*Cerpen
Maryam Sertakan Aku Bersama Doa dan Kenangkan Aku Lewat Mimpimu
*Oleh: Aken Ruing
Kukirimkan salam dan doaku untuk kamu yang sedang memandang dan menikmati rembulan yang sama di manapun kamu berada. Bersama gunda aku merindukan kamu apakah engkau juga melakukan hal yang sama datang memandang dan memeluk masa depan kita.
Jiwa – jiwa rintih berpamit untuk pulang, katanya resah itu menjijikan, dan gelisah sudah lelah menjelaskan, tentang malam? Sebab aku membawa semua puisi di warasku.
Bersama dengan senyuman manis diwajahmu putih bersih dan elok dilihat. Betapa cerah sinar rembulan sinar yang begitu indah menyinari jiwa. Hilangkan rasa duka di hati dan jiwa walau tak seindah yang dibayangkan.
Malam ini bulan bersinar terang tanpa awan berkawankan bintang. Bintang betabur begitu indah. Parasnya begitu menawan di langit yang sama.
Kami memandang rembulan yang sama. Percaya atau tidak hatiku lepas tak bertindak. Tatapanku tak begerak mendadak. Yang kuingat kau berikan senyum yang membuatku terhenyak.
Langkamu beriringan dengan irama jantungku. Ayunan tanganmu tenang membuatku semakin membisu. Ketika aku merasa sendiri dalam sendu, tiba – tiba kau hadir membias rindu. Rindu yang sekejap hilang tapi lebih cepat lagi datang.
Perlahan kukecup pipinya yang masih ranum di bawah rembulan malam itu. Katanya “tanpamu, hariku kian hampa. Tidak ada lagi yang menyapa semoga rembulan malam ini antarkan aku menjadi nestapa.”
Sesaat kemudian kulihat tawanya yang renyah memecah keheningan malam ini. Tiba – tiba ada gelisah menyeruak tawanya dalam dadaku. Tanpa permisi lagi mencampuradukan perasaanku yang semakin hari semakin berat kehilangan ragamu.
Bila nanti hanya hati saja yang berbincang karena bisu saja mengguncang dan ragu masih terus bimbang bertanya atau sekadar senyuman.
Seperti indahnya malam ini bulan dan bintang kita hadir bersamaan kita menerangi kerinduaan yang kelam. Tetapi tetap saja tak ada kata unik untuk menyempatkan rasa.
Haii… sang waktu bolehkah engkau berpihak padaku. Jangan melaju begitu cepat bagaikan kereta api melaju cepat di atas rell mengganti hari ku.
Bukankah aku dan dia bahagia menikmati rembulan malam ini. Lamunanku tersentak bisu, mataku kian merajut pilu. Lengan dan kakiku terjatuh lesu karena kata – katamu yang tak pernah setuju bersatu membuat hatiku remuk dan membatu.
Tak aneh bagiku bila nanti hanya hati saja yang berbincang. Sebab malam selalu saja kian memaksaku untuk segera beranjak pamit.
Maryam aku tak tahu sampai kapan namamu aku sebutkan. Maryam, kau cantik, kau manis, aku suka jika engkau tersenyum, aku juga suka bahkan sampai malu melihatmu tertawa karna engkau begitu cantik.”
* * *
Cerita ini aku mulai baru beberapa hari ini saat tak sengaja kita bertemu di sore itu. Saat engkau mengenalkan namamu Maryam, dari situ awal aku menyapamu kembali Maryam. Seperti yang engkau utarakan kepadaku agar engkau selalu mengingat “Tuhan”. Ketika engkau berada pada kaki salib memohon pertolongan.
Bermula saat aku sedang memandang rembulan di balik jendela kamarku dikampung.
Tak lama sudah aku bertanya kamu berasal dari mana? Maryam menjawab, aku cumam tersenyum dan dia pun tertawa.
Keesokan malamnya karena kami baru bertemu dan baru pertama kali chat rasa takut dan malu masih terasa dalam diriku.
Singkat cerita, saat itu malam bertambah larut, kami pun berpamitan untuk untuk tidur.
Entah kenapa saat mau meletakan kepalaku di atas bantal, pikiranku hanya dia, aneh memang.
Aku ingat memang saat kami asyik bercanda aku hanya tersenyum dibuat olehnya. Tak bosan aku melihatnya saat dia lagi tersenyum.
Dia orangnya asyik, nyambung aja kalau diajak gobrol. Semalam sentuk aku mengingat dan membanyangkan dia, sampai tak sadar aku sudah tidur.
Pagi saat aku terbangun dari tidur yang tidak nyaman karena dia masih bermain-main dalam pikiranku.
Yah, pagi itu aku masih di rumah. Kebetulan lagi Covid-19 hanya bermain game, makan, tidur, baca buku, dan terkurung dalam kamar hingga malam menjemput.
Sesampainya di rumah, aku mengirim pesan di jejaring sosmed. Dia hanya membaca dan membalas beberapa pesanku saja.
Alasannya dia ngantuk dan capeh. Ya, sudah aku hanya bergadang malam itu dengan handponeku sendiri, menunggu balasannya, namun tak ada kabar darinya.
Beberapa hari kami saling kenal lewat sosmed tersebut. Dan mungkin karena waktu liburan hampir usai aku mau berpamitan tuk kembali ke tempatku, di mana sebelumnya aku mengenalnya.
Seperti biasa kami hanya berbalas lewat sosmed, bercerita, bercanda, dan yah obrolan basa basi ..
Ingin sesekali aku membuatkan puisi untuk cantiknya. Sebenarnya aku sudah membuat beberapa puisi untuk dia., bukan, lebih tepatnya untukku saja karena aku tak berani memberikan kepadanya.
Puisi pertama
“Tuhan,
Tolong jangan hadirkan dia saat aku sedang menikmati senja, karena aku tak ingin serahkah dengan menikmati dua sekaligus keindahan yang kau ciptakan”.
Itu puisi pertama yang kubuat untuk dia. Tapi aku tak berani untuk memberitahunya.
Seiring berjalannya waktu, kami pun saling akrab walau hanya sebatas sosmed.
Banyak cerita kami walau hanya sebatas sosmed ini. Kami saling percaya. Aku pernah bilang bahwa aku sebenarnya suka, tapi katanya dia tak mau disukai.
Tapi dia hanya menganggap aku bercanda (mungkin karena aku suka bercanda). Akhirnya dalam tanda kutip sekadar, sampai saat ini kami benar – benar sudah jauh.
Tapi jujur saja aku rindu dengan dia. Rindu tawa, canda, sedih, bahagianya, aku merindukan dia.
Maryam cantik sekali, bahkan orang buta dan tuli pun jika mendengar nama dan suaranya pasti langsung tahu jika Maryam memang cantik.
Sekarang aku hanya bisa memandang fotonya saja yang ada di memoriku. Banyak sekali foto yang dikirimkannya kepadaku. Sungguh Maryam aku rindu.
Puisi terakhir Maryam…
Kau tahu isyarat puisiku yang bertuliskan “KAMU”..
“Sekalipun kita tak bertemu tapi aku percaya itu kamu selalu ada di setiap detik. Meski hanya bertemu di sudut ruang yang sempit kita saling bertegur sapa. Dari rangkaian kata yang tercecer entah dialamatkan ke siapa?”
Yahhh…begitulah cintaku padamu.
Yang tak tersampaikan langsung kepadamu.
@Tuhan sang penggoda.
Maumere, 15 April 2021
Profil Penulis:
Yoakim Lango Ruing lahir di Lerahinga – Lembata NTT. Aken Ruing adalah nama pena dikenal sebagai seorang yang puitis. Menulis menjadi cita – citanya karena dengan menulis Yoakim Lango Ruing bisa lepas dari penderitaannya.