Oleh: Lasarus Jehamat
Dosen Sosiologi Fisip Undana Kupang
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang menjadi Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi), Nadiem Makarim, telah mengeluarkan kebijakan penting. Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka. Kebijakan ini penting tidak hanya pada tataran edukatif, tetapi terutama di level filosofis.
Hemat saya, Mendikbudristek paham betul bahwa manusia sesungguhnya adalah mahluk yang bebas. Ketika masuk ke ruang pendidikan, manusia yang bebas itu bakal menjadi lebih kreatif untuk melakukan apa pun dalam bingkai pendidikan itu. Karena itu, Merdeka Belajar tidak kemudian diterjemahkan sebagai proses belajar yang bebas dan tidak terkontrol.
Merdeka Belajar dan karena itu Belajar Merdeka adalah ruang di mana setiap individu pendidik dan peserta didik diberi keleluasaan untuk menentukan hal yang perlu dipelajarinya, subjek yang menjadi minat, dan pokok yang dirasa menjadi perhatian utama.
Pilihan untuk menentukan minat dan subjek yang mau dipelajari oleh seseorang dianggap sebagai langkah penting. Sebab, selama ini, semua entitas peserta didik diarahkan untuk mempelajari hanya materi yang telah digariskan dalam kurikulum dan telah disusun dalam berbagai bentuk administrasi pendidikan. Titik. Di luar itu, dianggap keliru untuk tidak menyebut salah.
Dengan demikian, Merdeka Belajar adalah proses menghargai hak individu sebagai manusia bebas untuk menentukan isu yang mau dipelajarinya guna mempersiapkan diri menghadapi berbagai dinamika hidup di era industri 4.0 atau 5.0 besok lusa.
Dalam terang seperti itu, semua elemen pendidikan laik mendukung kebijakan ini. Sebab, dalam kebebasan, manusia bisa mengaktualisasikan dirinya mengikuti irama akal dan rasa per individu. Bentuk aktualisasi diri dapat berupa produk, hasil karya, yang dapat dipakai untuk kemaslahatan umat manusia.
Di tengah gencarnya beberapa elemen mengkampanyekan Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka, tersirat satu pesan penting; bahwa pendidikan integritas merupakan roh yang menghidupkan pendidikan itu. Karena itu, Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka tidak disalahpahami dan kemudian disalahgunakan baik dalam praktik pendidikan maupun pada tataran praksis saat seseorang keluar dari sebuah lembaga pendidikan.
Pertanyaan kritis kemudian ialah mengapa Merdeka Belajar dan Belajar Merdeka harus pula dihubungkan dengan pendidikan integritas? Sebab utamanya ialah pendidikan integritas merupakan roh yang mendorong integritas pendidikan. Harapannya, ketika tertanam nilai-nilai integritas dalam pendidikan, akan muncul generasi yang memiliki integritas diri dan kelompok baik dalam dunia pendidikan maupun secara sosial di masyarakat.
Rendahnya kualitas manusia Indonesia disinyalir sebagai dampak dari buruknya integritas diri. Sebagai salah satu lembaga yang berperan mengajarkan integritas, pendidikan dituduh sebagai pelaku yang dalam batas tertentu memperburuk watak manusia. Tesis sederhananya, jika ingin agar manusia Indonesia berintegritas, pendidikan harus mengajarkan dan mempraktikan integritas itu secara utuh dan tidak main-main.
Banyaknya pelaku korupsi di Indonesia yang rerata dilakukan oleh orang berpendidikan seakan menafikan peran pendidikan dan lembaga pendidikan dalam mendidik manusia Indonesia. Di kasus yang lain, maraknya tindakan plagiasi yang dilakukan oleh aktor di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia menunjukkan buruknya kualitas pendidikan kita.
Tempo (14 Januari 2014), melaporkan delapan kasus plagiat yang menghebohkan Indonesia. Tidak tanggung-tanggun, delapan orang hebat di Indonesia disebut sebagai pelaku plagiasi. Tiga tahun sesudahnya, media menurunkan laporan terkait Lima rektor yang tersandung kasus plagiat (kabarkampus.com, 11 Oktober 2017).
Syarat Imperatif
Saat ini, dunia pendidikan mengalami dilema besar. Di satu sisi, pendidikan mendapatkan berkah karena berkembangnya teknologi informasi yang diciptakan oleh manusia yang berpendidikan. Di sisi yang lain, teknologi yang sama ternyata menjadi ancaman integritas pendidikan manakala beragam kemudahan terus-menerus didapati lembaga pendidikan dan elemen pendidikan di dalamnya. Di situ, media dan teknologi, memang seperti pedang bermata dua.
Situasi demikian, saat ini sungguh menjadi perhatian nyaris semua lembaga pendidikan. Selain terus- menerus disampaikan Mendikbudristek untuk menjaga kualitas pendidikan, elemen pendidikan lain berlomba-lomba mengkampanyekan pendidikan integritas. Di sana, plagiarisme haram dilakukan. Plagiralisme adalah dosa yang tidak bisa diampuni.
Semua elemen pendidikan nyaris sepakat bahwa membiarkan plagiarisme sama dengan membunuh generasi bangsa. Membiarkan plagiarisme sebangun dengan membolehkan tumbu suburnya benih pencurian, korupsi, dan kolusi tumbuh subur di negara ini.
Kesadaran demikian nyaris ada di pikiran dan hati para pembuat kebijakan dan pemangku pendidikan di level ide serta dipraktikan pula oleh semua lembaga pendidikan di level praksis material. Itulah alasan, di level pendidikan tinggi, dikenal Permendiknas, No 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Keberadaan regulasi itu hemat saya bertujuan untuk mengkawal berjalannya program pendidikan integritas.
Dalam terang pendidikan, integritas merupakan syarat imperatif tumbuhnya generasi bangsa yang berintegritas. Itulah alasan, mengapa dunia pendidikan didapuk sebagai elemen yang paling utama mengajarkan integritas itu. Sebab, melalui lembaga pendidikan, pendidik dan peserta didik belajar bersama untuk mencari jalan keluar terbaik menghadapi dinamika pendidikan dan masyarakat sekaligus.
Meski demikian, tugas untuk menanamkan dan mempraktikan nilai integritas tidak bisa hanya diharapkan ke lembaga pendidikan. Semua elemen bangsa wajib mempraktikan dan membumikan nilai-nilai integritas dalam hidup sosial bermasyarakat.
Yang paling urgen saat ini ialah mengajarkan peserta didik untuk tahu menggunakan media secara fungsional. Artinya, media memang hadir untuk melayani kebutuhan manusia, termasuk di dunia pendidikan. Meski demikian, jika tidak disadari dan enggan dikontrol, media yang sama bisa mengantar manusia Indonesia sebagai pecundang. Ujian pendidikan ada di sana; membiarkan media bermain menguasai manusia atau mengontrol media agar tunduk di bawah perintah manusia. Hanya elemen pendidikan yang tahu.
Momen Hari Pendidikan saat ini kiranya menjadi waktu yang tepat untuk kita kembali ke ruang asketik. Kita mesti memikirkan pola dan model pendidikan kita. Selamat Hari Pendidikan.