Borong, Vox NTT-Akhir 2020 lalu, keluarga Yan Salim masuk dalam fase kepayahan. Ia bingung bagaimana lagi cara untuk menopang ekonomi keluarganya.
Dampak pandemi Covid-19 sangat terasa di keluarga asal Lompong, Desa Golo Lembur, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur itu. Sumber-sumber pendapatannya mulai berkurang. Lapangan pekerjaan pun semakin susah didapatkan. Apalagi ia hanya seorang petani miskin, yang sumber penopang ekonomi keluarga hanya menjadi buruh.
Meski keluarganya mendera kala itu, namun Salim tidak putus asa. Ia terus mencari pekerjaan hanya sekadar bertahan hidup. Tidak lama berselang, kabar gembira menghampirinya.
Salim diajak pria bernama Agus, sub kontraktor proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda. Ia diajak untuk bekerja pada proyek senilai Rp964.976.049,61 itu.
Setelah diajak, Salim pun mulai meninggalkan keraguan. Hatinya berbunga-bunga karena tidak lama lagi, ekonomi keluarganya kembali pulih dengan bekerja di proyek tersebut sebagai buruh kasar.
Tidak pakai waktu lama, Salim pun mencari warga yang lain untuk ikut bekerja dengannya, sebagaimana diminta Agus. Sebagian warga memilih pekerjaan menyiram kerikil dan cairan aspal. Sementara Salim dan lima temannya memilih bekerja pada pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT).
Sebelum bekerja Salim dan Agus bersepakat dibandrol dengan harga Rp150.000 per meter kubik. Salim dan teman-temannya pun semangat bekerja karena harga upah mereka dinilai cocok.
Ia dan teman-temannya tidak hitung lagi berjalan kaki puluhan kilometer dari Kampung Lompong menuju lokasi proyek yang terletak di Desa Golo Nimbung. Mereka keluar rumah sekitar pukul 05.00 Wita setiap hari kerja.
Salim mengaku, mereka bekerja tiga titik TPT. Total uangnya diperkirakan mencapai 20-an juta lebih.
“Memang belum diukur semua tiga titik itu. Tapi kami pekerja, bisa tahu perkiraannya sekitar 20-an juta lebih,” kata Salim kepada VoxNtt.com, Sabtu (13/02/2021) malam.
Setelah gambaran angka uang itu muncul di kepala Salim, ia pun mulai memikirkan pembelajaan prioritas agar keluarganya bisa bertahan hidup. Salah satunya ialah beras untuk kebutuhan makanan.
Sayangnya, gambaran dan asa itu semu. Harapan mendapatkan uang di balik “keringat” mereka ternyata tidak berbuntut mulus. Tenaga mereka hanya dibalas dengan rasa kecewa. Pasalnya, sudah dua bulan setelah pekerjaan selesai, hingga kini uang mereka tidak kunjung dibayar kontraktor.
Salim sendiri mengaku bingung mengadu ke siapa atas ulah CV Oase, kontraktor pelaksana yang tidak kunjung membayar upah mereka.
Lapen Rusak Parah
Tidak hanya soal upah pekerja, fakta miris yang meyelimuti proyek tersebut ialah kondisi lapisan penetrasi macadam (lapen) yang tampak rusak parah. Padahal, proyek baru saja selesai dikerjakan akhir 2020 lalu.
Pantauan VoxNtt.com, Jumat (12/02/2021) lalu, proyek lapen tersebut sudah rusak di beberapa titik.
Kerusakan paling parah terdapat di beberapa pendakian dan tikungan. Di titik ini aspal sudah rusak dan pecah-pecah.
Konstruksi batu kerikil yang direkat dengan semen aspal tampak sudah terkupas. Bahkan, di tengah badan jalan tampak berlubang.
Tidak hanya itu, tampak satu TPT yang tidak dilanjutkan pengerjaannya. Sementara sebagaian yang lain sudah selesai dibangun setinggi badan jalan.
Parahnya, di lokasi proyek tidak ditemukan papan informasi. Padahal papan informasi proyek penting dipajang. Hal itu agar publik bisa mengakses informasi seputar proyek yang sedang dikerjakan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Manggarai Timur, Ibrahim Mubarak, mengatakan, proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) sudah selesai dikerjakan dan masuk pada masa pemeliharaan.
Terkait kondisi aspal yang rusak, Ibrahim menegaskan, kontraktor masih mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya selama masih dalam masa pemeliharaan selama satu tahun ke depan.
“Kerusakan yang terjadi masih menjadi tanggung jawab dari kontraktor dan itu jelas tertuang dalam kontrak,” tegas Ibrahim saat dihubungi melalui pesan WhatsApp-nya, Sabtu (13/02/2021).
Secara umum pekerjaan kontruksi, jelas dia, diuji atau dihitung secara kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan terkait, papan informasi yang tidak terpasang di lokasi proyek menurut Ibrahim, karena sudah lewat masa kontruksinya.
“Kecuali msh dalam proses konstruksi atau konstruksi dalam pekerjaan (KDP), itu wajib terpasang,” imbuh Ibrahim.
Sementara itu, Direktur CV Oase Karolus Ndoi Jewaru menjelaskan, awalnya proyek tersebut bukan berada di Desa Golo Nimbung melainkan di Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda.
Di lokasi awal dalam rancangannya, kata dia, ada tembok penahan tanah termasuk lapen dan bakal digarap dengan nomenklatur rehabilitasi.
Namun demikian, jelas Karolus, dalam perjalanan ada perubahan dari Dinas PUPR Manggarai Timur yakni lokasi proyek ada di Desa Golo Nimbung. Hal itu dikarena dalam nomenklatur ada segmen dan peningkatan.
“Karena di situ peningkatan, ada telford, saya ajukan keberatan kemarin kalau ada tembok penahan. Uangnya tidak pas,” jelas Karolus melalui sambungan telepon, Sabtu malam.
Sebab itu, CV Oase berkosentrasi pada peningkatan jalan dari telford ke lapen untuk memenuhi jangkauan, sesuai kebijakan Pemda Manggarai Timur 10 km/kecamatan.
Menurut dia, jika memaksa harus membuat TPT, maka bisa berdampak pada volume jalan berkurang.
“Tapi kalau ada sisa dana maka bisa buat TPT,” imbuhnya.
Ia berjanji akan memperbaiki kerusakan jalan tersebut, karena saat ini memang masih dalam masa pemeliharaan dan masih menjadi tanggung jawabnya sebagai rekanan.
Soal Upah
Karolus mengaku pihaknya sudah memberitahukan kepada Agus, sub kontraktor bahwa memang ada pembangunan TPT, tetapi menunggu dana sisa.
Setelah koordinasi tersebut kemudian bersepakat untuk konsentrasi ke pekerjaan lapen.
Belakangan entah mengapa Agus menyuruh masyarakat sekitar membuat TPT. Karolus sendiri mengaku tidak mengetahui kesepakatan antara Agus dan pekerja dalam membangun TPT tersebut.
“Akhirnya sampai di tengah perjalanan kami bingung, tiba-tiba ada tembok penahan, dari mana?” tukas Karolus.
Sejauh ini, lanjut dia, sebenarnya proyek tersebut masih menjadi tanggung jawab Agus sebagai sub kontraktor.
Pihak Karolus kemudian mengambil alih pekerjaan tersebut karena selama tiga minggu sebelumnya, tidak kamajuan pekerjaan fisik di lapangan.
Padahal uang, kata dia, sudah diterima Agus. Sedangkan uang pekerjaan TPT, Karolus menimpal bahwa hal itu merupakan kesepakatan Agus dan pekerja. Termasuk dirinya pun merasa tertipu oleh ulah Agus.
Sebab itu, ia berjanji bakal menempuh jalur hukum, jika persoalannya bersama Agus tidak bisa diselesaikan. Apalagi, kata dia, sudah ada kesepakatan hukum antara dirinya dengan Agus sebagai sub kontraktor.
Sementara itu, hingga berita ini dirilis Agus belum berhasil dikonfirmasi VoxNtt.com.
Penulis: Ardy Abba