Oleh: RD. Hironimus Bandur
Warga Manggarai Barat, Dosen STIPAS St. Sirilus Ruteng, Sedang mengikuti kuliah doktoral di UIN Sunan Kalijaga Jogyakarta
Untaian Tagline Etik
Tagline biasanya terdiri dari kalimat singkat dan padat, informatif sekaligus promotif. Persuasif sekaligus menguggah. Awal-awal masa kepemimpinan sebagai bupati dan wakil bupati, Edy-Weng menetapkan tujuh (tujuh) program prioritas, yaitu pertama, mengurangi dan mencegah penyebaran Cv-19; kedua, menata kota dengan membuka ruas jalan baru; ketiga, melarang kendaraan roda enam masuk wilayah kota mulai pkl.17.00; keempat, benah kebersihan kantor pemda – dimulai dari WC; kelima, benah birokrasi; keenam, tuntaskan revisi tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kota; ketujuh, bentuk Satgas penertiban aset pemda Mabar.
Ketujuh program diuraikan dalam kalimat yang panjang. Saya mencoba mengemasnya dalam kalimat pendek, berbentuk tagline.
Misalnya: 1) taat prokes, bebas Cv-19, 2) kota wisata, jamin apik, 3) menikmati jalan wisata, kendaraan roda 6 hanya sampai pukul 17.00, 4) kakus bersih masyarakat sehat, 5) benah birokrasi, capai good governace, 6) revisi tata ruang kota, menuju wisata super premium dan 7) jaga aset daerah, bentuk Satgastib aset daerah.
Menariknya, bupati dan wakil tidak menentukan deadline waktu, seperti yang dilakukan beberapa pemimpin lain: ada tagline “program 100 hari kerja pertama atau 200 hari kerja pertama. Bupati/wakil bupati yang dilantik 26 Februari 2021 itu, tidak mengistimewakan hari-hari pengabdian dalam kategori khusus. Dengan kata lain, setelah dilantik, semua hari adalah istimewa. Semua hari adalah “kerja-bakti” kepada negara dan masyarakat.
Hemat saya, ketujuh program prioritas adalah tagline etik di masa awal pemerintahan Edi-Weng, dengan sasaran tembak mereka adalah reposisi peradaban, yakni mengubah pola laku masyarakat di tengah penyusupan Cv-19. Tagline etik diperlukan untuk menjaga asa atas Komodo yang diglorifikasi sebagai salah satu sentra destinasi wisata super premium.
Etika individual dan sosial dalam kehidupan bermasyarakat mencakup semua aspek. Apa-apa ada etikanya. Penanganan Cv-19 ada etikanya demikian juga soal menata kota, menata kebersihan kantor, membenah birokrasi, dan menjaga aset daerah, ada etikanya.
Ketujuh program prioritas menjadi tagline tetapi sekaligus headline berita perjalanan dinas pemerintahan masa-masa awal. Ketujuh program prioritas bergerak beyond identitas agama, etnik dan partai politik. Menuntut masyarakat Manggarai Barat untuk bergerak lincah, mengubah etos dan etika kerja-kerja sosial dan individual. Mabar maju dan makmur, mulai dari hal kecil, seperti taat prokes, bahkan mulai dari “kamar belakang, toilet, kakus”.
Reposisi Peradaban dan Logika Kakus
Memulai dari kakus, toilet, Water Closet (WC), terdengar jorok dan mungkin dianggap, ahh sampah! Entahlah! Satu hal yang pasti, paradigma tentang Labuan Bajo harus berubah. Setelah Komodo ditetapkan sebagai salah satu destinasi wisata super premium, mau tidak mau, Kota Labuan Bajo dan sekitarnya telah menjadi kota global, yang akan terus berjibaku dengan peradaban global.
Pengelolaan kakus adalah sebuah indikator peradaban global. Sudah umum dipahami terutama pada negara-negara modern, kakus adalah salah satu titik peradaban. Aneh memang, peradaban masyarakat diukur dari mampu tidaknya seseorang mengelola “kamar kecil”, kakus. Pengelolaan kakus erat berkaitan dengan hidup mati manusia. Menahan untuk tidak BAB dan BAK bisa menyebakan seorang jatuh terkapar dan mati. Ruang kakus yang tidak bersih bisa menyebabkan sakit dan penyakit.
Oleh karena begitu pentingnya kakus dalam kehidupan kita, PBB telah menetapkan tanggal 19 November sebagai Hari Kakus Sedunia. Presiden China, Xi Jing Ping pada 2015 lalu mencanangkan “revolusi kakus”, bagi seluruh China, untuk menegaskan bahwa kakus harus menjadi prioritas. “Kamar belakang” itu merupakan standar higienitas masyarakat.
Dengan demikian, tagline “kakus bersih, masyarakat sehat”, apakah menjadi signal akan terjadinya revolusi kakus di Manggarai Barat? Di balik tagline, “kakus bersih, masyarakat sehat”, tersembul harapan adanya pengelolaan kakus pada area-area publik di seluruh wilayah Manggarai Barat dan juga pada setiap rumah masyarakat. Menata peradaban, mulai dari kakus. Mengapa tidak! “Bergerak menuju kakus” merupakan salah satu bentuk respon Pemda Manggarai Barat atas peradaban global. Kebiasaan yang mengusik peradaban global harus ditata lagi atau harus dibuang.
Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah instrumen politik, keputusan politik dari sang pemimpin. Pertama, program kakus bersih tidak ditujukan hanya kepada para pejabat pemerintahan daerah atau membatasi pemberlakuan kebijakan pada teritori tertentu saja. Untuk sebuah ikhtiar reposisi peradaban, program “bergerak menuju kakus” harus menjadi gerakan bersama seluruh masyarakat Manggarai Barat.
Kedua, program “bergerak menuju kakus” harus melampaui tantangan kerumitan ekonomi masyarakat pada era Cv-19 ini. Kasat mata, kondisi kakus masyarakat kadang-kadang berbanding lurus dengan tingkat perekonomian. Susenas (survei sosial dan ekonomi nasional) menunjukkan data yang hampir tidak berubah sejak 2004, dimana sektor pertanian tetap menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia. Dua yang tertinggi adalah Papua (91,26%) dan NTT (84,06%).
Kondisi perekonomian masyarakat Manggarai Barat mayoritas berasal dari sektor pertanian. Riset Undana Kupang (2018) menemukan bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar PDRB Manggarai Barat dalam 5 tahun (2013-2018). Artinya, sektor pertanian adalah leading sector pembangunan ekonomi Manggarai Barat (bdk. BPS Mabar, 2018). Apakah sektor pertanian juga menjadi penyumbang terbesar rumah tangga miskin di Manggarai Barat?
Dibutuhkan studi lebih mendalam tentang ini, tetapi perbaikan nasib para petani, nelayan, pedagang dan pengusaha kecil bergantung juga pada opsi politik bupati/wakil. Opsi politis orde Edy-Weng sekiranya menghapus cerita lama bahwa petani adalah penyumbang data kemiskinan terbesar di Indonesia. Saya yakin, tidak ada niat baik yang bisa ditenggelamkan dengan persoalan kemiskinan.
Ke-7 program prioritas justru dapat menjadi “pintu” untuk mengubah “cara berpikir tentang masyarakat miskin” di Manggarai Barat. Program mulai dari kakus mengajarkan banyak orang tentang pentingnya menaruh perhatian terhadap pekerjaan yang kecil-kecil. Amor parvi operis – cintailah pekerjaan yang kecil. Selamat mengabdi Bupati/Wakil bupati Manggarai Barat: Edistasius Endi dan Yulianus Weng.