Oleh: Yohanes A. Loni
Berpolitik itu bertarung dengan kursi dan kuasa, berjuang dengan prinsip dan risiko. Bergemilang dengan masalah rakyat banyak. Bergelut dengan perjuangan dan tanggung jawab bangsa dan negara. Sarat dengan hak, berat dengan kewajiban.
Babak karena benturan belur karena pukulan. Bimbang hadap kawan bingung hadap lawan. Kalah tidak berkanjang menang tidak langgeng. Kecewa gembira silih berganti. Khayal bisa mengawang untuk ahkirnya patah frustrasi.
Berpolitik adalah masuk bersilat taktik dan strategi di arena, dengan akibat yang pasti hanya satu: siapa salah buka langkah, dia terlempar keluar gelanggang.
Politik itu biasanya amat kotor, walau mestinya amat resik; tapi indah. Licin tapi menarik. Licik tapi resik. Repot tapi asyik. Sulit tapi wajib. Ruwet tapi gairah. Berbahaya tapi mempesona. Penuh jebakan tapi rindu menarik ingin. Jemu tetapi kembali selalu tetap membelenggu. Penuh gejolak tapi semarak. Bisa diperhitungkan tetapi berantakan tidak terduga.
Sebab berpolitik sebagai panggilan adalah instrumen dari tangan manusia. Manusia adalah pemainnya. Dan manusia politik sosial yang berbahaya; dalam dirinya terdapat sesuatu yang berada di luar lingkup akal sehatnya tanpa memperhitungkan nilai moral dan pertimbangan nurani.
Politik adalah upaya membangun bangsa. Politik adalah sarana untuk membela kehidupan yang layak. Dalam berpolitik, kita berbicara syarat-syarat yang memungkinkan kehidupan. Maka perlu ada keteraturan. Keteraturan yang diusahakan lewat hukum: peraturan dan perundangan.
Politik itu tidak sehebat yang dikirakan. Sederhana saja, yaitu semua usaha yang ditujukan untuk mencapai keteraturan dalam masyarakat agar kehidupan menjadi lebih tertib, menjadi teratur, juga menjadi adil sejahtera.
Tetapi dengan hanya satu tujuan: Kesejahteraan umum. Salus Populi Suprema Lex_Kesejahteraan rakyat adalah hukum yang tertinggi. Kesejahteraan semua rakyat. Bukan kesejahteraan cuman satu golongan. Bukan cuman kesejahteraan cuman Golongan Karya (Golkar). Bukan kesejahteraan PDIP. Bukan kesejhteraan pegawai. Kesehteraan semua. Kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Tugas Kita: Berpolitik
Berpolitik adalah suatu ketangkasan, kepekaan serta keberaniaan untuk memanfaatkan setiap kemungkinan, guna mewujudkan suatu tujuan yang dapat membawa manfaat umum (Adam Malik). Jadi manfaat dan mendayagunakan kemungkinan di dalam dinamika suatu sistem sosial dan menggerakan secara programatis.
Berpolitik berarti memperjuangkan suatu tata tertib sosial yang menjadi nilai hidup yang sesuai dengan martabat manusia. Tujuan kegiatan politik adalah tujuan adanya negara, yaitu untuk menjamin tersedianya prasarana dan sarana agar manusia bisa hidup sejahtera, rohani, jasmani (Magnis Suseno). Sebab, pembangunan ahkir-ahkirnya juga kerajaan politik.
Maka jelas, politik itu vital, selama manusia masih hidup bersama dan membutuhkan hidup bersama, apalagi dalam kehidupan modern, politik tidak dapat dihindarkan. Yang menjadi soal hanya isinya, cara bermain di dalamnya, dan tujuan yang dikejar di berpolitik itu.
Bilamana di dalam suatu masyarakat, mayoritas terbesar anggotanya tidak mau ambil pusing dengan politik, karena tidak sadar, tidak tahu atau takut, maka politik itu akan dimonopoli oleh segelintir orang kecil. Yang besar kemungkinan dipakai hanya untuk kepentingan golongan sendiri. Bisa berlawanan dengan kepentingan orang banyak.
Politik akan terasa lazim, kotor, merusak, dan buruk bagi mayoritas rakyat. Lahirlah tirani politik, tirani mayoritas. Sebaliknya bilamana mayoritas rakyat berhasil memonopoli politik dan juga memakai seenaknya pula sehingga minoritas dirugikan akan lahir tirani politik, tirani minoritas. Tirani tidak selalu bermoral, keji dan kejam, amat jauh dari manusiawi. Amat jauh dari manusiawi. Amat jauh dari esensi politik berparadigma Indonesia, amat bertentangan dengan politik demokrasi Pancasila itu.
Maka betapa amat mulia tugas berpolitik itu: Menegakan Demokrasi Pancasila! Suatu pemerintah yang disasarkan pada persamamaan hak dan persamaan martabat semua orang, di mana kekuasaan berasal dari rakyat, dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Tugas politik adalah mengusahakan agar bentuk dan mekanisme bisa berfungsi sebaik-baiknya. Fungsi statis: menjamin persatuan dan kesatuan, stabilitas, keamanan dan ketertiban. Fungsi dinamis: menjamin pertumbuhan dan perkembangan. Fungsi etis: menjamin keadilan, kemanusiaan dan kerukunan.
Sosialisasi Politik
Berpolitik adalah hak warga negara. Membangun bangsa sekaligus kewajibannya adalah tugas kita semua dalam rangka memasyarakatkan politik itu. GBHN 1983 mengamanatkan, “pendidikan politik lebih ditingkatkan agar rakyat makin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara sehingga ikut serta aktif dalam kehidupan kenegaraan dan pembangunan, serta untuk lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
Inilah tugas kita. Agar rakyat sadar akan realitas kehidupan bernegara. Berani menyatakan pendapatan mengenai permasalahan, karena ini merupakan salah satu pelaksanaan kewajiban dan hak berpolitik, yang harus dihormati dan diberi kesempatan berkembang.
Pendidikan mengembangkan tradisi politik yang sehat dengan memperluas budaya politik dan etika politik demokasi. Pendidkan itu berarti pendidkan menjadi warga negara yang baik, yang tahu bertanggung jawab dan sebagainya.
Pokoknya, melahirkan kader, kader bangsa. Kader bangsa Pancasila. Yang berkpribadian Indonesia. Punya prinsip moral yang tidak dijual, tidak gampang dibeli. Suatu kepribadian integral. Yang punya integritas. Kepribadian yang utuh. Otak kali watak.
Integre sering diartikan sebagai jujur, tulus, ikhlas. Tapi jujurnya bukan sekedar menurut penilaian yuridis-formal misalkan tidak korup, tidak suka menipu. Kata “tidak” berbau negatif, sedangkan integre bersifat positif. Tidak korup, tidak menipu karena konsekuen dengan prinsip moral dan standar hidup yang dianut. Dalam keadaan bagaimanapun tetap konsekuen. Ia tidak korup, karena korupsi mengkianati integritasnya sendiri.
Tujuan Kesadaran Berpolitik
Tujuan berolitik adalah upaya bersama membangun negara dan bangsa untuk membangun masyarakat Pancasila yang adil dan makmur sejahtera.
Kesadaran berpolitik menjadikan kita sebagai warga negara yang baik. Mengembangkan tradisi-tradisi politik yang sehat, dengan memperluas budaya politik dan etika politik Demikrasi Pancasila.
Tujuan kesadaran berpolitik untuk menumbuhkan kedewasaan yang berbudaya politik, juga budaya yang bernegara, yaitu benar-benar memahami, mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan masyarakat dan bernegara sehari-hari.
Penutup
Secara subjektif, kesadaran berpolitik berarti bagaimana seseorang secara efektif dan efesien dapat merebut kekuasaannya pemerintahan, dan bagaimana mempertahankannya.
Tugas kita berpolitik mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibansebagai warga negara, sehingga mampu mendeteksi usaha-usaha perebutan kekuasaan yang tidak selaras dengan the rules of the game dan norma-norma umum yang berlaku.
Mampu meningkatkan hak dan kewajiban untuk secara sadar dan bebas memilih pemimpin negara atau daerah seta wakil rakyat, yang menurut keyakinan akan sanggup menyelenggarakan keadilan dalam meningkatkan kesejahteraan umum. (bukan hanya sejehtera. Tetapi adil dan sejahtera).
Dengan demikian, lahirlah sikap politik: menolak pendidikan politik yang bukan bertujuan meningkatkan kesadaran bernegara, tetapi hanya memupuk fanatisme ideologi sempit.
Atau hanya merangsang loyalitas-loyalitas primordial melalui berbagai cara indoknitisasi. (hal ini bukan tujuan pendidikan politik, ini itik! Mau jadi Bebek?)
Supaya hidup berpolitik sebagai panggilan harus mengalami sejak muda. Pengalaman seluruh guru yang terbaik, ibu ilmu kehidupan, meter et magistra dan pengajar.
Penulis adalah mahasiswa awam STFK Ledalere. Ketua Organisasi Ikatan Mahasiswa Asal Manggarai di Maumere. Asal Manggarai Timur/Kisol