Borong, Vox NTT-Akhir 2020 lalu, keluarga Yan Salim masuk dalam fase kepayahan. Ia bingung bagaimana lagi cara untuk menopang ekonomi keluarganya.
Dampak pandemi Covid-19 sangat terasa di keluarga asal Lompong, Desa Golo Lembur, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur itu. Sumber-sumber pendapatannya mulai berkurang.
Lapangan pekerjaan pun semakin susah didapatkan. Apalagi ia hanya seorang petani miskin, yang sumber penopang ekonomi keluarga hanya menjadi buruh.
Meski keluarganya mendera kala itu, namun Salim tidak putus asa. Ia terus mencari pekerjaan hanya sekadar bertahan hidup. Tidak lama berselang, kabar gembira menghampirinya.
Salim diajak pria bernama Agus, sub kontraktor proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda. Ia diajak untuk bekerja pada proyek senilai Rp964.976.049,61 itu.
Setelah diajak, Salim pun mulai meninggalkan keraguan. Hatinya berbunga-bunga karena ia menganggap tidak lama lagi, ekonomi keluarganya kembali pulih dengan bekerja di proyek tersebut sebagai buruh kasar.
Tidak pakai waktu lama, Salim pun mencari warga yang lain untuk ikut bekerja dengannya, sebagaimana diminta Agus. Sebagian warga memilih pekerjaan menyiram kerikil dan cairan aspal. Sementara Salim dan lima temannya memilih bekerja pada pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT).
Sebelum bekerja Salim dan Agus bersepakat dibandrol dengan harga Rp150.000 per meter kubik. Salim dan teman-temannya pun semangat bekerja karena harga upah mereka dinilai cocok.
Ia dan teman-temannya tidak hitung lagi berjalan kaki puluhan kilometer dari Kampung Lompong menuju lokasi proyek yang terletak di Desa Golo Nimbung. Mereka keluar rumah sekitar pukul 05.00 Wita setiap hari kerja.
Salim mengaku, mereka bekerja tiga titik TPT. Total uangnya diperkirakan mencapai 20-an juta lebih.
“Memang belum diukur semua tiga titik itu. Tapi kami pekerja, bisa tahu perkiraannya sekitar 20-an juta lebih,” kata Salim kepada VoxNtt.com, Sabtu (13/02/2021) malam.
Setelah gambaran angka uang itu muncul di kepala Salim, ia pun mulai memikirkan pembelajaan prioritas agar keluarganya bisa bertahan hidup. Salah satunya ialah beras untuk kebutuhan makanan.
Sayangnya, gambaran dan asa itu semu. Harapan mendapatkan uang di balik “keringat” mereka ternyata tidak berbuntut mulus. Tenaga mereka hanya dibalas dengan rasa kecewa.
Pasalnya, sudah dua bulan setelah pekerjaan selesai, uang mereka tidak kunjung dibayar kontraktor.
Salim sendiri mengaku bingung mengadu ke siapa atas ulah CV Oase, kontraktor pelaksana yang tidak kunjung membayar upah mereka.
Lapen Rusak Parah
Tidak hanya soal upah pekerja, fakta miris yang menyelimuti proyek tersebut ialah kondisi lapisan penetrasi (lapen) macadam yang tampak rusak parah. Padahal, proyek baru saja selesai dikerjakan akhir 2020 lalu.
Pantauan VoxNtt.com, Jumat (12/02/2021) lalu, proyek lapen tersebut sudah rusak di beberapa titik.
Kerusakan paling parah terdapat di beberapa pendakian dan tikungan. Di titik ini aspal sudah rusak dan pecah-pecah.
Konstruksi batu kerikil yang direkat dengan semen aspal tampak sudah terkupas. Bahkan, di tengah badan jalan tampak berlubang.
Tidak hanya itu, tampak satu TPT yang tidak dilanjutkan pengerjaannya. Sementara sebagian yang lain sudah selesai dibangun setinggi badan jalan.
Parahnya, di lokasi proyek tidak ditemukan papan informasi. Padahal papan informasi proyek penting dipajang, agar publik bisa mengakses informasi seputar proyek yang sedang dikerjakan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Manggarai Timur, Ibrahim Mubarak, mengatakan, proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) sudah selesai dikerjakan dan masuk pada masa pemeliharaan.
Terkait kondisi aspal yang rusak, Ibrahim menegaskan, kontraktor masih mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya selama masih dalam masa pemeliharaan selama satu tahun ke depan.
“Kerusakan yang terjadi masih menjadi tanggung jawab dari kontraktor dan itu jelas tertuang dalam kontrak,” tegas Ibrahim saat dihubungi melalui pesan WhatsApp-nya, Sabtu (13/02/2021).
Secara umum pekerjaan kontruksi, jelas dia, diuji atau dihitung secara kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan terkait, papan informasi yang tidak terpasang di lokasi proyek menurut Ibrahim, karena sudah lewat masa konstruksinya.
“Kecuali masih dalam proses konstruksi atau konstruksi dalam pekerjaan (KDP), itu wajib terpasang,” imbuh Ibrahim.
Sementara itu, Direktur CV Oase Karolus Ndoi Jewaru menjelaskan, awalnya proyek tersebut bukan berada di Desa Golo Nimbung melainkan di Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda.
Di lokasi awal dalam rancangannya, kata dia, ada tembok penahan tanah termasuk lapen dan bakal digarap dengan nomenklatur rehabilitasi.
Namun demikian, jelas Karolus, dalam perjalanan ada perubahan dari Dinas PUPR Manggarai Timur yakni lokasi proyek ada di Desa Golo Nimbung. Hal itu dikarenakan dalam nomenklatur ada segmen dan peningkatan.
“Karena di situ peningkatan, ada telford, saya ajukan keberatan kemarin kalau ada tembok penahan. Uangnya tidak pas,” jelas Karolus melalui sambungan telepon, Sabtu malam.
Sebab itu, CV Oase berkonsentrasi pada peningkatan jalan dari telford ke lapen untuk memenuhi jangkauan, sesuai kebijakan Pemda Manggarai Timur 10 km/kecamatan.
Menurut dia, jika memaksa harus membuat TPT, maka bisa berdampak pada volume jalan berkurang.
“Tapi kalau ada sisa dana maka bisa buat TPT,” imbuhnya.
Ia berjanji akan memperbaiki kerusakan jalan tersebut, karena saat ini memang masih dalam masa pemeliharaan dan masih menjadi tanggung jawabnya sebagai rekanan.
Sedangkan soal upah, Karolus mengaku pihaknya sudah memberitahukan kepada Agus, sub kontraktor bahwa memang ada pembangunan TPT, tetapi menunggu dana sisa.
Setelah koordinasi tersebut kemudian bersepakat untuk konsentrasi ke pekerjaan lapen.
Belakangan entah mengapa Agus menyuruh masyarakat sekitar membuat TPT. Karolus sendiri mengaku tidak mengetahui kesepakatan antara Agus dan pekerja dalam membangun TPT tersebut.
“Akhirnya sampai di tengah perjalanan kami bingung, tiba-tiba ada tembok penahan, dari mana?” tukas Karolus.
Sejauh ini, lanjut dia, sebenarnya proyek tersebut masih menjadi tanggung jawab Agus sebagai sub kontraktor.
Pihak Karolus kemudian mengambil alih pekerjaan tersebut karena selama tiga minggu sebelumnya, tidak ada kemajuan pekerjaan fisik di lapangan.
Padahal uang, kata dia, sudah diterima Agus. Sedangkan uang pekerjaan TPT, Karolus menimpal bahwa hal itu merupakan kesepakatan Agus dan pekerja. Termasuk dirinya pun merasa tertipu oleh ulah Agus.
Sebab itu, ia berjanji bakal menempuh jalur hukum, jika persoalannya bersama Agus tidak bisa diselesaikan. Apalagi, kata dia, sudah ada kesepakatan hukum antara dirinya dengan Agus sebagai sub kontraktor.
Pekerjaan Rusak, DPRD Gusar
Polemik proyek peningkatan jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe di Kecamatan Lamba Leda turut menyita perhatian Ketua DPRD Manggarai Timur Heremias Dupa. Setelah diberitakan media massa, ia kemudian turun ke lapangan untuk memeriksa proyek itu pada Jumat (19/02/2021).
Heremias bersama Ketua Komisi C Siprianus Habur dan dua anggota DPRD Dapil Lamba Leda masing-masing, Bonavantura Burhanto dan Sifridus Asman memang sengaja datang memeriksa proyek lapen tersebut.
Di lokasi proyek, Heremias dan rekannya menemukan pekerjaan dengan kualitas rendah. Tampak di beberapa titik yang saat itu sedang diperbaiki, cairan aspal dan batuan kerikil hanya disiram di atas tanah.
Akibatnya, aspal di bagian samping jalan dengan mudah terkupas. Bahkan bisa terlepas hanya dengan sekop yang biasa digunakan untuk mengaduk semen.
Setelah dibongkar pekerja untuk perbaikan, tampak lempengan aspal hanya melekat pada tanah. Setelah dibongkar, selanjutnya ditambal dengan batu kerikil yang kemudian direkat dengan cairan aspal.
Heremias sendiri tampak gusar dan mengaku kecewa dengan ulah CV Oase yang diduga mengabaikan aspek kualitas pekerjaan. Sebab itu, ia meminta agar kontraktor segera memperbaiki semua titik kerusakan pada pengerjaan lapen tersebut.
Politisi PAN itu menambahkan, fokus APBD Manggarai Timur beberapa tahun ke depan tetap membangun lapen di Lamba Leda bagian timur, yakni dari Benteng Jawa-Heret hingga Bawe.
Karena itu, Heremias meminta Dinas PUPR Manggarai Timur agar bisa memprioritaskan kualitas pekerjaan jalan dan memperhatikan rekam jejak kontraktor.
Hal itu agar masyarakat tidak kecewa dalam pembangunan jalan akibat kualitas buruk. Masyarakat harus puas dengan pembangunan sebagaimana dicita-citakan pemerintah.
Beberapa anggota dewan pada Jumat sore juga langsung bertemu pekerja dan pemilik material yang belum dibayar CV Oase. Mereka mendengar langsung keluhan pekerja dan pemilik material.
Sedangkan di hari yang sama beberapa pekerja lain melaporkan ulah CV Oase ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Manggarai Timur, yang berlokasi di Lehong, Kecamatan Borong.
“Kontraktor segera bayar harian orang kerja. Kalau dalam minggu ini belum dibayar, maka DPRD akan memanggil Dinas PU, Nekertrans dan rekanan atau CV Oase untuk segera bayar upah pekerja,” tegas Heremias, yang adalah mantan aktivis PMKRI itu.
Sebelumnya, Anggota DPRD Manggarai Timur asal Lamba Leda Bonavantura Burhanto mendesak Dinas PUPR agar segera memanggil CV Oase.
Pemanggilan tersebut penting menyusul belum dibayarkannya upah orang kerja dan sejumlah uang material.
“Saya mendesak Dinas PUPR Matim segera panggil dan minta klarifikasi rekanan atau kontraktor untuk mendapatkan kepastian hukum terkait dengan tanggung jawab rekanan/kontraktor guna perbaiki pekerjaan jalan yang tidak sesuai dengan konstruksi perencanaan pekerjaan proyek lapen,” kata Bona, Senin (15/02/2021) lalu.
Bona mengaku prihatin dengan persoalan proyek dengan sedotan dana yang fantastis tersebut.
Ia juga mengharapkan CV Oase segera membayar upah para pekerja secara terbuka. Pembayaran upah, kata dia, merupakan kewajiban kontraktor.
Bona menegaskan, jika desakannya tidak disikapi cepat oleh rekanan, maka sebagai DPRD ia berjanji akan membantu korban atau pekerja untuk melakukan advokasi hukum.
“Secara administrasi kelembagaan (DPRD) akan rekomendasi status rekanan (CV Oase) untuk di-blacklist,” ujar politisi PKB itu.
Ia juga berjanji dalam waktu dekat, pihaknya akan mempertemukan para pekerja dengan kontraktor untuk menyelesaikan masalah harian orang kerja.
CV Oase Harus Masuk Blacklist
Tidak hanya dua anggota DPRD Manggarai Timur tersebut yang geram. Sebelumnya pula praktisi hukum Laurentius Ni juga ikut mengecam ulah CV Oase.
Ia bahkan meminta agar CV Oase, harus masuk blacklist (daftar hitam). “Kontraktor (CV Oase) tersebut harus di-blacklist, jangan biarkan dia mengurus proyek jalan yang kualitas pekerjaannya sangat buruk,” ujar Laurentius Ni saat dimintai komentarnya, Senin (15/02/2021).
Laurentius menyesalkan ulah kontraktor pelaksana yang tidak membayar upah para pekerja pada proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe).
“Para pekerja tentu menuntut hak mereka sebagai tenaga harian yang harus dibayarkan oleh kontraktor. Mereka sudah bekerja dengan baik giliran menerima upah tidak diberikan,” ujar dosen di Unika Ruteng itu.
Ia meminta para pekerja yang upahnya belum dibayarkan oleh kontraktor agar bisa melaporkan ke Polres Matim, atas dugaan penipuan terhadap tenaga kerja.
Menurut Laurentius, dari aspek hukum tentu saja kontraktor sudah melanggar kesepakatan bersama. Kesepakatan itu sebagai perbuatan hukum. Sebab itu, harus taat dengan kesepakatan yang konsekwensinya pada hak dan kewajiban terpenuhi.
“Tidak terpenuhinya hak para pekerja oleh kontraktor, tentu suatu pelanggaran yang harus ditindaklanjuti agar tidak terulang pada pekerja selanjutnya,” tegas Laurentius.
Dia menambahkan, kesepakatan pekerja dengan kontraktor biasanya dilakukan secara lisan saja. Kesepakatan ini tentu saja tidak lazim dibuat dalam bentuk perjanjian.
Meski begitu, konsekuensi hukum dari kesepakatan itu tetap ada, jika hak dari salah seorang dalam kesepakatan itu tidak terpenuhi.
“Sehingga kesepakatan itu sebagai landasan untuk pekerja bekerja dan pekerja meminta haknya dari kesepakatan itu,” jelas Laurentius.
Tidak hanya itu, ia juga menduga di balik cerita kualitas pengerjaan proyek jalan yang buruk di Manggarai Timur ada komplotan, mulai dari kontraktor, pemerintah dan DPRD.
Karena itu, ia meminta semua kontraktor yang kualitas pekerjaannya buruk harus di-blacklist.
Adu ke DPRD Matim
Para pekerja dan pemilik material kemudian memilih mengadukan CV Oase ke DPRD Manggarai Timur lantaran belum membayarkan hak mereka.
Dalam surat pengaduan yang salinannya diterima VoxNtt.com, Minggu (21/02/2021), para pekerja menyebut bahwa sub kontraktor CV Oase bernama Agus mengajak mereka untuk bekerja membangun Tembok Penahan Tanah (TPT) pada 25 November 2020 lalu. Tukang yang membangun TPT sebanyak enam (6) orang.
Sebelum membangun TPT, beberapa orang di antaranya bekerja menyiram aspal pada proyek lapen yang berlokasi di Desa Golo Nimbung, Kecamatan Lamba Leda itu.
“Bahwa kami sudah bekerja membangun tiga titik TPT. Satu titik panjang 20 meter dan tinggi 110 centimeter. Titik kedua dengan panjang 20 m dan tinggi 170 cm, dan titik ketiga panjang 16 m dan tinggi 110 cm,” tulis pekerja dalam surat pengaduan tersebut.
Lebih lanjut pekerja menjelaskan, TPT pada titik pertama seharga Rp7 juta, titik kedua seharga Rp10 juta, dan titik ketiga seharga Rp6 juta. Totalnya mencapai Rp23 juta.
Sayangnya, upah mereka tidak kunjung dibayar kontraktor. Padahal mereka sudah bekerja selama 15 hari dengan membawa bekal sendiri.
Apalagi setiap harinya para pekerja terpaksa berjalan kaki dari Kampung Lompong, Desa Golo Lembur menuju lokasi proyek sejauh puluhan kilometer.
“Bahwa setelah pengerjaan TPT, kami selanjutnya bekerja di lapen. Satu orang bekerja di lapen selama 1 hari. Dua orang selama 2 hari. Satu orang tiga hari. Kami semua tidak dibayar upah,” sebut pekerja.
Selain soal upah pekerja, dalam surat pengaduan tersebut juga menyentil tentang uang material yang belum dibayar CV Oase. Total uang material berupa pasir dan batu sebesar Rp5.750.000.
Lewat surat pengaduan tersebut, para pekerja dan pemilik material mendesak lembaga DPRD Manggarai Timur untuk segera memanggil dan meminta pertanggungjawaban CV Oase.
Mereka juga mendesak DPRD agar segera memanggil dan meminta pertanggungjawaban Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Dinas PUPR di balik persoalan tersebut.
Sebagai informasi, pada Jumat, 19 Februari 2021 lalu, beberapa pekerja mendatangi Kantor Disnakertrans Manggarai Timur. Mereka datang untuk mengadukan persoalan upah buruh yang belum dibayar kontraktor.
Disnakertrans Matim Harus Turun Tangan
Politisi PDIP Matim Wilibrodus Nurdin menyatakan, seharusnya begitu diangkat media massa soal upah pekerja, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) harus turun tangan.
Disnakertrans, kata dia, harus melakukan penyelidikan dan memanggil CV Oase untuk mempertanggungjawabkan upah pekerja.
“Begitu diangkat di media mereka (Disnakertrans) harus selidiki dan panggil, itu memang tugas mereka, bagaimana menjaga tenaga kerja atau buruh, jangan sampai tenaga kerja diperas,” tegas Wili melalui sambungan telepon, Selasa (16/02/2021).
Wili bahkan tidak tanggung-tangung meminta agar Disnakertrans Matim segera dibubarkan, jika tidak menyelesaikan persoalan upah pekerja.
“Jadi, kalau mereka tidak laksanakan itu, ya bubarkan saja mereka, jangan tampung manusia yang tidak berperan dalam tugas pokok dan fungsi. Tidak memahami itu. Jadi, jangan biarkan masyarakat untuk menunggu,” ujar mantan Anggota DPRD Matim itu.
Ia menjelaskan, upah merupakan hak pekerja, sebab mereka sudah bekerja. Karena itu, Disnakertrans Matim segera menfasilitasi para pihak agar bisa mencari solusi.
“Kepada pihak yang telah menggunakan tenaga (pekerja), wajib bayar, tidak ada pilihan (lain),” imbuh Wili.
Ia juga melihat hal lain di balik kasus tersebut. Menurut dia, persoalan pembangunan infrastruktur yang berkualitas buruk di Matim selalu saja ditemukan dari tahun ke tahun.
Persoalan yang selalu muncul ini, kata dia, merupakan risiko karena proyek dikerjakan oleh tim pemenangan Pilkada.
“Sehingga kalau hasilnya seperti begitu (kualitas buruk), ya itu sudah! Jadi siapa ngawas siapa maupun kontraktor siapa, karena mungkin mereka adalah satu tim bagian dari tim pemenangan dalam politik kemarin,” tegas Wili.
Ia menilai, pengawasan yang melekat pada pembangunan di Matim sangatlah rendah. Pengawasan tersebut, baik dari kepala daerah sendiri maupun dinas yang menangani, khususnya Kimpraswil.
Tidak hanya itu, persoalan lain yang ditemukan Wili yakni terkait seleksi para mitra kerja oleh eksekutif di bidang jasa konstruksi juga sangat minim.
Seleksi para mitra kerja tidak pernah melihat kinerja baik. Yang berlaku adalah memilih mitra kerja hanya karena faktor kedekatan saja.
“Ini juga dampak negatif yang sangat menonjol situasi saat ini di daerah. Jadi memang hal yang paling penting itu, bagaimana masyarakat mengkritisi dan tidak takut untuk bersuara, jika ada hal-hal seperti ini,” ketus Wili.
“Karena ini uang rakyat, bukan uang pribadi oknum tertentu. Tidak! Uang rakyat yang digunakan untuk kepentingan rakyat, kemakmuran rakyat. Jadi kalau mereka salah menggunakan tugasnya, tugas pemerintah sebenarnya yang memegang kekuasaan penuh dalam kaitan dengan distribusi anggaran, itu harus ada pengawasan. Pengawasan yang melekat,” imbuhnya.
Pengawasan melekat, jelas Wili, tentu saja mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Sebelum dibayar oleh pemerintah, kata dia, seharusnya pihak ketiga mengerjakan proyek dengan baik, dengan mengedepankan aspek kualitas.
“Nah, bukan ikut aturan yang mengatakan setiap tahap pertama termin ini tahap kedua termin ini. Jangan! Tetapi pencairan itu harus dilihat dari aspek kualitas pekerjaan yang sesuai dengan prospek,” tegas Wili.
“Oleh karena itu dalam kaitan dengan rendahnya mutu pekerjaan sebenarnya kuncinya di aparatur pelaksana yaitu Kimpraswil yang memang melaksanakan tugas ini,” sambung Wili.
Wili pun mengajak Kepala Dinas Kimpraswil agar tidak boleh banyak menghayal dan bermimpi besar, sedangkan eksekusi malah kurang.
Sebab menurut dia, proyek berkualitas rendah di Matim juga merupakan akibat dari lemah dan tidak tegasnya Kimpraswil.
“Nah, karena kurang tegas itulah, sehingga terjadi mereka berlindung di balik aturan yang mengatakan bahwa nanti ada biaya pemeliharaan, mereka belum selesai pekerjaan, ya nggak bisa. Itu termakan waktu, jadi yang harus ditekankan adalah bagaimana pengawasan itu sejak awal dilakukan,” tegas Wili.
Wili menambahkan, mekanisme pengawasan yang dilakukan selama ini oleh pemerintah daerah cenderung tidak dilakukan secara maksimal.
Konsultan pengawas kerap tidak berada di tempat pada saat pekerjaan sedang berlangsung.
Akibatnya, saat konsultan pengawas turun untuk memeriksa proyek, kontraktor pelaksana malah sudah terlanjur mengerjakan.
“Nah, untuk disuruh dibongkar lagi, ini kan butuh waktu, orang sudah berkorban, berarti di sini pasti terjadi negoisasi. Kalau sudah terjadi negoisasi bahwa mereka konsultan pengawas mengamini pekerjaan yang salah,” jelas Wili.
Problem lain yang ditemukan menurut Wili, ialah kurangnya tenaga pada komposisi perusahaan pengawasan.
“Apakah dia memiliki perangkat cukup banyak, jangan sampai satu perusahaan mengawasi 20 proyek di tempat berbeda-beda. Nah, kalau itu terjadi, kalau dia punya pengawas hanya lima orang, bagaimana dia menyaksikan pekerjaan yang lain dari hari ke hari?” tukas Wili.
“Di titik inilah sebenarnya kelemahan pemerintah, kelemahan eksekutif dalam mendisposisikan pengawasan,” imbuhnya.
Ia menegaskan, jika persoalannya pada total tenaga pengawas yang kurang, maka tidak boleh menyalahkan sepenuhnya kepada kontraktor pelaksana. Yang dipersalahkan tentu saja sistem yang diterapkan oleh pemerintah.
Direktur CV Oase Dipanggil Disnakertrans Matim
Direktur CV Oase Ruteng Karolus Ndoi Djewaru selanjutnya dipanggil menghadap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manggarai Timur pada Senin (22/02/2021).
Panggilan menghadap sebagai langkah sigap dinas itu menyusul adanya laporan pekerja yang belum dibayar upahnya pada proyek peningkatan jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda tahun 2020 lalu.
“Hari ini perwakilan dari CV Oase memenuhi panggilan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manggarai Timur,” kata Kepala Bidang Perlindungan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manggarai Timur, Silvanus Salman, kepada VoxNtt.com, Senin siang.
Ia mengaku, setelah bertemu Disnakertrans Matim, pihak CV Oase berjanji akan membayar tunggakan harian orang kerja (HOK) pada 1 Maret 2021.
Jumlah HOK, kata Salman, masih menunggu perhitungan konsultan yang berkompeten dari Dinas PUPR Matim.
“Secara teknis berapa banyak upah yang akan diterima para pekerja, tentunya berdasarkan volume kerja dalam hitungan borongan dan itu akan dihitung secara teknis oleh konsultan yang berkompeten,” jelas Salman.
Ia menegaskan, ranah Disnakertrans hanya menyelesaikan konflik yang menyangkut masalah ketenagakerjaan. Sedangkan jika ada masalah di luar tenaga kerja, tentu saja ada pihak lain yang menanganinya.
“Kita fokusnya di tenaga kerja,” imbuh Salman.
CV Oase Bayar Upah Pekerja
Setelah sempat berpolemik dan memantik sorotan publik, CV Oase akhirnya menepati janjinya untuk membayar upah pekerja.
Proses pembayaran berlangsung di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Manggarai Timur pada Senin (01/03/2021).
“Hari ini pihak CV Oase sudah ke Dinas Nakertrans untuk melakukan proses pembayaran upah tenaga yang belum dibayar pada proyek peningkatan jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda,” kata Kepala Disnakertrans Kabupaten Manggarai Timur Aufridus Jahang kepada VoxNtt.com, Senin malam.
Ia mengatakan, proses pembayaran harian orang kerja (HOK) oleh CV Oase disaksikan langsung pihak Disnakertrans, serta didampingi aparat keamanan dari Polres Manggarai Timur.
“Semua proses pembayarannya, dibuktikan dengan surat berita acara yang ditandatangani oleh pekerja, CV Oase, Kepolisian Manggarai Timur,” kata Aufridus.
Penulis: Ardy Abba dan Leo Jehatu