*Oleh: Yohanes A. Loni
Kita perlu sepakat dalam spiritualitas “Lonto Leok”, nai ca anggit tuka ca leleng, bantang cama reje leleng, mendesain perahu Manggarai Timur agar memiliki arah yang jelas, dan tepat sasaran dalam pembangunan. Tidak oleng seturut selera perut pejabat dan elit politik tertentu.
Kita perlu merumuskan formulasi pembangunan yang jelas, agar ‘mete’ jaga kendaraan di jalan sepanjang malam jika berpergian tidak terjadi lagi bagi sesama saudara kita yang ada di Lepang Paji, Elar, Sambi Rampas, Benteng Jawa, Wukir, Buntal dan beberapa tempat lain.
Tentu jalan bukan sekedar memudahkan colt dan truk mengangkut hasil bumi atau sekedar mempersingkat jarak antara desa dan kota. Tetapi jalan raya adalah jalan kesadaran.
Di atas jalan raya mengalir informasi, pengetahuan dan pengalaman sebagai mobilitas penduduk.
Kita perlu pikirkan bersama bagaimana cara agar kemiri dari Elar tidak mubazir karena infrastruktur jalan rusak.
Kita perlu rancang bersama agar warga di beberapa daerah Kabupaten Manggarai Timur tidak terkurung dalam kegelapan karena belum mendapatkan listrik.
Kita perlu mencari solusi alternatif agar anak putus sekolah tidak bertambah banyak.
Kita perlu membuat program yang jelas agar kematian ibu dan bayi tidak meningkat tajam.
Kita perlu merancang strategi agar rakyat lebih baik dari hari kemarin, lebih adil merata dalam meningkatkan pembangunan hari ini dan esok.
Memang, kita perlu sadari bahwa pembangunan daerah Manggarai Timur bukan seperti membalikan telapak tangan.
Pembangunan selalu butuh proses, waktu, tenaga, biaya, mentalitas penduduk, potensi pertanian, sumber air dan tata kota. Jika salah arus maka, akan terjadi konsentrasi pembangunan, rakyat dan lingkungan.
Strategis yang harus dilakukan pembangunan Manggarai Timur adalah membuka daerah isolasi di setiap kantong produksi masyarakat.
Aksebilitas masyarakat harus menjadi gampang, dan rakyat semakin mudah mengakses seluruh kebutuhan dan kesejahteraan bisa tercapai.
Karena itu yang harus dibangun bukan gedung mewah, mobil mahal tetapi bangun manusia dan potensi yang ada di setiap kantong produksi pertanian ekonomi produktif.
“Tugas kita bersama adalah bergandengan tangan membangun Manggarai Timur tercinta, jangan saling sikut menyikut, tetapi merangkul mesra sesuai akar budaya kita agar Manggarai Timur menjadi “rumah kita bersama”
Manggarai Timur harus mewujudkan mimpi indah masyarakat yakni, menikmati pembangunan secara baik dan merata diseluruh sektor kehidupan.
Jika seturut ‘perselingkuhan’ politik eksekutif dan legislatif, maka rakyat hanya bermimpi di atas mimpi.
Nasib tidak menentu dan terjerumus dalam jeruji ketakberdayaan. Manggarai Timur hanyalah remeng kepentingan elit tertentu, karena itu salus populi supremamalex (Keselamatan Rakyat merupakan hukum yang tertinghi) harus nyata dalam seluruh tata kelola pembangunan daerah Manggarai Timur.
Selain itu perlu bangun kekuatan basis civil society agar masyarakat mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama baik dalam mengekspresikan kepentingan serta pemerintah ikut mengontrol penyelenggaraan jalannya pemerintahan.
Gagasan Pembangunan: Tantangan dan Peluang
Secara umum pembangunan dipahami sebagai rangkaian usaha untuk memperbaiki melalui pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan perkapita.
Konsep ini mengandaikan adanya dukungan stabilitas politik anggaran keberpihakan yang mantap dan tegas.
Dukungan pertumbuhan ekonomi masyarakat Manggarai Timur dapat berjalan dengan baik dan cepat apabila cita-cita pembangunan Manggarai Timur meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan serta efektivitas pelayanan masyarakat secara baik.
Manggarai Timur seakan dihantui dengan seribu macam persoalan. Kemiskinan, minimnya fasilitas umum, potensi sumber daya alam yang masih terkubur, sumber dana terbatas, tenaga yang minim adalah rentan duka nestapa masyarakat.
Karakteristik tersebut tidak hanya karena situasional tetapi bersumber dari struktural politisi dan kebijakan yang belum menjamah esensi kebutuhan dan realitas hidup masyarakat.
Karena itu membutuhkan komitmen moral mengambil kebijakan yang terwujud dalam politik anggaran, merumuskan persoalan secara detail, serta menetapkan skala prioritas kebijakan sesuai hakekat kebutuhan masyarakat publik.
Lalu dari mana kerangka acuan yang tepat untuk meretas persoalan-persoalan itu?
Riyadi dan Dedy Supriyadi dalam buku ‘Perencanaan Pembangunan Daerah, Strategi Menggali Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah’, (2004; hlm.203) mencatat tiga pendekatan yang harus dilakukan mengambil kebijakan.
Pertama, identifikasi masalah, potensi, karakteristik masalah dan masyarakat sebagai acuan dalam merumuskan tindak lanjut. Dalam langkah ini masalah-masalah yang digali lebih bersifat substansial dan tidak terjebak dalam permasalahan yang bersifat given. Masalah-masalah yang digali lebih bersifat menyentuh hajat hidup orang banyak.
Kedua, masalah yang teridentifikasi dapat dirumuskan tujuan perencanaan sehingga memperjelas apa yang perlu dilakukan, siapa yang menjadi target dan apa yang ingin dicapai.
Ketiga, rencana dan program dirumuskan sesuai kebutuhan dan direalisasikan sesuai waktu yang diterapkan.
Tiga langkah ini, hemat saya, menjadi lingkaran penting dalam sebuah perencanaan pembangunan agar berhasil dan berdayaguna bagi masyarakat luas di Manggarai Timur.
Tahapan strategis ini bisa dilalui membutuhkan sistem kerja memadai dan terencana.
Karena itu musyawarah pembangunan di tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten tidak hanya ritual tahunan pemerintah sekadar menjawabi program kerja garis hirarki struktural atau menghabiskan anggaran ahkir tahunan, tetapi serentak menjadi medium penting bagi pemerintah untuk menemukan potensi, merumuskan akar masalah dan menetapkan skala prioritas kebutuhan serta alokasi anggaran secara tepat.
Persoalan orang miskin misalnya, tidak hanya mendaftar jumlah orang miskin, tetapi mampu mendeteksi sebab-musebab kemiskinan serta merekam degup jantung kebutuhan mereka.
Orang miskin tidak menjadi obyek pembicaraan pembahasan anggaran, tetapi kepada mereka alamat prioritas anggaran itu diberikan.
Segala persoalan harus dilihat hubungan tali temali sebab dan akibat serta solusi penyelesaiannya. Setiap persoalan selalu ada seragam sebab yang melingkup dibalik persoalan itu sendiri.
Karena itu cara kerja sistematis menyikapi suatu soal harus dimulai dari tatanan ilmiah, regulasi, politik keberpihakan dan sentuhan refleksi teologis (Bdk. Joe Holland, Analisa Sosial dan Refleski Teologis. Hlm. 24).
Termasuk revolusi pikiran para pemegang kebijakan. Tanpa pencerahan budi, politik anggaran dan komitmen keberpihakan maka pembangunan hanya mata rantai kegiatan tanpa sasaran, asal jadi sekadar habiskan anggaran.
Manggarai Timur beserta seluruh kekayaan alam dan manusia di dalamnya adalah peluang. Peluang untuk merancang pembangunan secara cepat dan tepat. Peluang bagi masyarakat untuk menikmati kue pembangunan secara adil dan merata.
Peluang untuk mengurus lebih cepat kepentingan masyarakat banyak. Peluang untuk lebih cepat meraih impian hidup sejahtera dan damai. Peluang untuk meracik pembangunan secara adil dan merata sesuai potensi daerah.
Namun peluang itu menjadi sia-sia jika salah urus, tidak ada orientasi. Atau metode pendekatan berkutat dengan gaya profesionalisme klasik konvensional lewat jalur top down (bdk. SKM DIAN, 7 Juli 1995).
Juga secara deduktif perancang di Bappeda, DPRD dan instansi terkait hanya berangkat dari konsep dan kepentingan politik subyektif primordial semata.
Sangat disayangkan jika keluhan masyarakat hanya pelengkap catatan notes pejabat. Jika bersikap apatis, tidak peka dan tanggap terhadap aspirasi yang dilecutkan masyarakat maka kegagagalan pembangunan menjadi lagu lama.
Cita-cita hidup damai sejehtera hanya mimpi di atas mimpi. Karena itu orientasi kebijakan pembangunan harus selalu menakar skala prioritas kekuatan potensi dan dana yang tersedia.
Untuk mencapai tahap seperti yang diulas oleh penulis di atas membutuhkan langkah belajar terbaik.
Belajar yang terbaik yang dimaksudkan yakini, agen pembangunan perlu belajar terlebih dahulu seluk beluk tentang Manggarai Timur.
Dengan demikian mampu memimpikan suatu masyarakat ideal di mana ada sistem komplementer yang menguntungkan masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah di satu sisi mampu menerjemahkan kebutuhan masyarakat sesuai kondisi riil dan masyarakat, di sisi lain dapat merasakan pembangunan sesuai kebutuhan.
Penulis adalah Mahasiswa Awam STFK Ledalero, Semester VIII, Asal Manggarai Timur, Ketua Ikatan Mahasiswa Manggarai di Maumere (IMAMM) priode 2020/2021