Kupang, Vox NTT – Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Belu, dan Sumba Barat sudah dilaksanakan di Aula El Tari, Kantor Gubernur NTT, Senin (26/04/2021) lalu.
Tiga pasang Bupati dan Wakil Bupati tampak gagah dengan pakaian dinas upacara (PDU) serba putih. Mereka mengikrarkan sumpah dan janji untuk mengabdi kepada masyarakat di daerahnya masing-masing.
Di samping pria-pria yang sukses dalam Pilkada 9 Desember 2020 itu, ada perempuan hebat. Itulah istri yang setia mendampingi suami, mulai dari masa-masa sulit hingga sukses menjadi pemimpin daerah.
Keenam wanita berkonde itu tampak anggun dalam balutan busana khas adat daerahnya masing-masing. Salah satu wanita hebat yang menarik perhatian undangan kala itu adalah Lia Kim, istri Wakil Bupati Malaka, Kim Taolin.
Wanita bernama lengkap Ceicilia Bere Buti ini mengenakan kebaya warna putih. Dipadukan dengan rok dari kain tenun ikat warna merah marun. Selendang tenun yang juga berwarna merah marun disandangkan pada bahu kanannya.
“Ibu wakil bupati terlihat cantik dan anggun. Apalagi dibaluti kain tenun ikat yang cantik ini. Sungguh menambah kecantikan ibu wakil,” puji salah seorang fotografer usai acara pelantikan.
“Terima kasih adik. Ini hasil karya ibu-ibu Malaka khususnya di daerah Dawan R, kampung halaman suami saya,” balas Lia Kim.
Promosi Tenun Ikat
Kain tenun ikat khas Malaka umumnya berwarna merah terang. Namun di wilayah pegunungan, khusus wilayah berbahasa Dawan R, warnanya agak berbeda, yakni merah marun.
Hasil karya tangan-tangan terampil perempuan-perempuan Malaka itu harganya terbilang mahal. Selain karena proses pembuatannya memakan waktu hingga tiga bulan, tenun ikat Malaka memiliki nilai seni dan filosofis yang tinggi. Tidak heran jika selembar kain tenun ikat khas Malaka dibanderol dengan harga Rp 3 juta sampai Rp 5 juta.
“Saya sengaja pakai kain tenun ikat ini, agar orang dari daerah lain tahu bahwa kita di Kabupaten Malaka memiliki kreatifitas dari kearifan lokal dan budaya yang sangat tinggi,” kata ibu dua anak itu.
“Tadi banyak yang tanyakan kain yang saya pakai ini. Mereka bilang mau beli. Saya jawab, mari ke Malaka saja. Di sana banyak,” cerita mantan staf Bank Danamon Cabang Atambua itu penuh semangat.
Tenun ikat, kata Lia, merupakan kekayaan budaya warisan nenek moyang orang Malaka. Mengenakan kain yang sangat indah itu, membuat dirinya merasa semakin percaya diri.
Sebagai istri Wakil Bupati, Lia berjanji untuk turut memperjuangkan pemberdayaan ibu-ibu Malaka. Wanita Malaka, lanjut Lia, mesti didorong untuk berkreasi dan menjadikan tenun ikat sebagai industri rumahan.
“Kita akan dorong ibu-ibu di Kabupaten Malaka untuk memulai industri rumahan. Salah satu contohnya adalah menenun,” pungkas Lia.
Penulis: Frido Umrisu Raebesi
Editor: Yohanes