Kupang, VoxNtt.com-Kasus penjualan aset berupa tanah milik pemerintah daerah (Pemda) Manggarai Barat (Mabar) di Kerangan, Labuan Bajo terus bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang.
Senin 12 April 2021, mantan Kepala Badan Pertanahan (BPN) Mabar, I Gusti Made Anom Kaler hadir sebagai saksi dalam persidangan kasus yang telah mentersangkakan dan menahan mantan Bupati Mabar, Agustinus Ch Dula serta belasan orang lainnya.
Selain Gusti Dula, Muhamad Achyar, mantan kuasa hukum Alm. Adam Djuje, sebagai orang yang mengklaim sebagai pemilik tanah 30 hektare tersebut, juga ikut jadi tersangka dan ditahan.
Dalam persidangan, I Gusti dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan puluhan pertanyaan, termasuk menanyakan dugaan keterlibatan beberapa nama beken di Jakarta seperti Perintis Detasemen Khusus (Densus) 88, juga mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Goris Mere, Pemred Tv one sekaligus pemandu acara Indonesia Lawyers Clup (ILC), Karni Ilyas dan Gabriel Mahal, yang juga disebut sebagai salah satu sosok penting di balik layar ILC.
ILC yang telah ditutup beberapa waktu lalu, sebagaimana diketahui merupakan salah program yang banyak digemari masyarakat Indonesia, karena kehadirannya yang getol membahas kasus-kasus korupsi atau kasus-kasus lainnya di tanah air. Sehingga kemunculan nama Karni Ilyas dan Gabriel Mahal dalam kasus yang berujung dugaan tindak pidana korupsi ini cukup mengagetkan.
Walau sebelumnya, viral di media kalau Gabriel Mahal bersama Muhamad Achyar sebagai kuasa hukum Haji Adam Djuje memasang plang di depan lahan itu dan melarang masyarakat atau siapapun untuk masuk ke area tersebut.
Baca: Sidang Saksi: JPU Tanyakan Kontainer Johni Asadoma dan Vila Goris Mere di Kerangan
Dalam persidangan, I Gusti mengaku, selama dirinya menjabat Kepala BPN Mabar, Muhamad Achyar selaku pemegang kuasa dari Goris Mere, Karni Ilyas dan Gabriel Mahal kerap mendesak bahkan sangat ngotot ke dirinya untuk memeroses sertifikat tanah di Kerangan atas nama mereka, termasuk Achyar sendiri.
Kengototan Achyar rupanya tak membuat I Gusti gugup dan memeroses sertifikat tanah tersebut. Ia Menolak. Alasanya, berdasarkan dokumen yang ada di kantornya, tanah yang dimasksud merupakan tanah Pemerintah Daerah Mabar. Tanah itu telah diserahkan fungsionaris adat Dalu Nggorang, Haji Ishaka dan Mustofa ke Pemda Manggarai saat Gaspar Ehok menjadi Bupati pada tahun 1997.
Hal itu lalu dibenarkan ahli waris fungsionaris adat Dalu Nggorang, Haji Ramang Ishaka sebagaimana pengakuannya dalam sidang sebelumnya di Pengadilan yang sama.
Selain itu, I Gusti menemukan ada yang aneh dari berkas yang ditunjuk Achyar sebagai alas hak atas tanah tersebut.
Menurut I Gusti, saat mengajukan permohonan pengurusan Sertifikat atas nama Goris Mere, Karni Ilyas, Gabriel Mahal dan Muhamad Achyar sendiri, Achyar mengaku sebagai kuasa hukum Haji Adam Djuje yang mengklaim sebagai pemilik tanah. Tetapi dalam dokumen sebagai alas haknya menggunakan nama ahli waris Raja Pota, Daimalewa, yang juga mengaku sebagai pemilik tanah tersebut.
Diterangkan I Gusti, sesungguhnya selain beberapa nama yang disebutkan Achyar dalam mengajukan permohnan ke BPN Mabar untuk mengurus sertifikat, masih ada beberapa nama lainnya yang mengaku sebagai pemilih lahan tersebut. Itu semakin meyakinkan I Gusti untuk menolak pengurusan sertifikat karena aroma sengketa atas lahan tersebut kian terang.
Dalam bahasa I Gusti, pihak BPN tak akan mengurus sertifikat atas tanah yang belum clean and clear. “Pada prinsipnya, kami tidak akan mengurus sertifikat atas tanah yang belum clean and clear Pak,” ujar I Gusti menjawab pertanyaan JPU terkait mengapa dirinya bersikukuh menolak mengurus sertifikat walau sudah didesak berkali-kali.
Meski begitu, keras kepala seorang I Gusti yang kini menjabat sebagai Kepala BPN Kabupaten Rote Ndao itu tidak membuat Muhamad Achyar menyerah begitu saja. Ia tetap bersi keras untuk mendapatkan sertifikat atas tanah tersebut. Achyar diduga terdesak karena telah menjual sebagian tanah tersebut ke Goris Mere senilai Rp 3 miliar, sebagaimana disebutkan dalam fakta persidangan.
“Apakah saksi tahu bahwa ada dokumen perjanjian jual beli antara Goris Mere dan Muhamad Achyar senilai 3 miliar?,” cecar JPU.
“Iya Pak, saya sudah lihat surat itu,” timpal I Gusti yang mengaku tak ingat jelas luas lahan yang dijual Achyar ke Goris Mere.
Kali berikut, Achyar datang lagi dengan permohonan yang sama yakni mengajukan permohonan sertifikat. Tetapi, kali ini bukan atas nama tiga orang sebelumnya termasuk dirinya tetapi atas nama David.
Tetapi setelah dicek, ternyata tanah yang dimaksudkan merupakan tanah yang sama yang sebelumnya diajukan sebelumnya. Hal itu menimbulkan pertanyaan baru bagi I Gusti. Ia pun mengundang Muhamad Achyar untuk hadir di Kantor BPN Mabar guna membicarakan hal tersebut.
“Tujuan saya agar membicarakan hal ini dari hati, dengan pikiran jernih Pak. Saya sampaikan ke Pak Achyar bahwa lokasi tanah tersebut berada di atas lahan yang sama. Tetapi Pak Achyar mengatakan, tidak. Itu di luar. Tetapi setelah dicek ternyata lokasinya sama,” ujarnya.
Goris Mere Datangi Kepala BPN
Meski sebelumnya, sebagaimana diberitakan berbagai media, termasuk Tempo, Goris Mere mengonfirmasi jika dirinya telah membatalkan perjanjian jual beli dengan Muhamad Achyar karena tak kunjung mendapatkan kejelasan status kepemilikan dan sertifikat tanah tersebut. Ia pun disebut Kejagung RI sebagai pembeli beritikad baik.
Baca: Menguak Fakta di Balik Pertarungan “Para Bintang” di Kerangan
Kendati demikian, Goris Mere pernah mendatangi Kantor BPN Mabar dan menemui Kepala BPN, I Gusti Made Anom Kaler di ruangannya.
Tujuan kedatangan Goris Mere adalah meminta dirinya untuk mengurusi sertifikat atas tanah yang telah dibelinya dari Achyar tersebut meski sebelumnya telah ditolak BPN. Berbeda dengan Achyar, menurut I Gusti, Goris Mere datang tidak dengan nada mendesak atau ngotot.
“Iya, Pak Goris pernah ke Kantor Pak. Datang minta untuk membuat sertifikat. Tetapi Pak Goris tidak mendesak. Saya jelaskan baik-baik ke Pak Goris, bahwa tanah itu tanah Pemda,” ujar I Gusti saat ditanya apakah dirinya pernah bertemu Goris Mere.
Dikatakan I Gusti, saat datang ke ruangannya, Goris Mere membawa serta gambar bangunan yang akan dibangun di atas lahan yang telah diserahkan ke Pemda pada tahun 1997 itu.
Sebagaimana disebutkan di Persidangan, meski pengajuan pengurusan sertifikatnya ditolak BPN tetapi di atas lahan itu telah didirikan beberapa bangunan seperti pagar, Gapura, Majid dan Kafe.
“Iya, sudah Pak. Pagar. Ada Gapura di depan. Di dalamnya ada Masjid, ada Kafe begitu Pak yang dari Contener begitu Pak,” ujarnya menjawab pertanyaan JPU terkait apakah dirinya tahu kalau di atas lahan itu sudah didirikan bangunan yang diduga Vila dan Kafe.
Baca: Saksi Sebut Muhammad Achyar Pernah Ajukan Permohonan Sertifikat untuk Empat Orang di Jakarta
Namun menurut I Gusti, bangunan itu tidak dibangun sebelum pengajuan permohnan pembuatan sertifikat tetapi di waktu-waktu terakhir dirinya sebelumnya pindah dari BPN Mabar.
“Sebelumnya tidak ada Pak, tetapi seiring perjalannya, terakhir-terkahir saya lihat sudah ada bangunan,” terangnya. (VoN)