Pondok Tuhan Telah Lapuk
Gajah dan binatang hutan lainnya
tidak berkeliaran seperti kemarin
jalanan di tengah semak belukar
tampak sepi
ke sana musafir tunggal
membawa seikat hati
berbalut rindu akan kekasih hati
temu yang kandas di ujung corona.
Setangkai tetes cinta
dan air mata basahi pipi
menyaksikan pondok Tuhan telah roboh
namun aku yakin
Dia masih ada di sana
Dia tidak lapuk bersama waktu
Dia adalah kasih yang setia menanti
sabar dalam segala zaman
dan tak lekang
oleh musim-musimnya.
Sebelum senja menjemput
musafir pulang dengan luka
di dalam dada
di tengah jalan piluh menyayat
pedih tak tertahankan
aku pun bertanya, “di manakah gajah
dan binatang lainnya?”
Ilizwi-Biblical Centre-Zimbabwe, 11/05/2021.
Mawar di Tepian Jalan
Bersama angin dan matahari
Muzafir jelajahi hati
Seperti kemarin
setia temani hari ini
agar matahari tak terbenam
aku setia memeluknya
hingga hanyut dalam rangkulan
hangat cinta
Mawar mekar di tepian jalan
Burung-burung berkicau
kabarkan musim petik bunga telah usai
Namun tak jamah dan isap madu
pada wangian mawar
di tepian belukar
murni mawar pun sirna
bersama matahari
di batas hari.
Marula, 15/05/2021.
Izinkan Aku
Kalau senja sudah pamit seperti kemarin maka izinkan aku larut di teduh matamu
tapi jangan lupa ingatkan aku untuk pulang kepada esok yang sedang setia menunggu pulangku
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 16/05/2021.
Retak Hati yang Gundah
Kalau saja aku tiba di ujung senja itu
Izinkanlah aku menetap sejenak
di teduh matamu
Rasakan sejuk pada setiap kedipan
namun jangan biarkan hanyut
Karena aku masih di jalan
cukuplah aku baca setiap tetes cinta
yang jatuh di dalam lubuk hati
Kemanakah ia mengalir pergi?
Agar aku menjadi saluran menuju
Kepada retak hati yang gundah.
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 10/05/2021.
Yohanes Mau adalah salah satu penulis buku Antologi Puisi, “Seruling Sunyi untuk Mama Bumi.” Kini ia sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika