Mbay, Vox NTT – Kejaksaan Negeri Ngada terus mengusut dugaan korupsi dana tanggap darurat bencana senilai Rp 3 miliar di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Nagekeo tahun 2019.
Kepala Kejaksaan Negeri Ngada Ade Irawan yang ditemui VoxNtt.com di ruang kerjanya pada Rabu, 10 Februari 2021 lalu mengatakan proses hukum kasus tersebut telah ditingkatkan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.
“Untuk BPBD, posisinya saat ini, kita sudah minta ke BPKP untuk melakukan perhitungan. Kasusnya juga sudah ditingkatkan ke penyidikan,” ujar Ade.
Sejumlah pihak terkait di lingkaran BPBD Nagekeo telah diperiksa jaksa. Di antaranya Kasmir Dhoy, Barnabas Lambar, dan Wiliam Rada. Selain itu, Kepala Desa Aeramo Dominggus Biu juga sudah diperiksa jaksa.
Namun peran mereka dalam pengelolaan anggaran tanggap darurat bencana belum diterangkan pihak Kejari Ngada.
Kasi Pidsus Kejari Ngada Edi Sulistio Utomo menambahkan dana senilai Rp 3 miliar di BPBD harus digunakan untuk membiayai kegiatan kebencanaan. Proses penyidikan dilakukan untuk menelusuri dugaan penggunaan anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang tidak termasuk dalam kategori kebencanaan.
“Tapi, masih kami dalami dan telusuri apakah betul kegiatan-kegiatan tersebut termasuk dalam kategori kegiatan kebencanaan atau tidak. Mungkin ada kegiatan yang masuk dalam kategori bencana. Yang menjadi sasaran kami adalah kegiatan-kegiatan yang tidak masuk dalam kategori kebencanaan,” kata Edi.
Menyandera Bupati
Semangat Kejari Ngada dalam mengusut dugaan korupsi dana tanggap darurat bencana BPBD Nagekeo patut diapresiasi. Namun tiba-tiba muncul kabar tak sedap di balik pengusutan kasus ini. Apalagi hal itu justru dihembuskan dari dalam instansi tersebut.
Sumber VoxNtt.com menyebutkan jaksa bersemangat menggarap kasus tersebut untuk menyandera Bupati Nagekeo Yohanes Don Bosko Do. Tujuannya, agar jaksa bisa mendapat jatah proyek dari sang bupati.
Sumber tersebut mengatakan, Bupati Don memang menjadi target utama karena dialah yang menerbitkan surat keterangan status tanggap darurat bencana. Surat Bupati Don menjadi landasan bagi BPBD dalam mengeksekusi anggaran sebesar Rp 3 miliar untuk membiayai 47 item dalam kegiatan tanggap darurat bencana sepanjang tahun 2019.
Selain itu, sumber tersebut menyebutkan, proyek yang dibiayai dana tanggap darurat bencana itu dikerjakan oleh orang-orang dekat Bupati Don seperti keluarga dan tim sukses saat Pilkada lalu.
VoxNtt.com telah menanyakan hal tersebut kepada Kasi Pidsus Edi Sulistio Utomo. Namun ia mengaku tak punya wewenang untuk memberikan klarifikasi.
“Sebaiknya komunikasi dengan pimpinan langsung. Jadi ini kita bicara oknum kan, jadi jangan sampai kami-kami ini pun termasuk oknum. Sebaiknya langsung dengan pimpinan tinggi kita,” kata Edi.
Atas arahan Edi, VoxNtt.com berupaya menemui Kajari Ade Indrawan. Namun Kajari Ade dikabarkan sedang sowan ke sejumlah instansi untuk pamit sebelum pindah tugas ke Kejari Pring Sewu, Lampung.
Ia baru berhasil dimintai tanggapan ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (19/02/2021). Ade membantah informasi tersebut. Ia juga mengaku namanya kerap dicatut oknum tertentu untuk meminta uang.
“Ndak tau lah kalau yang terakhir terakhir ini. Nama saya sering dijual untuk minta uang. Saya dapat info baru-baru ini,” katanya singkat.
Sementara itu, Bupati Don yang ditemui di ruang kerjanya pada Senin, 15 Pebruari 2021, tak menampik jika dirinya disandera melalui kasus tersebut. Meski tak menyebut dengan jelas pihak yang ia maksudkan, Bupati Don menyebut adanya pihak-pihak yang minta proyek menggunakan tangan orang lain.
“Manusia ini ni mau proyek, tapi mereka menggunakan tangan orang lain. Bukan cuma kita di sini, di Bajawa juga dia buat begitu. Maksud saya, manusia-manusia macam ini nanti Tuhan siksa,” kata Bupati Don.
Kasus ini mulai mencuat sejak dipersoalkan oleh sejumlah anggota DPRD Nagekeo. Salah satunya, Wakil Ketua II DPRD Nagekeo Kristianus Dua Wea. Menurut politisi Partai Golkar itu, 47 item proyek yang dibiayai dana tanggap darurat bencana tahun 2019 sebanyak Rp 3 miliar menyalahi aturan.
Ia menyebut dua aturan yang dilanggar yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dan PP Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
Penulis: Patrick Romeo Djawa
Editor: Yohanes