Vox NTT – Kepala Garda Revolusi Iran (IRGC) Mayor Jenderal Hossein Salami memberikan peringatan keras kepada negara Israel.
Ia menegaskan, Isreal dapat dikalahkan hanya dengan satu pukulan, jika konflik di antara dua musuh utama ini pecah.
Peristiwa baru-baru ini di Timur Tengah, kata Hossein, telah mengekspos kerentanan di Israel. Kerentanan ini yang meyakinkannya bisa mengalahkan Israel dalam satu pukulan.
Dilansir Sindo News, dalam sebuah wawancara, Hossein membahas perkembangan terakhir dan memungkiri kelemahan Israel.
Ini termasuk serangkaian serangan dunia maya yang tampaknya sedang berlangsung.
Serangan dunia maya terssebut turut memengaruhi lusinan perusahaan Israel yang dimulai akhir tahun lalu; dugaan eksekusi mata-mata Israel yang dicurigai di kota Erbil di Irak utara pada bulan Januari; ledakan yang mengguncang kota pelabuhan petro Israel di Haifa pada bulan Februari; ledakan pabrik rudal bulan lalu di lokasi rudal; dan pendaratan rudal anti-udara Suriah di dekat reaktor nuklir Dimona — serta kebakaran baru-baru ini yang terjadi di Bandara Internasional Ben Gurion.
“Semua kerentanan rezim Zionis telah ditunjukkan selama beberapa bulan terakhir dan bahwa setelah 10 insiden, yang kesebelas bisa menyusul,” kata Hossein sebagaimana dikutip Sindo News dari Newsweek, Kamis (06/05/2021).
Pejabat senior militer Iran itu mengatakan, Israel sangat berisiko karena ketergantungannya pada perdagangan maritim, sesuatu yang dia klaim menyumbang 90 persen dari perdagangan Israel.
BACA JUGA: Setelah Disuntik Vaksin Pfizer, Ratusan Warga Israel Terinfeksi Covid-19
Rute-rute ini, kata Hossein, dapat dengan mudah diganggu, apalagi ukuran negara yang relatif kecil. Hal ini tentu saja membuatnya rentan terhadap serangan yang menghancurkan.
“Kelemahan terbesar mereka adalah bahwa setiap tindakan taktis dapat menyebabkan kekalahan strategis bagi mereka,” ujar Hossein.
“Yang berarti bahwa hanya satu operasi dapat menghancurkan rezim ini,” imbuhnya.
Pernyataan itu muncul ketika pembicaraan tidak langsung antara Amerika Serikat (AS) dan Iran terus berlangsung di Wina.
Pembicaraan tersebut bertujuan untuk mengkoordinasikan kembalinya Washington ke kesepakatan nuklir multilateral yang ditinggalkan pada 2018 oleh mantan Presiden Donald Trump.
BACA JUGA: Ratusan Warga Israel Terinfeksi Covid-19 Setelah Disuntik Vaksin Pfizer, Begini Alasan Ahli
Kedua belah pihak berusaha untuk mengatasi kebuntuan mengenai persyaratan kemungkinan masuknya kembali pemerintahan Presiden Joe Biden dan penerapan ulang batas pengayaan uranium Teheran ditangguhkan sebagai akibat dari ketidakpatuhan oleh pihak-pihak Barat terhadap kesepakatan tersebut.
Ketika negosiasi berlangsung yang melibatkan China, Uni Eropa, Prancis, Jerman, Rusia dan Inggris, ketegangan politik telah muncul di Iran menjelang pemilihan presiden yang ditetapkan pada bulan Juni mendatang.
Pemungutan suara akan mengakhiri masa jabatan kedua dan terakhir Presiden Iran Hassan Rouhani.
Dan, Dewan Penjaga diharapkan segera mengumumkan daftar kandidat yang akan bersaing untuk menggantikannya.
BACA JUGA: Fakta Unik tentang Israel, Bangsa Pilihan Allah
Banyak yang diharapkan mewakili elemen yang lebih konservatif. Bahkan mantan pejabat militer skeptis terhadap diplomasi yang penuh ketegangan antara Iran dengan AS dan Eropa.
Sementara itu, konflik bayangan antara Iran dan Israel terus terjadi di Timur Tengah.
Kedua belah pihak sering menyalahkan satu sama lain atas insiden yang tidak diklaim seperti serangan yang tampaknya menimpa kapal-kapal milik kedua negara di Laut Merah dalam beberapa bulan terakhir.
Iran juga menuduh Israel melakukan upaya klandestin untuk mengganggu program nuklirnya.
Itu seperti pembunuhan seorang ilmuwan nuklir terkemuka pada November lalu dan pemadaman listrik yang melanda fasilitas utama di Natanz bulan lalu.
Para pejabat Iran menyatakan program nuklir mereka tidak pernah dimaksudkan untuk menghasilkan senjata pemusnah massal.
Meski begitu, para pejabat Israel meragukan hal ini dan menentang kembalinya AS ke perjanjian nuklir.
Di dalam negeri, Israel juga mengalami ketegangan politik. Negara itu berjuang untuk membentuk pemerintahan setelah pemilihan keempat hanya dalam dua tahun diadakan pada bulan Maret lalu.
BACA JUGA: Tim Ahli Israel Umumkan Temuan Vaksin Penangkal Virus Corona
Menyusul kegagalan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk membentuk koalisi pemerintahan.
Presiden Reuven Rivlin dilaporkan telah menunjuk saingan pemimpin Israel, Yair Lapid.
Hal ini untuk mencoba membentuk pemerintahan baru, sebuah perkembangan yang akan mengakhiri masa jabatan perdana menteri terlama dalam sejarah Israel itu.
Kontes itu terungkap saat bentrokan terus berlanjut antara pasukan keamanan Israel dan Palestina di Yerusalem.
Perselisihan meletus dalam beberapa hari terakhir di tengah upaya Israel untuk mengusir penduduk Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah di timur kota.
Israel ingin menggantikan penduduk Palestina di lingkungan Sheikh Jarrah di timur kota dengan warganya.
Israel mengklaim warganya telah tinggal di sana sebelum berdirinya negara itu.
Kemudian, perang berikutnya dengan negara-negara Arab yang pecah pada tahun 1948.
Kasus ini telah mendapat perhatian internasional, termasuk dari Iran, yang mendukung klaim Palestina atas wilayah yang diselesaikan sebelum pendirian Israel.
Teheran juga memiliki hubungan dengan milisi yang beroperasi di Jalur Gaza yang dikuasai Palestina, tempat gelombang serangan roket diluncurkan bulan lalu. (Ardy Abba)