Oleh: Stefan Bandar
Proses globalisi yang terjadi saat ini telah menjamur ke berbagai aspek kehidupan manusia. Politik, sosial, ekonomi, budaya, dan agama merupakan contoh aspek-aspek kehidupan manusia yang dipengaruhi oleh globalisasi.
Maka tidak heran ketika kenyataan menyajikan seluruh aspek ini dimodifikasi sedemikian rupa dalam kehidupan masyarakat.
Usaha memodifikasi aspek-aspek ini tentunya memberi implikasi yang cukup serius bagi kehidupan masyarakat.
Implikasi tersebut berujung pada realitas ganda yakni adanya kenyataan konstruktif di satu sisi, tetapi di sisi lain munculnya kenyataan destruktif terhadap hubungan antara masyarakat.
Kedua kenyataan ini pada akhirnya memberi pengaruh terhadap pembentukkan jati diri bangsa.
Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri ialah munculnya sikap mengagungkan budaya barat dan menganggap kolot budaya lokal. Tradisi dan nilai-nilai budaya lokal dipandang sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan zaman.
Anggapan ini berujung pada peminggiran budaya lokal dari kehidupan masyarakat. Padahal kebudayaan lokal merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki bangsa ini.
Di sisi lain muncul juga isu SARA yang seringkali berujung pada tindakan kekerasan. Kaum fundamentalis dan radikalis mencoba memasukan ideologi mereka menjadi ideologi yang berlaku untuk semua masyarakat.
Permasalahan mayoritas dan minoritas seringkali menjadi pemicu munculnya konflik yang berujung pertumpahan darah.
Selain itu munculnya kesenjangan pembangunan antara daerah khususnya antara daerah Indonesia bagian timur dan Indonesia bagian barat, KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang masih dipraktikkan oleh oknum-oknum tertentu, dan realita angka kemiskinan yang tinggi merupakan masalah yang masih menyelimuti bangsa ini.
Masalah-masalah ini tentunya membutuhkan suatu penanganan yang intens khususnya dalam bentuk kebijakan.
Usaha yang berlaku dalam bentuk kebijakan tertentu harus berpijak pada suatu pengandaian bahwa melalui kebijakan itu masalah-masalah yang sedang melanda bangsa ini dapat diselesaikan dan serentak pula dapat mewujudkan keadilan bangsa.
Usaha mewujudkan sebuah bangsa yang sejahtera, adil, dan makmur pada dasarnya merupakan salah hal yang diikhtiarkan bersama.
Setiap bangsa membutuhkan suatu situasi keteraturan, di mana segenap masyarakat memiliki jaminan terhadap kesempatan untuk mengaktualisasikan kapasitasnya.
Setiap bangsa berjalan menuju suatu keadilan, di mana hak dan kebebasan masyarakat dipenuhi dan juga dihormati.
Setiap bangsa mengikhtiarkan suatu kehidupan yang damai dan sejahtera, yakni sebuah situasi tidak adanya kekerasan, peperangan, dan masalah-masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan bersama.
Perwujudan situasi ini lebih jauh lagi menjadi tiket terbentuknya jati diri bangsa serentak juga sebagai usaha mewujudkan cita-cita luhur bangsa.
Maka dari itu, salah satu hal penting dalam proses perwujudan situasi ini adalah adanya kerja sama baik antara pemerintah dengan masyarakat maupun antara masyarakat.
Kerja sama yang dimaksud adalah adanya sikap saling menghargai, baik dalam tataran ranah privat maupun dalam tataran ranah publik. Sikap saling menghargai ini sangat penting, sebab manusia pada dasarnya butuh dihormati.
Namun pembentukan jati diri bangsa yang beradab pertama dan utama tidak dapat dilepas-pisahkan dari integritas seorang pemimpin.
Integritas yang dimaksud adalah kemampuan-kemampuan konstruktif dalam diri pemimpin yang dapat merealisasikan perwujudan identitas bangsa yang beradab. Proses prealisasian ini temaktub dalam kebijakan-kebijakan yang diambil untuk dijalankan bersama.
Kemampuan konstruktif yang dimiliki seorang pemimpin tentunya meliputi aspek intelektual maupun aspek intuisi (perasaan).
Kedua kemampuan ini haruslah berjalan beriringan, di mana tidak ada yang mendahului satu dengan yang lainnya.
Keduanya harus berjalan bersama dan keduanya juga digunakan secara bersama dalam proses pengambilan kebijakan publik.
Secara umum ada empat kapasitas yang harus dimiliki seorang pemimpin sebagai perealisasian dari kemampuan pada tataran intelektual dan kemampuan pada tataran intuisis (perasaan) dalam usaha membentuk jati diri bangsa yang beradab.
Keempat hal itu adalah profesionalitas, kejujuran, kecakapan, dan perasaan empati. Keempat hal ini menjadi penopang munculnya sebuah kebijakan yang adil dan pembentukan jati diri bangsa yang beradab.
Pertama, profesionalitas. Profesionalitas merupakan sikap para anggota profesi yang benar-benar menguasai profesinya.
Hal ini berarti bahwa dalam mengembangkan tugas, seorang pemimpin harus benar-benar memahami tanggung jawabnya secara menyeluruh.
Seorang pemimpin harus mampu memposisikan dirinya dengan tugas yang diberikan kepadanya serta menjalankan tugas tersebut berdasarkan pemahaman yang cukup baik.
Profesionalitas juga berarti seorang pemimpin harus memiliki kemampuan intelektual maupun intuisi yang mampu menciptakan keadilan.
Dengan kemampuan intelek, seorang pemimpin harus mampu menyaring hal-hal yang datang dari luar dan mampu menemukan program pembangunan yang merata.
Dengan intuisi, seorang pemimpin mampu memposisikan diri sebagai bagian dari seluruh kelompok masyarakat.
Di tengah bangsa yang berwajah multikultural, profesionalitas seorang pemimpin sangat dibutuhkan.
Seorang pemimpin harus mampu memposisikan dirinya terhadap identitas kebudayaan seluruh masyarakat, tetapi bukan berarti menghilangkan kebudayaannya sendiri.
Seorang pemimpin harus mampu melihat perbedaan dan keunikan dalam kerangka kebhinekaan, sebagai hal yang menunjang kekayaan bangsa.
Kedua, kejujuran. Kejujuran sangat erat kaitannya dengan hati nurani. Kejujuran dapat diartikan sebagai sebuah keadaan di mana sebuah pernyataan dan putusan dalam berjalan bersama.
Maksudnya bahwa seorang pemimpin hendaknya menyampaikan keadaan yang sebenarnya, terlepas dari hal itu menguntungkan atau merugikan.
Seorang pemimpin tidak diperkenankan untuk merekayasa suatu keadaan agar dapat menguntungkan dirinya sendiri.
Kejujuran akhir-akhir ini seringkali menjadi suatu aspek yang diabaikan. Kejujuran seringkali menjadi aspek yang dipinggirkan dalam proses pembangunan.
Padahal kejujuran merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi seorang pemimpin dalam mengarungi bahtera kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mampu memberikan apa yang harus didapatkan oleh masyarakat tanpa menimbang-nimbang keuntungan pribadi.
Bentuk kejujuran ini tentunya berujung pada pembangunan yang merata. Kejujuran ini mengeliminasi budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang kerapkali melanda bangsa ini.
Kejujuran yang dipraktikkan dalam lingkungan kepemimpinan menjadi suatu hal yang mampu membawa bangsa pada situasi beradab.
Ketiga, kecakapan. Kecakapan merupakan salah satu bentuk gambaran diri khususnya tentang kemampuan intelektual. Kecakapan juga menjadi salah satu tiket guna mendapatkan kepercayaan masyarakat.
Dalam sebuah kepemimpinan, kecakapan juga sangat menentukan kepercayaan dari rekan kerja.
Kedudukan atau otoritas tertentu biasanya diberikan berdasarkan kecakapan seseorang khususnya dalam membangun argumen yang baik.
Pentingnya kemampuan kecakapan dalam diri seorang pemimpin dibutuhkan khususnya dalam hubungan bilateral dan multilateral.
Seorang pemimpin harus mampu merepresentasikan seluruh masyarakat dan meningkatkan image bangsa di mata internasional.
Hal ini memungkinkan terjalinnya hubungan, baik dalam aspek ekonomi, politik, sosial, dan sebagainya, yang dapat memenuhi kebutuhan dalam mewujudkan bangsa yang sejahtera
Keempat, simpati. Simpati merupakan salah satu hal yang mesti dimiliki seorang pemimpin. Simpati merupakan sebuah sikap merasakan penderitaan yang dialami orang lain.
Perasaan itu mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan karena dirinya ikut merasakan apa yang orang lain rasakan.
Seorang pemimpin harus memiliki simpati dalam dirinya. Pemimpin harus ikut merasakan penderitaan yang dialami masyarakat.
Namun bukan saja sampai pada tataran ikut mengalami penderitaan masyarakat, seorang pemimpin harus mampu mengambil kebijakan yang berujung pada penyelesaian masalah yang dialami masyarakat.
Keempat kapasitas di atas sangat dibutuhkan dalam diri seorang pemimpin dalam usaha pembentukan jati diri bangsa yang sedang berada dalam era milenial.
Keempat hal ini juga saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dalam membangun jati diri sebuah bangsa menjadi bangsa yang beradab.
Demokrasi hendaknya dibangun dalam hal ini, yakni seorang pemimpin harus mampu mendengarkan rakyat dan menjadi penyalur aspirasi masyarakat.
Di tengah gempuran arus globalisasi sekarang ini, keempat kemampuan di atas sangat penting untuk direalisasikan dalam sebuah kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus mampu mempraktikan profesionalitas, kejujuran, kecakapan, dan perasaan simpati agar pembentukan jati diri bangsa bangsa yang beradab dapat terwujud.
Penulis adalah Mahasiswa STFK Ledalero