Kupang, Vox NTT-Bencana alam badai siklon tropis seroja melanda Provinsi Nusa Tenggara Timur dua pekan lalu. Amukan badai dan hujan tiada henti yang klimaksnya terjadi pada 4-5 April lalu.
Dampaknya tidak hanya korban fisik seperti rumah dan gedung perkantoran, tetapi juga sampai pada korban nyawa.
Bencana yang datang tiba-tiba dan kali perdana itu cukup memberi luka batin bagi masyarakat NTT.
Belum pulih Covid-19, kini badai yang biasanya terjadi di Australia itu telah merenggut ratusan nyawa manusia NTT.
Luka fisik dan trauma mendalam masih dirasakan oleh masyarakat yang berdampak.
Tercatat hingga Sabtu, 17 April 2021, sebanyak 181 orang meninggal dalam bencana tersebut dan 47 orang masih dinyatakan hilang. Ribuan manusia masih mengungsi. Infrastruktur rusak.
Beda Pendapat
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka dua hari pascabencana, mendesak pemerintah pusat untuk menetapkan musibah di NTT sebagai bencana nasional.
“Kenapa saya minta jadi bencana nasional, karena setelah badai berlalu, eskalasi semakin tinggi dengan kerusakan yang semakin serius, terutama di tepi pantai dan sungai,” ujar Laka Lena, Jumat (06/04/2021).
Menurut Politisi Golkar itu, jika diakumulasikan dan didorong menggunakan anggaran Provinsi NTT dalam penanganannya, maka sangatlah berat. Sebab itu, dia mendorong agar bencana di NTT menjadi bencana nasional agar penanganannya jauh lebih optimal ke depan.
“Kami dorong agar pemerintah hadir di masyarakat yang terdampak langsung bencana ini,” ujar Ketua DPD I Partai Golkar NTT itu.
Sementara itu, dalam Siaran Biro Administrasi Pimpinan Setda Provinsi NTT pada 12 April 2021, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) mengatakan, bencana alam di NTT yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan terjadinya berbagai kerusakan infrastruktur, tidak perlu ditetapkan menjadi bencana nasional.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Laiskodat menanggapi usulan sejumlah kalangan agar pemerintah menetapkan bencana alam NTT sebagai bencana nasional.
Menurut dia, koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah pusat dapat dilakukan tanpa diperlukannya alasan formal yang sifatnya administratif.
“Saat ini kami memiliki argumentasi yang logis untuk kepentingan daerah kami agar tidak perlu ditetapkan sebagai bencana nasional,” ujar politisi NasDem itu.
Pada kenyataanya, kata dia, komunikasi dan koordinasi yang telah dilakukan dalam beberapa waktu ini telah menunjukkan perhatian serius pemerintah pusat terhadap NTT yang mengalami bencana alam dengan dampak sosial ekonomi yang sangat besar.
Untuk mengatasi dampak sosial dan ekonomi dari bencana ini, Presiden Joko Widodo sendiri telah menggerakkan semua infrastruktur pemerintahan, TNI, Polri, Kementerian dan lembaga terkait.
Bahkan Presiden Jokowi telah hadir dan melihat dari dekat dampak bencana ini seraya menginstruksikan seluruh jajaran pemerintahan, baik pusat maupun daerah untuk melakukan intervensi penuh sesuai dengan Tupoksi masing-masing.
Tanpa status bencana nasional pun, menurut Laiskodat, perhatian presiden begitu besar terhadap NTT dengan berbagai kebijakan pembangunan, mulai dari tanggap darurat sampai rencana pemulihan dan pembangunan kembali infrastruktur-infrastruktur yang rusak akibat bencana.
Kemudian, lanjut Laiskodat, jika pemerintah menerapkan bencana alam ini sebagai bencana nasional, maka hal itu akan mendorong negara-negara lain mengeluarkan travel warning untuk tidak berkunjung sementara sampai travel warning tersebut dicabut.
Padahal, pemerintah sedang memulihkan semua sarana prasarana pariwisata mengantisipasi kedatangan wisatawan.
Status travel warning juga dapat berdampak pada asuransi wisatawan yang tidak dapat diklaim apabila terjadi sesuatu terhadap mereka.
Laiskodat mengingatkan, jika negara lain mengeluarkan travel warning untuk tidak datang ke wilayah Indonesia karena status bencana nasional, maka untuk memulihkan status itu membutuhkan diplomasi antarnegara yang tentu memakan waktu dan tidaklah mudah.
“Kita harus percaya diri dan menunjukkan kepada dunia bahwa kita mampu menangani masalah. Itulah dua alasan utama kita tidak perlu meminta kepada pemerintah menetapkan bencana alam di NTT sebagai bencana nasional,” ujar Laiskodat.
Pengamat sosial politik asal Universitas Nusa Cendana Kupang Lasarus Jehamat mengatakan, proses penanganan bencana menjadi biasa dan tidak dibutuhkan kebijakan extra policy. Implikasinya, anggaran penanganan bencana menjadi terbatas pada dana taktis.
“Bukan soal wajar atau tidak. Ini soal kemauan politik,” ujar Lasarus, Jumat (16/04/2021) malam.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba