Oleh: Yohanes A. Loni
Mahasiswa dan masyarakat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Mahasiswa senantiasa bergumul dengan realitas dan dinamika kehidupan masyarakat.
Persoalan-persoalan kemasyarakatan biasanya menjadi bahan-bahan yang aktual untuk didiskusikan, kemudian mencari solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Oleh karena itu, organisasi-organisasi kemahasiswaan yang ada merupakan wadah yang cocok bagi para mahasiswa untuk membina diri dan belajar bagaimana memahami dan mengerti persoalan-persoalan kemasyarakatan.
Dengan demikian maka kehadiran organisasi kemasyarakatan pemuda, khususnya organisasi ekstra universiter, seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia atau disingkat PMKRI mempunyai peran strategis sebagai wadah pembinaan dan kaderisasi serta wahana partisipasi mahasiswa Katolik dalam pembangunan yang mengarah kepada terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.
Peran strategis ini telah diwujudkan secara gemilang oleh para mahasiswa yang bergabung dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan pada awal Masa Orde baru.
Para mahasiswa saat itu benar-benar menjadi motor penggerak bagi perubahan dan perbaikan keadaan masyarakat. Mereka menjadi pembela dan pejuang kepentingan rakyat kecil.
Akan tetapi pada dewarsa terakhir ini peran mahasiswa semakin lumpuh. Karena itu banyak munculan kritikan yang ditujukan kepada organisasi kemasyarakatan pemuda mahasiswa, yang selama masa awal Orde Baru begitu getol memperjuangkan rakyat kecil.
Orientasi kerakyatan mahasiswa dinilai tumpul dan kehilangan daya juangnya dalam membela rakyat banyak.
Bahkan kelompok Cipayung yang terkenal berciri khas kritis sosial dan respontif menyuarakan kepentingan masyarakat melalui opini publik, secara berlahan menghilang dari permukaan dan sulit untuk dicari.
Kritikan ini tak terelakan pula kepada PMKRI sebagai bagian di dalamnya.
Secara umum boleh dikatakan bahwa organisasi kemasyarakatan pemuda tengah mengalami gejala krisis orientasi, krisis kader dan krisis sumber daya manusia.
Sementara itu para mahasiswa sedang diperhadapkan pada perkembangan dan kondisi sosial kemasyarakatan Indonesia yang dewasa ini semakin kacau dan rancu.
Banyak orang menaruh kembali harapan kepada mahasiswa agar dapat menjadi kelompok yang mampu membuat perubahan-perubahan sosial bahkan perubahan politik.
Tentunya ada banyak faktor yang mempengaruhi lumpuhnya peran mahasiswa ini.
Salah satunya adalah lemahnya pola pembinaan dan kaderisasi karena tidak dilandasi oleh sistem nilai yang menjadi jiwa dari seluruh aktivitas dan perjuangan para kader PMKRI.
Sehingga gerakan mahasiswa, apapun latar belakangnya, tanpa memiliki semangat, roh atau spirit hanya akan menjadi aksi yang tidak terkait satu sama lain dan tidak memiliki daya juang yang ampuh.
Di tengah persaingan yang makin ketat, tanggung jawab seluruh kader memastikan perhimpunan PMKRI selalu adaptif menghadapi arus perubahan yang sangat cepat. Menyadari kondisi saat ini, PMKRI merayakan Dies Natalis ke 74 sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda yang bersifat ekstra universiter dan berciri khas keagamaan-kekatolikan, mulai membenah diri sehingga mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab moralnya demi menyiapkan para anggotanya, yang adalah kader bangsa dan Gereja untuk kembali berkiprah di tengah masyarakat.
Kiprah kemasyarakatan itu akan lebih berdayaguna apabila aspek spiritualitas benar-benar menjiwai seluruh aktivitas para kader sendiri.
Oleh karena itu, proses kaderisasi PMKRI perlu menimbang diri dan fokus pada upaya pembinaan dan pengkaderan generasi muda yang berintegritas.
Proses kaderisasi organisasi PMKRI yang berintegritas harus dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Kekatolikan, serta diwarnai karakter kemahasiswaan sebagai bagian dari lapisan masyarakat intelektual yang harus didorong pada peningkatan kualitas kader.
Di setiap pembinaan Peningkatan kualitas kader terhadap anggota dilakukan dalam setiap pembinaan formal berjenjang maupun pembinaan informal, selalu memperhatikan aspek-aspek spiritualitas kristiani.
Spiritualitas kristiani ini merupakan kekuatan yang dapat memberi daya untuk bertindak dan bersikap dalam menjalani realitas kehidupan yang kompleks.
Seluruh totalitas kesadaran manusia tidak hanya terdiri dari kesadaran pikiran semata (intelektualitasnya) tetapi juga kesadaran batin (spiritualitas).
Karena itu, keseimbangan di antara aspek intelektualitas dan spiritualitas harus dijaga dan dikembangkan dalam diri setiap kader agar tumbulah daya kreatif, daya organisasi, refleksi kritis, dan militansi.
Penulis menyadari bahwa PMKRI sebagai wadah pembinaan dan perjuangannya, dalam aktivitasnya harus menjadi dapur kaderisasi bagi generasi muda Katolik yang adalah warga negara Indonesia.
Sebagai generasi muda Katolik, maka pembinaan-pembinaan yang dilakukan selalu menekankan aspek intelektualitas dan spiritualitas sebagaimana yang dijabarkan dalam tiga benang merah perhimpunan yakni kristianits, intelektualitas, dan fraternitas.
PMKRI adalah organisasi yang hidup dalam masyarakat. Sebagai sebuah organisasi kemahasiswaan, PMKRI turut memberi andil bagi perubahan sosial.
Kanis Pari dalam kumpulan pidatonya merumuskan bahwa tujuan organisasi PMKRI adalah pembinaan kader, yaitu membina watak anggotanya dan membina nalar untuk menyatu dalam kepribadian yang utuh.
Melalui pembinaan, kader-kader PMKRI menemukan kedewasaan dalam bersikap dan bertindak.
Pembinaan yang dilaksanakan demikian bertujuan untuk memenuhi anggaran dasar dan harapan umat sehingga mereka menjadi sarjana yang ahli Katolik serta Pancasila.
Semboyan misioner PMKRI yakni: Kristianitas, Fraternitas, dan Intelektualitas. Ketiga semboyan spiritualititas ini bermuara pada pembentukan kader intelektual populis yang bersatu dengan Gereja dan terlibat dengan umat (pro ecclesia et patriae).
Semboyan ini memberi semangat kepada generasi muda untuk berani memperjuangkan keadilan dan kebenaran tanpa harus menoleh dan bermain mata dengan tawaran pragmatis yang bisa meruntuhkan nilai-nilai dasar spiritualitas.
Ideal ini bersepadan dengan hakikat dan tujuan dari PMKRI yaitu memiliki kepedulian terhadap Gereja dan bangsa.
Keberadaan generasi muda menjadi aset, harapan dan wajah Gereja untuk adanya keterlibatan, antusiasme, partisipasi, dan semangat juang dalam membangun bangsa dan negara.
PMKRI tidak bisa terlepas dari keterlibatan generasi muda dalam membangkitkan semangat perhimpunan itu sendiri, di mana generasi muda untuk terus berbenah dan mendorong menjadi kader intelektual populis yang bersatu dengan Gereja dan terlibat dengan umat.
Pentingnya Visi dan Misi PMKRI Bagi Generasi Muda
Salah satu ciri khas sebuah perkumpulan atau organisasi adalah adanya visi dan misi yang jelas.
Visi-misi adalah kekuatan, kompas dan petunjuk arah bagi sebuah organisasi. Sebagai organisasi tanpa visi dan misi sama seperti perahu layar yang ditutup angin dari berbagai daerah. Sehingga tujuan dari perahu tidak terarah.
Pada dasarnya visi-misi PMKRI sudah sudah diatur secara nasional sejak PMKRI didirikan.
Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara visi dan misi PMKRI pusat maupun cabang.
Semuanya berlaku secara nasional sebagaimana yang diuraikan dalam saku PMKRI.
Dengan visi dan misi yang satu, maka setiap orientasi pergerakan PMKRI dari pusat sampai cabang tetap sama, yaitu visi: “Terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati”.
Sedangkan misinya adalah “Berjuang dengan terlibat dan berpihak kepada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai iman Katolik untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati.
Visi PMKRI
Dalam visi PMKRI terdapat beberapa point penting yang harus ditelaah secara terperinci, yaitu terwujudnya keadilan sosial, terwujudnya keadilan sosial, terwujudnya kemanusiaan, dan terwujudnya persaudaraan sejati. Ketiga poin ini yang menjadi kekuatan dalam visi PMKRI.
Terwujudnya Keadilan Sosial
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan sosial merupakan suatu bentuk kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yang satu secara organik sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya.
Keadilan merupakan perpaduan beberapa unsur penting dalam kehidupan sosial, yaitu kejujuran, keseharusan, kualitas yang artitektonis dan keadaan tidak memihak.
Namun, ketika realitas sosial yang ada tidak sesuai dengan unsur-unsur di atas, maka protes pun akan terjadi. Protes yang terus menerus hingga terjadinya perganitan rezim, seperti lengsernya Soekarno dari kursi presiden, antara lain karena dilandasi oleh upaya untuk menegakan keadilan.
Secara psikologis keadilan akan membawa dampak positif, sedangkan ketidakadilan akan menimbulkan reaksi psikologis yang negatif.
Ketidakadilan sering didefenisikan sebagai tidak terpenuhi hak. Akibatnya akan timbul rasa seperti tidak senang dan marah.
Hakikat keadilan adalah keadilan sosial. Keadilan tidak bisa diformulasikan tanpa ada konteks sosial.
Orang-orang mengatakan, “saya harus adil pada diri sendiri” pada dasarnya memformulasikan keadilan sosial bila keadilan bagi dirinya yang dimaksud berdasarkan pada perbandingan dengan yang lain.
Permasalahannya, keadilan merupakan salah satu pilar yang menjaga berlangsungnya keadilan sosial.
Persoalan keadilan menjadi pelik ketika ada pertentangan antara mengutamakan kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Oleh karena itu, PMKRI lahir untuk meminggirkan ego atau kepentingan pribadi dan menjunjung tinggi kepentingan bersama sesuai dengan amanat Undang-Undang 1945.
Terwujudnya Kemanusiaan
Martabat manusia menjadi dasar utama mengapa manusia layak dihormati secara sama.
Kesamaan model ini terungkap dalam pentingnya pengakuan akan hak-hak dasar atau asasi manusia.
Dalam konteks ini, kemanusiaan merupakan alasan utama dan pertama pentingnya pengembangan sikap saling menghargai satu sama lain.
Ketika masing-masing manusia memosisiskan kemanusiaan di atas segala-galanya, termasuk di atas ideologi agama, membiarkan diri terikat untuk menghormati dan menghargai kemanusiaan universal, entah yang ada dalam diri ataupun dalam diri orang lain.
Menempatkan diri manusia di atas ideologi agama tidak berarti bahwa manusia mengingkari eksistensi dan peran Tuham dalam hidupnya, tapi justru sebaliknya menjadikan Tuhan sebagai sumber inspirasi kemanusiaan universal manusia.
Menghargai kemanusiaan berarti yang maha menciptakan, pada gilirannya, akan menghindari orang dari tindakan ekstrem atau radikal.
Menghargai unsur kemanusiaan dalam diri sesama manusia adalah corak berpikir yang perlu digalakan dan diperjuangkan.
Hal ini dilakukan karena masih banyak fenomena yang terjadi sekarang atas nama ketertindasan terhadap martabat manusia.
Manusia satu menguasasi manusia lainnya. Cara hidup seperti ini merupakan suatu bentuk perendahan martabat manusia.
Permasalahan seputar unsur kemanusiaan tidaka akan habis dibicarakan karena ia selalu hadir kapan dan di manapun.
Oleh karena itu, PMKRI sebagai organisasi perjuangan yang terlibat dan berpihak terhadap kaum tertindas selalu peka terhadap situasi kemanusiaan disekitarnya.
Salah satu tanggung jawab moril bagi PMKRI adalah menyikapi permaslahan kemanusiaan yang ada di dalam masyarakat.
Masalah kemanusiaan itu seperti penindasan penguasa terhadap rakyat akar rumput, perdagangan manusia, (Human Trafficking) dan kelaparan. PMKRI hadir untuk menyelamatkan kaum tertindas sesuai dengan misinya.
Terwujudnya Persaudaraan Sejati
Sebagaimana lingkungan yang besar, jemaat-jemaat Kristen tercakup keanekaragaman, kebangsaan, latar belakang budaya, bahasa dan kedudukan sosial, begitu pun anggota PMKRI mempunyai latar belakang yang berbeda.
Namun, perbedaan ini bukan merupakan tantangan bagi PMKRI untuk beradaptasi dan melakaukan dialog dengan sesama anggotanya.
Kitab suci mengatakan, “Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus.
Karena kamu semua yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal ini, tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karerna kamu semua adalah satu di dalam Kristus”.
Prinsip persaudaraan merupakan syarat mutlak untuk memajukan kepentingan umum yang pada dasarnya memadukan kepentingan diri sendiri dan kepentingaan masyarakat umum menjadi kesatuan yang tetap mengutamakan prinsip keadilan.
Dan ini berarti, tidak unsur egoistis, mau maju sendiri tanpa peduli terhadap nasib sesama, melainkan maju bersama dengan saling memperhatikan, saling membantu, saling koreksi, saling memperkaya dengan kesadaran bahwa kita semua adalah satu keluaraga besar yang beradapatasi dalam satu visi persatuan.
Persaudaraan dalam PMKRI dibentuk oleh dinamika yang terjadi di dalamnya, mulai dari masa penerimaan anggota baru (MPAB) sampai pada pendidikan formal maupun non formal yang lainnya.
Dinamika sosial dalam PMKRI berdampak pada tingginya rasa solidaritas di antara anggota PMKRI.
Sebagai contoh, perasaan senasib, sepenanggungan dalam diri setiap anggotanya. Timbulnya rasa persaudaraan sejati ini menghantar seseorang masuk dalam satu sikap yang disebut sebagai in-grop.
In grop merupakan kelompok sosial yang teridentifikasi dengan baik oleh setiap anggota kelompok sehingga menganggap kelompok tersebut sebagai bagian dari hidupnya.
Sikap in-grop ini ditandai dengan munculnya kedekatan yang erat antaranggota kelompok. Kedekatan tersebut, akan berdampak pada tingkat solidaritas yang tinggi.
Tingkat solidaritas yang tinggi dalam diri setiap anggota PMKRI akan memperkuat integritas PMKRI.
Misi PMKRI
Beberapa poin penting dalam misi PMKRI akan mudah dipahami jika ia dijelaskan secara terperinci dalam misi PMKRI.
Oleh karena itu, beberapa pokok penting dalam misi PMKRI yang dimaksud adalah berjuang dengan terlibat dalam hidup kaum tertindas, berpihak kepada kaum tertindas, kaderisasi intelektual populis, dan nilai Kekatolikan.
Berjuang dengan Terlibat dalam Hidup Kaum Tertindas
“Terlibat dan Kaum Tertindas” merupakan dua kata dan frasa yang menjadi fokus utama dari bagian ini.
Pertama, kata “Terlibat” yang dimaksudkan di sini adalah terjun lansgung, tinggal dan mendampingi. PMKRI dalam seluruh perjuanagn dan hidupnya harus terjun langsung, tinggal dan mendampingi masyarakat.
Kedua, kaum tertindas. Frasa kaum tertindas ini menjurus ke arah masyarakat yang kehilanagn haknya sebagai warga negara, tidak diperhatikan oleh pemerintah, miskin dan terlantar serta tidak mendapatkan perlindungan hukum seperti pada masyarakat pada umumnya.
Oleh karena itu, orientasi pergerakan PMKRI adalah terlibat pada kaum tertindas.
PMKRI terjun langsung dan tinggal bersama masyarakat. (kaum tertindas) untuk memperhatikan dan memberikan perlindungan kepada mereka.
Perlindungan itu seperti memberi pembelaan dan perlindungan kepada masyarakat ketika pemerintah korup dan tidak memperhatikan kesenjangan sosial yang terjadi.
Di sini jelas, rakyat sedang ditindas oleh pemerintah, dan PMKRI sebagai organisasi kepemudaan dan perjuanagn tidak akan tutup mata.
PMKRI selalu siap untuk menebus amanat penderitaan rakyat.
Berpihak Kepada Kaum Tertindas
Perjuanagn PMKRI adalah suatu keterarahan panggilan yang total. Totalitasnya bukan berarti membela semua orang, tapi PMKRI lebih berpihak kepada kaum tertindas.
Adanya PMKRI bukan untuk melakukan pembelaan terhadap semua elemen masyarakat, tapi PMKRI mengarahkan panggilannya pada kaum tertindas.
PMKRI tidak masuk, tinggal dan melakukan pendampingan terhadap kaum elite, tapi seluruh perjuangannnya berpihak kepada kaum tertindas. Kaum tertindas merupakan locus utama kiprak PMKRI.
Keberpihakan kepada kaum tertindas ini merupakan sebuah salinan dari cara hidup Yesus Kristus. Yesus datang ke dunia untuk membebaskan kaum-kaum yang lemah dan tertindas.
Dalam Kitab Suci dijelaskan demikian “Ketika melihat kumpulan orang, Yesus merasa kasian terhadap mereka, karena mereka dikuliti dan dibuang seperti domba-domba tanpa gembala” (2 Korintus 8:9).
Dalam hal ini, orientasi gerakan PMKRI yang mengikuti teladan hidup perjunagn Yesus harus memperhatikan dan memusatkan perhatuiannya untuk mengangkat martabat kaum marginal atau kaum yang terpinggirkan.
Nilai Kekatolikan
Misi Kekatolikan bagi PMKRI adalah memperjuangkan dengan mendahulukan kepentingan rakyat umum atas dara prinsip, nilai-nilai, semangat dan sikap etis dan moral Katolik.
Moral Katolik yang dimaksud adalah Yesus Kristus sebagai pedoman dan kekuatan setiap gerakan.
PMKRI harus menjadi Katolik sejati. Seorang anggota PMKRI yang berperilaku Katolik berarti lebih daripada sekedar menjadi anggota Gereja karena yang paling mendasar adalah mengekspresikan iman secara nyata.
Istilah Katolik dalam PMKRI bahwa para anggota perhimpunan Mahasiswa tersebut beragama Katolik. Sebagai orang Katolik, semua anggota PMKRI dituntut untuk memahami, menghayati serta mengamalkan nilai-nilai iman dan ajaran Katolik.
Dan perlu dicatat bahwa sejak tahun 1957b ketika anggaran dasar baru disahkan, PMKRI menganut sistem keanggotaan terbuka.
Hal ini berarti bahwa PMKRI menerima juga anggota-anggota non-Katolik. Keterbukaan terhada mahasiswa non-Katolik mempunyai catatan khusus.
Catatan itu berkaiatan dengan komitmen kader-kader non-Katolik untuk diwajibkan mengikuti aturan perhipunan, terlebih khusus ajaran PMKRI di mana Yesus Kristus adalah teladan gerakan.
Dijiwai Kekatolikan
Jika PMKRI adalah sesuai dengan iman Katolik. Berkaitan dengan hal ini, ada beberapa penekanan terkait Kekatolikan.
Pertama, jiwa yang dimaksud adalah sesuatu yang tetap serta selalu hidup, dan karenanya menghidupkan sesuatu yang tidak dapat dan tidak mungkin mati.
Dengan demikian, PMKRI “jiwa bukan merupakan “ideologi” melainkan merupakan sumber inspirasi.
Jiwa menghidupkan dan menggerakan sebuah organ. Begitupun dalam koneks PMKRI, sebuah perhimpunan tidak akan hidup dan berjalan sebagaimana mestinya kalau tanpa jiwa.
Kedua, Kekatolikan berarti keseluruhan nilai etis dan moral kristiani universal. (katolik) dan berdasarkan ajaran Yesus Kristus sendiri serta ajaran para rasul (apostolik) tentang pribadi, Saabda dan karya Kristus (Kristologi) bagi Gereja (seluruh umat manusia berdasarkan semngat cinta kasih menurut terang Injil).
Oleh karena itu, frasa “dijiwai Kekatolikan” berarti bahwa seluruh orentasi gerkan PMKRI dihidupi oleh nilai Katolik.
Nilai Kekatolikan merupakan jiwa yang tinggal dalam tubuh PMKRI dan tetap menjadi kekuatan dalam seluruh perjuangannya.
Tanpa nilai atau jiwa katolik, maka PMKRI tidak bisa berjalan, tidak bisa hidup atau mati.
Fungsi Pembinaan Organisasi PMKRI
PMKRI merupakan organisasi pembinaan serta perjuangan yang menjadi tempat berkumpulnya mahasiswa Katolik warga Negara Republik Indonesia atau mereka yang menerima ajaran Kristus.
PMKRI perlu menghimpun sekaligus menggerakan anggotanya yang adalah mahasiswa, baik secara individual maupun secara kolektif untuk membina diri menjadi kader-kader yang cakap, intelektual, trampil, unggul dan mampu.
Untuk mencapai tujuan itu maka sistem pembinaan selalu berorientasi pada pembentukan kader-kader PMKRI yang memiliki wawasan yang komphrensif dan integratif dalam memandang semua permasalahan dalam dunia kemasyarakatan.
Strategi dasar pembinaan selalu memperhatikan pada kristianitas, intelektualitas dan fraternitas.
Maka sistem pembinaan adalah salah satu titik berat dalam prosesnya kaderisasi.
Hal ini penting karena PMKRI merasa terpanggil untuk menyiapkan kader Gereja, bangsa dan negara dalam upaya meneruskan estafet kepemimpinan Gereja, bangsa dan negara tercinta ini.
Tentunya pembinaan dan pengkaderan yang dilakukan tetap berorientasi pada komitmen nasional yaitu tetap berpedoman pada kepentingan, aspirasi, serta keprihatinan masyarakat Indonesia.
Mengingat keberadaan PMKRI di tengah masyarakat adalah untuk mengaktualisasikan segala aktivitasnya maka perhimpunan ini mempunyai tiga tanggung jawab besar di dalam bidang ekstra organisasi yaitu; pertama, tentang tanggung jawab kepada masyarakat umum.
Hal ini sesuai dengan jati diri PMKRI yang merupakan organisasi kemasyarakatan dan sekaligus pers anggotanya yang merupakan bagian dari warga negara Indonesia.
Kedua, tanggung jawab dunia kampus atau kemahasiswaan. Hal ini sesuai dengan jati diri PMKRI sebagai organisasi mahasiswa.
Ketiga, tentang tanggung jawab kepada gereja. Hal ini sesuai dengan jati diri PMKRI sebagai organisasi yang bercirikan katolik.
Dalam upaya menjawabi tiga tanggung jawab tersebut harus mampu mengoptimalisasikan segala sesuatu yang dimiliki perhimpunan.
Optimilisasi tersebut lebih menekankan pada sumber daya manusia (human rescurces). Hal ini penting karena organisasi pembinaan dan pengkaderan sangat bertanggung jawab dalam membina seluruh anggotanya agar menjadi manusia harapan bangsa dan gereja sesuai apa yang digariskan oleh Anggaran Dasar PMKRI.
Semangat ini dijabarkan sesuai sasaran, tujuan, dan target pembinaan yakni melahirkan manusia yang sarjana ahli, yang dewasa pancasilanya, matang katoliknya dan berjiwa patriotik, sehingga kemudia menghasilkan kader pemimpin dengan memiliki pribadi yang peka dan tanggap terhadap setiap situasi dan gejolak sosial kemasyarakatan.
Dari cita-cita yang demikian luhur ini, maka PMKRI pun dari waktu ke waktu terus menata dirinya baik secara interen maupun eksteren sehingga mampu memberikan yang terbaik bagi gereja dan tanah air.
Penataan interen yakni dengan mengembangkan organisasi dan melakukan pembinaan bagi para anggotanya, sehingga nantinya dapat melahirkan kader-kader yang handal demi membangun bangsa dan gereja.
Untuk mencapai sasaran ini maka PMKRI menerapkan berbagai jenis pembinaan baik pembinaan formal maupun non formal dan informal.
Tujuan Pembinaan PMKRI
Pada dasarnya pembinaan formal mempunyai tujuan untuk membentuk atau menghasilkan kader-kader yang tangguh dan mampu menangkap serta membaca tanda-tanda zaman dengan daya dukung intelektualnya.
Kader PMKRI haruslah potensial, militan, antisipatif, kreatif, inofatif dan berdedikasi tinggi dan selalu berpedoman pada tiga benang merah perhimpunan yakni kristianitas, intelektualitas, dan fraternitas.
Dengan adanya keselarasan tiga benang merah tersebut, kader PMKRI diharapkan akan senantiasa berkembang searah dengan globalisasi dan konsep pembangunan bangsa yang tengah dilaksanakan.
Selain itu tujuan dan konsep pembinaan tetap berpatokan pada konsep pembinaan sebagaimana yang tertera dalam Anggaran Dasar PMKRI, yaitu pembinaan yang diarahkan kepada pengembangan potensi iman Katolik.
Menumbuhkan integritas dan memperkaya penalaran, meningkatkan intelektualitas dan profesionalitas serta menatapkan dan mempertebal wawasan kebangsaan menuju terciptanya sarjana pripurna sebagai kader bangsa baik dalam tatanan konsep maupun operasional.
Strategi Dasar Pembinaan
Seperti telah disinggung di atas bahwa pola pembinaan PMKRI Cabang Maumere selalu berpedoman pada tiga benang merah perhimpunan. Benang merah ini senantiasa menjiwai seluruh aktivitas perhimpunan.
Maka strategi dasar dari pembinaan-pembinan yang ada dalam perhimpunan juga tetap berpatokan atau dijiwai tiga benang merah tersebut.
Fraternitas
Pengembangan fraternitas PMKRI lebih menitikberatkan pada nilai-nilai etis dan moral kristiani.
Nilai-nilai kristiani ini akan menjadi landasan dalam pembentukan suatu spiritualitas yang khas bagi anggota PMKRI.
Semangat Ilahi yang menjadi jiwa dan daya dorong anggota PMKRI yang senantiasa mengarahkan mereka kepada perjuangan untuk menebus amanat penderitaan rakyat.
Oleh karena itu maka penghayatan dan pengamalan nilai-nilai kristiani itu diwujudnyatakan dalam bentuk koinonia/persekutuan yang menimbulkan kebersamaan dan kesatuan dalam iman kristiani Martiria/kesaksian yakni pendalaman dan penghayatan iman kristiani dalam seluruh sejarah kehidupan.
Kerugama/pewartaan untuk menyatakan atau mengembangkan iman, harapan dan kasih dalam kehidupan.
Liturgia atau ibadat yakni merayakan kehidupan dalam iman kristiani, serta diakonia atau pelayanan pada karya-karya karitatip yang nyata dalam masyarakat.
Dari sekian bentuk perwujudan dan pengamalan-pengamalan nilai-nilai kristiani tersebut, PMKRI lebih menitikberatkan pengalaman kristianitas itu pada kesaksian hidup dan pelayanan.
Hal mana selaras dengan eksistensi PMKRI sebagai organisasi kemasyarakatan yang di dalamnya berkicambung kaum muda atau generasi katolik Indonesia.
Sebagai organisasi kemasyarakatan maka opsi terbesarnya adalah pada situasi sosial politik masyarakat. Pada medan bakti inilah mereka diutus menjadi saksi Kristus dalam seluruh pelayanan kemasyarakatannya.
Intelektualitas
Intelektualitas merupakan salah satu poin penting dari organisasi pembinaan dan pengkaderan mengingat PMKRI sebagaimana termaktub dalam tiga benang merah perhimpunan.
Untuk itu maka pengembangan kualitas intelektual anggota sangat ditekankan pada penguasaan informasi dalam bentuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat memberikan kontribusi yang berguna bagi pengembangan organisasi.
Tetapi tidak cukup kiranya dengan penguasaan iptek. Para anggota PMKRI harus dibekali dengan pengetahuan etika dan moral sehingga akan muncul seseorang intelektual yang bernafaskan semangat kristiani.
Seorang intelektual kristiani adalah seseorang yang memiliki visi etis dalam penerapan serta mampu merefleksikan dan merespon setiap gejolak kehidupan masyarakat.
Atau dengan kata lain pembinaan intelektuualitas meliputi alih ilmu pengetahuan dalam karya-karya nyata di tengah masyarakat.
Kristianitas
Pembinaan-pembinaan di PMKRI baik secara nasional maupun cabang sangat menekankan aspek persaudaraan di mana para anggota PMKRI diharapkan semangat kebersamaan dan cinta kasih kepada sesama dalam arti yang luas dan mendalam.
Hal ini pengembangan kepribadian; serta Pembinaan inter-personal yang meliputi pengembangan konsilidasi dalam kelompok yang dinamis; Dan pembinaan sosial dengan titik berat pada pengembangan solidaritas demi masyarakat.
Penutup
Pentingnya proses pembinaan dan kaderisasi generasi muda Katolik harus bermuara pada visi dan misi. Sebuah organisasi nasional seperti PMKRI tidaklah mudah.
Karena untuk melahirkan kader yang berintegritas dan berpegang teguh pada nilai-nilai kekatolikan dan Pancasila harus mengetahui aturan dan mekanisme agar organisasi itu bertahan lama.
Mekanisme yang paling penting dalam PMKRI adalah tentang isi dan tujuan atau visi dan misi PMKRI itu sendiri. Dengan adanya visi dan misi, maka segala kegiatan yang terjadi dalam PMKRI menjadi terarah.
Selamat dan Sukses Dies Natalis ke 74 Tahun PMKRI. Pro Ecclesia et Patria.
Yohanes A. Loni adalah anggota aktif PMKRI Cabang Maumere Santo Thomas Morus. Dia juga mahasiswa Awam STFK Ledalero da Ketua Ikatan Mahasiswa Manggarai di Maumere priode 2020-2021