupati Matim: Saya Terlibat Demi Memediasi Perdamaian
Seharusnya, kata Adris, yang dipanggil itu Rius Tomi, selaku saksi kunci yang ada saat kejadian.
“Kenapa polisi tetapkan Sius sebagai TSK. Sedangkan pemanggilan saksi itu, Rius tidak dipanggil, ini yang buat kami keberatan,” katanya.
Janggal
Adris menjelaskan, atas kejadian ini keluarga merasa dirugikan karena Fenansius Apolo meninggal dunia mendadak akibat kasus tersebut.
Menurutnya, ada beberapa kejanggalan yang terjadi yakni, Pertama, tidak ada barang bukti pada saat pemeriksaan pertama. Barang bukti baru muncul saat pemeriksaan kedua dan Sius langsung ditetapkan sebagai TSK.
Kedua, Penyidik Polsek Waelengga diduga tidak melakukan olah TKP. Hal itu diperkuat oleh keterangan Desa dan RT yang tidak mendapat pemberitahuan sama sekali.
Baca: Staf Ahli Bupati Matim Diduga Terlibat dalam Kasus Serobot Lahan di Lingko Lando
Ketiga, penetapan Sius dinilai buru-buru, karena Penyidik dengan alasan meminta Sius dan Fenansius untuk pesiar ke Ruteng dan penandatanganan Surat Perintah Penahanan dilakukan dalam mobil penyidik di perjalanan.
Keempat, penyidik pada saat upaya mediasi damai di rumah RJ di Kisol tidak menegaskan bahwa upaya damai atas laporan kasus penganiyaan bukan penyerahan tanah Fenansius ke Pihak RJ.
Kelima, sambungnya, ada kejanggalan di tanggal surat pemanggilan dan panggilan kedua dan ketiga hanya dilakukan melalui sambungan seluler.
Pada SP pertama tertanggal 03 Mei 2020, padahal kejadian pada Tanggal 25 Mei 2020.
Keenam, Surat panggilan menghadap tertanggal 06 Mei 2020, sementara laporan polisi baru dilakukan pada Tanggal 23 Mei 2020.
Ketujuh, SP hanya ada dua tertanggal 03 Mei dan 05 September 2020, sedangkan panggilan lain hanya melalui telepon seluler.
Kedelapan, Adelina Semina dan Hironimus Goring tidak ada di lokasi kejadian, tapi mendapat Surat Panggilan tertanggal 05 September 2020. Menurut keluarga, jika LP pidana, maka seharusnya yang minta sebagai saksi adalah orang-orang di lokasi kejadian.
Diadukan ke Propam Polda NTT
Adris mengaku, keluarga besar yang berada di Kupang sementara merampungkan bukti dan berkas lain, agar mengadukan penyidik Polsek Waelengga ke Propam Polda NTT.
“Kami curiga karena Sius SDM-nya terbatas dan takut berurusan dengan polisi, maka mau-mau saja tanda tangan berkas itu. Polisi tidak boleh terkesan menakutkan. Kebenaran harus betul-betul jadi juru kunci oleh bukti dan keterangan saksi. Kami merasa dirugikan. Saudara kami meninggal dunia akibat masalah ini. Kami mau keadilan betul ada,” katanya.
“Jangan karena kami miskin dan tidak sekolah, makanya jadi korban hukum,” sambungnya.
Menurutnya, tidak hanya pelaporan penyidik pihak keluarga dan tetua adat, juga akan melaporkan dugaan penyerobotan lahan karena kebun tersebut merupakan tanah ulayat.
“Semua orang yang terlibat, akan kami laporkan,” pungkasnya.
Hingga Jumat 05/02 Sore, VoxNtt.com berusaha menghubungi Penyidik Polsek Waelenga, Simson Bang namun tidak direspon.
VoxNtt.com sudah menanyakan soal waktu kegiatan Olah TKP, tapi belum dijawab. Hingga Sabtu 06 Februari Simson belum merespon.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J