Kupang, Vox NTT – Diduga terdapat investasi ‘suram’ pengelolaan dan skenario pengembalian dana dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) senilai Rp491.776.240.001.
Dalam program yang telah ditetapkan sebagai APBD NTT Tahun Anggaran 2021 tersebut dibiayai dari Pinjaman Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan bunga sekitar Rp30.440.949.256 per tahun atau sekitar Rp243.527.594.048 Miliar selama 8 tahun.
Berdasarkan RKPD yang kopiannya diperoleh VoxNtt.com, Jumat (21/05/2021) siang, ada program investasi yang dibiayai Pemprov NTT dari pinjaman daerah dana PEN tahun 2021.
Dana tersebut termasuk pinjaman daerah yang disalurkan Pemerintah Pusat (Pempus) oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp1,5 Triliun pada tahun anggaran 2021.
Selain untuk membangun jalan, jembatan, dan irigasi, dana PEN tersebut juga digunakan untuk program investasi ‘suram’ dengan nilai sekitar Rp491 Miliar.
Investasi tersebut, terdiri atas beberapa kegiatan, antara lain untuk: 1). Budi daya ikan kerapu dan kakap senilai Rp152 Miliar, 2). Budi daya jagung (TJPS) senilai Rp100 Miliar, 3). Budi daya ternak (sapi, babi, kambing, ayam) senilai Rp100 Miliar, 4). Budi daya tanaman porang senilai Rp139 Miliar.
Untuk budi daya ikan laut, dialokasikan dana sekitar Rp152,7 Miliar dengan jumlah 1.390.000 ekor ikan.
Ada tiga jenis ikan yang akan dibudidayakan, yakni Kerapu Cantang, Kerapu Tikus dan Kakap Putih di tiga lokasi. Ketiganya, yakni di Mulut Seribu (Rote Ndao), Semau (Pulau Kambing) dan Teluk Hadakewa (Lembata).
Namun anehnya, berdasarkan prngamatan VoxNtt.com, alokasi dana untuk tiga jenis ikan dengan tiga lokasi berbeda itu sama persis.
Untuk pertanian tanaman pangan, dialokasikan dana Rp100 Miliar untuk budi daya jagung/TJPS seluas 30.000 hektare sebesar Rp93,3 Miliar dan kelor sebesar Rp9,7 Miliar.
Untuk peternakan, antara lain dialokasikan untuk pengembangan ternak Sapi Wagyu sebesar Rp45 Miliar (1.000 ekor), Kambing PE sebesar Rp12 Miliar (1.100 ekor), Babi sebesar Rp22 Miliar (1.100 ekor), Ayam sebesar Rp2,5 Miliar (22 ribu ekor), dan Sapi sebesar 4,5 Miliar (50 ekor).
Juga terdapat alokasi anggaran untuk pembangunan pabrik pakan di instalasi Tarus, Kabupaten Kupang sebesar Rp13 Miliar.
Sedangkan untuk budi daya porang di 12 kabupaten seluas 1.363 hektare dialokasikan dana sebesar Rp 39 Miliar.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT dengan badan/dinas terkait pada 4 Mei 2021 lalu, anggota dewan mempertanyakan pola pengelolaan investasi senilai Rp491 Miliar tersebut.
Pada RDP itu, para Anggota DPR NTT Komisi III menghujani Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) NTT, Zakarias Moruk, tentang pola pengelolaan dan skenario pengembalian pinjaman dari program investasi tersebut.
Anggota Komisi III menyatakan ketidakpuasan dan kekecewaannya terhadap penjelasan Zakarias Moruk.
Komisi III pun memutuskan RDP tersebut dilanjutkan keesokan harinya pada 5 Mei 2021, dengan menghadirkan Kepala Dinas (Kadis) Kelautan dan Perikanan, Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang juga dihadiri Ketua DPRD NTT, Emilia Nomleni serta Wakil Ketua, Ince Sayuna.
Rapat hari itu berlangsung cukup tegang. Anggota DPRD NTT Komisi III dan pimpinan dewan tampak tidak puas dengan penjelasan para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang hadir saat itu.
Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni dan Wakil Ketua Ince Sayuna yang dimintai tanggapannya tentang rapat tersebut, enggan untuk memberikan penjelasan.
“Rapat Komisi masih berlangsung, jadi kami belum bisa memberikan penjelasan. Setelah rapat akan ada rekomendasi komisi,” ujar Nomleni dibenarkan Sayuna.
Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT Viktor Mado Waton yang dimintai penjelasannya usai rapat mengatakan, belum dapat menjelaskan rekomendasi dari RDP karena masih disusun oleh pendamping komisi.
“Kalau rekomendasinya sudah ada kami akan kepada rekan-rekan wartawan. Komisi III rekomendasikan untuk dibahas lebih lanjut dalam Rapat Gabungan Komisi dan Rapat Badan Anggaran,” kata Anggota Fraksi PDIP dari Dapil Flotim, Lembata, dan Alor itu.
Sebelumnya, Pemerintah Pusat menetapkan bunga pinjaman dana PEN Rp1,5 Triliun sebesar 6,19%.
Pinjaman yang disalurkan melalui PT SMI tersebut ditetapkan dalam APBD NTT tahun anggaran 2021 tanpa bunga.
Namun dengan ditetapkan bunga sebesar 6,19 persen, maka Pemprov NTT harus mengembalikan pokok pinjaman tersebut dengan bunga sekitar Rp700 Miliar, untuk delapan tahun, hingga 2030.
Dari pinjaman Rp1,5 Triliun tersebut dialokasikan untuk pembangunan jalan, jembatan dan irigasi sebesar Rp1,003 Triliun.
Sedangkan sisanya untuk kegiatan investasi budi daya kerapu, serta budi daya ternak dan porang.
Harus Dikawal
Pengamat sosial politik asal Undana, Lasarus Jehamat meminta agar manajemen pengelolaan transparan dan dikawal.
“Kalau menurut saya, silakan Pemprov melakukan pinjaman ke SMI. Hanya, transparansi manajemen harus benar-benar dilakukan. Sulit rasanya menilai kinerja OPD kalau semua proses dilakukan tersembunyi,” kata Lasarus.
Menurutnya, ada beberapa dampak dalam proses investasi tersebut. Pertama, fenomena seperti itu akan mudah jatuh ke dalam kubangan korupsi dan manipulasi.
Kedua, dari aspek keterbukaan informasi, realitas seperti itu jelas menyalahi aturan.
Ketiga, tumpukan utang merupakan konsekuensi logis dari manajemen yang demikian.
“Ini yang harus diperhatikan Pemprov. DPRD NTT harus terus mengkawal proyek ini biar tidak merugikan masyarakat banyak nanti,” tandasnya.
Terkait dampak ekonomi bagi masyarakat atas proyek-proyek tersebut, menurutnya penting untuk dikawal.
“Sangat tergantung pada model manajemen proyek. Kalau dikasih saja uang dan meninggalkan rakyat sendiri, saya ragu itu berhasil. Manajemen proyek dilakukan berbasis masyarakat, itu baru bisa,” imbuhnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba