Oleh: Siprianus Edi Hardum
Salah satu berita yang menghebohkan Tanah Air dalam beberapa hari belakangan ini adalah bahwa bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Orient P Riwu Kore ternyata warga negara asing, yakni Amerika Serikat (AS).
Ketua Bawaslu Sabu Raijua Yugi Tagi Huma sebagaimana dikutip sejumlah media mengatakan, pihak Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Jakarta sudah membenarkan bahwa Orient P Riwu Kore masih berkewarganegaraan AS.
Konfirmasi dan jawaban Kedubes AS itu berdasarkan pertanyaan dari Bawaslu Sabu Raijua bahwa apa benar Orient P Riwu Kore warga negara AS. Sayang Kedubes AS belum menjawab, KPUD Sabu Raijua telah menetapkan pasangan calon Orient P Riwu Kore – Thobias Uly sebagai pemenang Pilkada Sabu Raijua tahun 2020. Pasangan Orient-Tobias diusung oleh Partai Demokrat dan PDIP.
Orient-Uly meraih 48,3% suara sah berdasarkan hasil rekap akhir KPU Sabu Raijua. Mereka mengalahkan dua pasangan lain, yakni pasangan petahana Nikodemus N RihiHeke-YohanisYly Kale dan pasangan Takem Irianto Radja Pono-Herman Hegi Radja.
Pihak Kementerian Dalam Negeri menerangkan bahwa Orient memiliki Kartu Tanda Penduduk dan Paspor Indonesia dan juga memiliki Paspor AS.
Dipayungi Hukum
Pemilihan kepala daerah termasuk Bupati dan Wakil Wali Kota di Indonesia dipayungi peraturan perundang-undangan, yakni undang-undang (UU) dan aturan turunannya.
Pemilihan kepala daerah di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (UU Pilkada).
Pasal 7 UU a quo menyebutkan persyaratan untuk menjadi Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan antara lain bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia kepada Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ketentuan Pasal 7 UU tersebut ditegaskan dan dijabarkan lagi dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas PKPU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota; dimana dalam Pasal 4 ayat (1) menyebutkan, warga Negara Indonesia dapat menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota dengan memenuhi persyaratan anatar lain bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Membaca ketentuan pidana UU Pilkada di atas, maka Orient patut diduga melanggar UU Pilkada, antara lain, pertama, Pasal 181 yang berbunyi,”Setiap orang yang dengan sengaja dan mengetahui bahwa suatu surat adalah tidak sah atau dipalsukan, menggunakannya, atau menyuruh orang lain menggunakannya sebagai surat sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan [tiga tahun-red] dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan [enam tahun-red] dan denda paling sedikit Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.
Kedua, Pasal 185, yang berbunyi,”Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung bakal Calon perseorangan Gubernur, bakal Calon perseorangan Bupati, dan bakal Calon perseorangan Walikota, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan [satu tahun-red] dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan [tiga tahun-red] dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.
Didiskualifikasi dan Diseret ke Muka Hukum
Berdasarkan itu, penulis berpendapat Orient harus didiskualifikasi sebagai Bupati terpilih; dan yang dilantik sebagai Bupati adalah wakilnya. Selanjutnya KPUD setempat segera memproses Orient secara hukum pidana dan perdata. Secara pidana ia telah melanggar UU Pilkada sebagaimana disebutkan di atas juncto Kitab Undang-undang Hukum Pidana soal penipuan.
Sedangkan secara Perdata ia telah melakukan perbuatan melawan hukum. Secara perdata, sebagian harga disita mengganti kerugian para pendukung yang diduga telah ditipunya.
Diduga Intelijen Negara Asing
Mengapa Orient harus didiskualifikasi dan diminta pertanggungjawaban hukum? Pertama, cegah terjadi preseden buruk ke depan. Kalau Orient tetap dilantik sebagai Bupati, maka bukan tidak mungkin terjadi hal yang sama ke depan, bisa di Kabupaten Sabu Raijua, bisa di daerah lain di Indonesia. Kalau itu terjadi, Indonesia sebagai negara berdaulat benar-benar tidak berwibawa.
Dalam konteks ini, saya menduga Orient ialah intelijen negara AS atau negara lain. Bagi yang membaca kisah intelijen hebat dunia seperti Mosad, tentu sepakat dengan dengan dugaan saya ini. Sebut saja, intelijen Israel yang bernama Eliyahu Ben-Shaul Cohen atau Eli Cohen.
Eli Cohen dengan nama samaran ketika berdiam di Suriah, Kamel, hampir diangkat menjadi Wakil Menteri Pertahanan, Suriah. Eli Cohen masuk ke Suriah melalui Argentina. Di Argentina ia memperkenalkan diri sebagai warga Suriah. Kemudian ia pindah dari Argentina ke Suriah dan menetap di Suriah. Tertahun-tahun Eli Cohen bekerja sebagai mata-mata Israel di Suriah. Berkat informasinya, semua “isi perut” Suriah diketahui Israel. Dengan itulah serangan Suriah ke Israel selalu gagal, namun serangan sebaliknya membuat Suriah babak belur.
Eli Cohen belakangan ketahuan sama Suriah. Akhirnya, Eli Cohen yang dianggap Pahlawan di Israel sampai sekarang itu, dihukum gantung sama Suriah, tahun 1968.
Atau Intelijen Unisoviet bernama Benyamin yang hampir diangkat menjadi salah satu penasehat Perdana Menteri pertama Israel, David Ben Gurion. Kepala Intelijen Israel, Isser Harel beberapa kali mengingatkan David Ben Gurion agar tidak lekas percaya dengan Benyamin. Isser Harel mencurigai Benyamin dari sorotan matanya.
Suatu malam, Isser Harel bersama sejumlah anak buahnya membekuk Benyamin di sebuah restoran di Tel Aviv. Setelah diselidiki, Benyakin ialah mata-mata Rusia yang hendak melumpuhkan Israel. “Malam Tuan Perdana Menteri. Penasehat Tuan bernama Benyamin telah kami tangkap, ia benar-mata mata-mata Unisoviet”. David Ben Gurion kaget dan malu kepada Isser Harel, dan berkata,”Baik, laksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku”.
Benyamin diadili dan dijeblos ke penjara Israel. Tidak lama dalam penjara, Benyakin meninggal dunia dan diberitakan secara resmi ia mengalami serangan jantung.
Mengacu pada kisah nyata intelijen seperti itu, saya menduga kuat Orient ialah mata-mata negara Asing terutama AS di Indonesia. Saya pun menduga Archandra Tahar, mantan Menteri ESDM RI waktu ialah mata-mata asing terutama AS. Supaya tidak terjadi perseden buruk, maka Orient harus dimintai pertanggunjawaban hukum.
Kedua, demi tegaknya hukum. Ada tiga tujuan hukum harus ditegakkan, dan tiga tujuan ini saling kait (Sudikno Mertokusumo, 2008: 160).
(1) Hukum ditegakkan untuk kepastian hukum (rechtssicherheit). Artinya, hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan tanpa pandang bulu (equality before the law).
Setiap anggota masyarakat tentu mengharapkan hukum diterapkan dalam setiap kejadian atau peristiwa konkrit dan nyata. Setiap orang mengharapkan bagaimana hokum harus berlaku. Antara teori (das sollen) harus sama dengan dengan praktiknya (das sein).
Hukum tidak boleh menyimpang. Sehingga ada adegium Fiat Justitia et Pereat Mundus, walaupun dunia runtuh hukum harus ditegakkan.
(2) Hukum ditegakkan untuk kemanfaatan bagi masyarakat (zweckmassigkeit). Setiap anggota masyarakat pasti mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakkan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakan timbul keresahan di dalam masyarakat.
Jeremy Betham, penganut Teori Utilistis (Betham, 2019 :129), menegaskan, rasa aman yang merupakan tujuan paling hakiki dari hukum sebagai syarat-syarat ekspektasi. Tanpa hukum, tidak ada rasa aman, dan tanpa rasa aman maka nilai-nilai kelangsungan hidup, kemakmuran dan kesetaraan tidak akan dapat tercapai.
Menurut Betham, rasa aman itu sendiri tercapai karena karena terpeliharanya ekspektasi. Ekspektasi adalah firasat yang memberi setiap warga negara kekuatan untuk membentuk sesuatu rencana perilaku umum yang menjamin bahwa rangkaian momen yang membentuk kehidupan bukan titik-titik yang saling terpisah dan independen, melainkan menjadi bagian-bagian dari suatu keseluruhan yang saling berhubungan.
Betham menegaskan, hukum harus diketahui semua orang, konsisten dan pelaksanaannya jelas, sederhana dan ditegakkan secara tegas. Persyaratan yang terpenting adalah hukum harus didasarkan pada prinsip manfaat. Setelah itu, masing-masing syarat dipenuhi sebagai sesuatu yang sudah semestinya.
Penegakkan hukum harus memberikan rasa aman dan nyaman dalam masyarakat. Di sinilah masyarakat dari penegakkan hukum adalah memberikan efek jera kepada pelaku serta mencegah bagi anggota masyarakat lainnya untuk melakukan kejahatan yang sama atau yang dianjurkan oleh si pelaku kejahatan.
(3) Hukum ditegakkan untuk keadilan (gerechtigkeit). Artinya, hukum ditegakkan untuk memberikan rasa adil kepada masyarakat.
Bolehhah Orient beralasan, berkeinginan membangun kampung halaman, tetapi mengapa sejak awal tidak jujur bahwa Anda masih warga AS? Indonesia adalah negara hukum, sama seperti AS. Orient layak dimintai pertanggungjawaban hukum Orient dan oleh karena itu, demi wibawa negara Indonesia sebagai negara hukum, Orient tidak layak menjadi bupati. Maaf!!
Penulis adalah Alumnus S2 Ilmu Hukum UGM, Praktisi Hukum dan anggota Ikatan Sarjana Katolik Indonesia; tinggal di Jakarta