*Cerpen
Obat untuk Mama
Oleh: Yohanes Mau
“Doakanlah Mama!” Kata ini keluar dari mulut Riany gadis mungil kesayangan mama. Bete Lalenok adalah sapaan manja yang ditautkan padanya. Hatinya yang sedang disayat rasa pedih dan perih.
Hatiku terasa piluh menyaksikan Bundanya sedang bergulat melawan sakit di atas tempat tidur ruang sakit. Air mata Riany putri semata wayang mama itu mengalir tanpa henti basahi pipinya yang manis.
Aku tak tegah membiarkan tetesan rasa itu jatuh terlebur dalam duka yang dalam. Duka dalam menyayat hati dan menyimpan rindu penuh harap. Semoga bunda menang dalam memerangi rasa sakit yang sedang digeluti, berbuah sembuh dan kembali berkisah seperti yang dulu lagi.
Gedung menjulang tinggi di Kota Yogyajarta bernama Rumah Sakit Siloam pada kamar nomor 001 tubuh mama terbaring di sana.
Entah sakit apa, Riany tak pernah omong tentang itu. Ia hanya minta padaku, “Doakanlah Mama!”
Pada kamar 001 tempat rawat nginap itu, aku bersama Riany temani mama dan melebur dalam sakitnya.
Suara desahan mama, “Anakku, sakit ini tak tertahankan lagi, masihkah ada harapan untuk hari esok?”
Pertanyaan mama menusuk kalbu menggugurkan air mata Riany bagai hujan yang enggan pergi bersetubuh dengan alam tak gapai klimaksnya.
Luapan sedih Riany kala mendengar itu air matanya tak terbendung lagi. Aku pun hanyut dalam sedih Riany gadis mungil bersahaja yang sering disapa oleh keluarganya Bete Lalenok.
Kuulurkan tanganku dan merangkul tubuh Riany agar ia kuat hadapi terpaan hidup yang sedang menggerogoti hati kecilnya.
Sungguh hangat kasihmu Riany terasa di dada dan mama senyum menyaksikan pelukan hangat Riany dan aku.
Mungkinkah ini yang disebut obat yang tak terjual di apotek dan Toko obat lainnya? Ya, obat ini tanpa biaya dan bersifat natural.
Dalam hening terlihat senyum mama itu mekar dan tulus Pancarkan bahagianya. Aku dan Riany malu-malu bergegas memegang tangannya, menempelkan telapak tangan mama di pipi kami.
Hangat sungguh terasa dan bergetar tapi Mama hanya diam saja. Tak lama kemudian Riany menatapku dengan teduh.
Aku malu-malu dan tunduk tanpa kata. Tatapannya sinar matanya menembusi relung hatiku yang dalam. Aku tak bisa berbohong bahwa cintaku kandas pada hatinya yang sahaja itu.
Kemudian tangan sebelah Riany memegang erat tanganku juga. Dada saya berdetak seolah aku dikuatkan untuk setia mencintainya dengan sekuat tenaga dan jiwa.
Melihat semuanya itu mama hanya senyum saja. Senyum mama adalah restu dalam diam untuk kami saling mencintai.
Mencintai adalah memberi segalanya untuk subyek yang dicintai agar ia sungguh merasa bahwa cinta Tuhan itu besar dan menyata dalam realitas hidup hari ini kini dan di sini.
Cinta tak bisa dibahasakan. Ia terkadang hanya diam dan memancarkan energi yang besar tak terbendung oleh kekuatan apa pun.
Lima menit kemudian Dokter Siska datang bawa serta dengan alat tensi Dan segala tetek bengek. Dokter Siska mengukur tension dan mengecek keadaan mama.
Hasilnya sungguh luar biasa karena keadaan mama sudah normal. Dokter Siska menatap kami dengan senyumnya dan mengatakan, “Mama sudah normal, mama sudah sehat.”
Mendengar itu Riany memeluk tubuh mama secara erat dan sambil nengucapkan syukur, terima kasih Tuhan, terima kasih Tuhan Engkau telah mendengar doaku!”
Inilah secuil bahagia yang terselubung di balik misteri penderitaan. Air mata dan penderitaan adalah hal menantang yang melemahkan serentak meneguhkan untuk setia berkanjang dalam bergulat.
Tuhan tak pernah berjanji langit tak selamanya mendung, tapi Ia berjanji segala sesuatu akan indah pada waktunya.
Sebelum tinggalkan kamar 001 tempat rawat nginap aku dan Riany bersama mama melantunkan syukur kepada Tuhan yang terjangkau dalam ayat-ayat nada indah.
Syukur untuk anugerah kesembuhan dan mengemis jamahan tangan kuasaNya untuk ziarah-ziarah hidup selanjutnya.
Benar apa yang tertulis di dalam kitab suci, ikan tanpa air akan mati, tapi air tanpa ikan akan tetap air, pohon tanpa tanah akan mati, tapi tanah tanpa pohon akan tetap tanah, Tuhan tanpa manusia tetap Tuhan, tapi manusia tanpa Tuhan adalah mati.
Maka berharaplah dan selalu setia pada Tuhan karena hanya bersama Dia sajalah kita bertahan hidup. Tanpa Dia kita bukan apa-apa.
Kata, doakanlah mama adalah ungkapan iman yang tulus akan adanya kesalingketergantungan antara manusia dan Tuhan.
Riany sungguh yakin bahwa hidup manusia hanyalah sementara dan Tuhan adalah yang abadi. Tuhan akan menyelesaikannya segala resah dan gelisah yang melanda hatinya.
Zimbabwe, akhir 2020.
Yohanes Mau adalah salah satu penulis buku Antologi Puisi, “Seruling Sunyi untuk Mama Bumi.” Kini ia sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika