Kupang, VoxNtt.com-Francis Ngannou kini berhasil menempati posisi sebagai juara baru pada kelas berat Ultimate Fight Championship (UFC). The Predator, julukan Ngannou memastikan statusnya sebagai Sang Juara setelah menumbangkan Stipe Mionic lewat pukulan keras tangan kiri yang mendarat telak di dagu Stipe Mionic, di UFC 260, Minggu (28/3) WIB.
Stipe Mionic merupakan mantan juara yang sebelumnya berhasil mempertahankan gelarnya lima kali beruntun. Termasuk saat mengalahkan Ngannou pada perebutan gelar sebelumnya di UFC 220 pada 20 Januari 2018. Kala itu, ia kalah berdasarkan suara bulat. Namun kali ini, Stipe Mionic harus mengakui kerasnya tangan Petarung asal Kamerun itu
Bahkan Ngannou tak membutuhkan waktu lama untuk mengambil sabuk juara dari Mionic. Seperti disaksikan, Ngannou menumbangkan Mionic di Ronde 2, detik ke-52.
Atas kemenangannya atas Mionic, Ngannou dapat memperpanjang rekornya di MMA dengan recor 16-3 ditambah sabuk juara kelas berat UFC.
Perjalanan Franscis Ngannou sebagai seorang petarung hingga kini berada di atas puncak tertinggi kelas berat UFC tak semudah kebanyakan petarung lainnya. Hal itu karena Ngannou terlahir dari keluarga yang terlilit kemisikinan di Batie, Kamerun 5 September 1986.
Karena kemiskinan yang melilit keluarganya, Ngannou pun tak seberuntung teman seusiannya yang dapat mengenyam pendidikan formal. Keterbatasan keluarganya membuat Ngannou hanya mengenyam sedikit pendidikan formal saat tumbuh dewasa.
Di usia enam tahun, orang tua Ngannou bercerai. Ia kemudian tinggal bersama bibinya. Karena terdesak kemiskinan yang mendera, di usia 10 tahun Ngannou harus bekerja sebagai buruh kasar di tambang pasir di Batie.
Selain hidup dalam kemiskinan, Nggannou juga dibesarkan dalam lingkungan yang penuh dengan kekerasan. Setiap hari dalam hidupnya, Ngannou menyaksikan orang berkelahi di jalanan. Melihat darah dan patah itu biasa bagi Ngannou. Ayah Ngannou pun merupakan seorang jagoan jalanan.
Baca: Messi Tendang Ronaldo dari Daftar 10 Pemain Terbaik Eropa
Berbeda dengan Sang Ayah, Ngannou mempunyai cita-cita memperbaiki reputasi buruk ayahnya yang dikenal kejam tuga bertarung di jalanan dengan memilih berlatih tinju agar kelak menjadi petinju atau petarung profesional di atas ring.
Francis Ngannou saat menghajar pemegang sabuk juara kelas berat, Stipe Mionic, di UFC 260, Minggu (28/3) WIB. (Foto: Kumparan).
Sambil berlatih, Ngannou menyandarkan kehidupan hariannya dengan menjadi tukang ojek. Hal itu disampaikan Ngannou saat berbincang besama petinju lengendaris Mike Tyson.
“Saya dulu menjadi taksi motor di Afrika. Suatu saat saya berpikir, saya tak bisa melakukan ini selamanya, bagaimana dengan mimpi saya?” cerita Ngannou.
Demi mewujudkan mimpinya, di usia 22 tahun, Ngannou mulai berlatih tinju walau saat itu Ia kurang mendapat restu dari keluarga. Bahkan sempat terhenti karena sakit.
Namun Ngannou tidak menyerah, motor yang dipakainya untuk ojek dijual dan memilih merantau. Keputusan Ngannou ini membuat semua orang di sekitar dan keluarganya berpikir dia sudah gila.
Ngannou tidak menggubrisnya, Ia pun memantapkan niatnya untuk merantau ke Eropa. Saat itu usia Ngannou 26 tahun. Ia memilih Perancis sebagai negara tujuan. Perjalanannya menuju Perancis pun tak semulus yang dikira, Ia tertimpa nasib nahas. Ia ditahan di Sepanyaol dan dipenjara selama dua bulan karena melintasi perbatasan secara ilegal.
Keluar dari Penjara Ngannou melanjutkan perjalanannya ke Paris. Di Paris, Nganou hidup melarat, tidak ada uang di tangan juga tak punya teman. Apalagi tempat tinggal. Menjadi gelandangan ialah satu-satunya jalan.
Doa dan harapan Ngannou mulai mendapat titik terang, ketika pada Agustus 2013 Ngannou mendapat pelatihan gratis di bawah Didier Carmont.
Di situlah, Ngannoi mulai meniti karier di dunia bela diri. Hingga akhirnya mengenal Mixed Mattial Arts (MMA).
Dalam perjuangannya, Ngannou menyimpan cita-cita besar untuk negaranya. Ia ingin membantu saudara-saudara senegaranya di Kamerun.
“Saya ingin membantu keluarga saya dulu, tentu saja, tetapi kemudian saya ingin memberikan harapan kepada anak-anak di negara saya seperti saya, yang punya impian menjadi dokter, atau semacamnya,” terang Ngannou.
“Jika saya mencapai impian saya, itu akan memberi saya kesempatan untuk membantu orang-orang di negara saya yang memiliki impian mereka sendiri dan tidak ada hal lain untuk mewujudkannya,” lanjutnya.
Melansir Kumparan, Saat mengenal MMA, Ngannou berlatih di tempat bernama MMA Factory di Paris milik Fernand Lopez. Lopez mengenal Francis Ngannou dari rekannya yang menceritakan tentang keinginan Ngannou untuk berlatih di Gym miliknya.
“Rekan saya menelepon saya dan mengatakan ada pria bertubuh besar yang meminta untuk berlatih di gym,” kata pemilik MMA Factory, kepada MMAjunkie.
“Keesokan harinya, saya pergi ke Gym, dan Francis ada di sana. Saya berbicara dengannya dan saya memberinya dua tas penuh dengan pakaian dan barang-barang seperti perlengkapan dan sarung tangan, dan saya berkata, ‘Silakan berlatih MMA’,” lanjutnya.
Sejak saat itu, Francis Ngannou memulai debut profesionalnya di MMA, tepat pada 30 November 2013. Dari enam duel pertama yang dilakoninya, ia menang lima kali dan sekali kalah.
Kelihaiannya di atas ring ditambah tubuh yang kekar membuat pemilik tangan baja ini dilirik UFC. Ia pun memulai debutnya di UFC pada 2015. Kini, Petarung yang dermwan di negaranya itu sedang berada di atas puncak tertinggi kelas berat UFC.
“Meskipun saya telah memenangkan pertarungan, saya memiliki hal di dalam diri saya yang tidak pernah saya lepaskan. Itu seperti janji yang saya buat untuk diri saya sendiri sejak saya masih muda,” katanya usai mengalahkan Miocic, dikutip dari MMA Fighting.
“Untuk membuktikan kepada orang yang ragu dan orang-orang yang mengira saya di bawah mereka bahwa itu bukan salah saya. Jika saya memiliki kesempatan, saya akan melakukan yang terbaik dan bahkan lebih besar dan untuk itulah saya di sini,” tegasnya. (VoN)