Oleh: Andrew Donda Munthe
Kota Kupang yang merupakan ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal dengan julukan Kota KASIH (Karya, Aman, Sehat, Indah, Harmonis).
Kota ini merupakan pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis. Hal ini menjadikan Kota Kupang sebagai barometer ekonomi di kawasan gugus kepulauan yang mencakup Pulau Flores, Sumba, Timor dan Alor atau biasa disebut dengan Flobamora.
Sejak April 2020 ketika Covid-19 mulai mewabah di NTT, Kota Kupang menjadi salah satu wilayah yang terkena dampak ekonomi paling parah dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya.
Bagaimana kinerja Wali Kota Kupang dan jajarannya dalam mengarungi periode sulit Covid-19 di sepanjang tahun 2020?
Indikator ekonomi suatu wilayah yang biasa digunakan untuk mengetahui perkembangan dari waktu ke waktu adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan Lapangan Usaha.
Tahun 2019 sebelum adanya Covid-19, pertumbuhan ekonomi Kota Kupang mampu tumbuh positif di atas 6 persen.
Tahun lalu, Covid-19 membuat sektor-sektor usaha menjadi “lesu” akibat kebijakan pemerintah terkait pembatasan kegiatan masyarakat.
Sektor-sektor yang “lesu” tersebut adalah Jasa Perusahaan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, Transportasi dan Pergudangan, Konstruksi, Industri, serta Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi mobil dan sepeda motor.
Akibatnya, sepanjang tahun 2020, ekonomi Kota Kupang melemah dan “anjlok” sebesar -2,05 persen (BPS, Kota Kupang Dalam Angka 2021).
Ekonomi Melemah, Kemiskinan dan Penggangguran
Lesunya ekonomi sepanjang tahun lalu tentu memberi dampak negatif pada daya beli masyarakat.
Hal ini mempengaruhi tingkat kemiskinan yang ada di Kota Kupang.
Pengukuran kemiskinan yang selama ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) adalah melalui pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Kebutuhan tersebut berupa kebutuhan dasar makanan dan non makanan yng diukur dari sisi pengeluaran masyarakat.
Konsep ini menyatakan penduduk miskin adalah mereka yang rata-rata pengeluaran perkapitanya per bulan berada di bawah garis kemiskinan.
Hasil rilis data tingkat kemiskinan di Kota Kupang pada tahun 2020 adalah sebesar 8,96 persen dari total penduduknya.
Tingkat kemiskinan tahun 2020 justru mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2019 yang sebesar 9,22 persen.
Apakah berarti Pemerintah Kota Kupang memiliki kinerja yang luar biasa, sehingga mampu mendorong daya beli masyarakat semakin membaik, tingkat kemiskinan pun menjadi menurun?
Perlu dipahami bahwa sumber data tingkat kemiskinan oleh BPS dilakukan setiap tahunnya melalui kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret dan September.
Hasil pengumpulan data SUSENAS Maret dapat digunakan untuk estimasi tingkat kemiskinan sampai level wilayah Kabupaten/Kota.
Sedangkan SUSENAS September hanya digunakan untuk estimasi kemiskinan pada level Provinsi.
Oleh karena itu, kemiskinan menurun di Kota Kupang disebabkan periode Maret 2020 kondisi ekonomi masih stabil.
Covid-19 belum mewabah di Kota Kupang bahkan di NTT. Pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat “terhantam” Covid-19 mulai dari bulan April hingga akhir tahun 2020.
Ekonomi masyarakat perlahan membaik dalam periode tersebut saat pemerintah menggaungkan Era Kehidupan Baru menghadapi Covid-19.
Era yang disebut “New Normal” yaitu kewajiban untuk patuh menjalankan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.
Data lain yang berkaitan erat dengan lesunya ekonomi dan tingkat kemiskinan adalah data pengangguran.
Data ini diperoleh dari Survei Anggkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilaksanakan BPS setiap tahun pada Bulan Agustus (estimasi level kabupaten/kota).
Ada banyak alasan kenapa seseorang tidak bekerja atau menganggur.
Pertama, mereka yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan.
Kedua, mereka tidak bekerja tapi sedang mempersiapkan usaha.
Ketiga, mereka yang memang tidak mencari kerja karena merasa tidak mungkin memperoleh pekerjaan.
Terakhir, mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum berkerja.
Keempat jenis pengangguran tersebut merupakan konsep dari penggangguran terbuka.
Tahun 2020, tingkat pengangguran terbuka Kota Kupang mencapai 10,9 persen. Meningkat dibandingkan tahun 2019 yang sebesar 9,18 persen.
Berdasarkan data-data yang ada dapat ditarik kesimpulan sederhana bahwa ada korelasi antara lesunya ekonomi akibat Covid-19 pada triwulan 2 hingga triwulan 4 tahun 2020 dengan peningkatan tingkat pengangguran di Kota Kupang.
Mengukur Kinerja Nahkoda Kota Kupang
Data pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran terbuka yang telah dipaparkan merupakan ukuran makro dalam mengukur kinerja Wali Kota Kupang dan jajarannya.
Data makro lain yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian Kota Kupang antara lain Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pendapatan Perkapita Penduduk serta Ketimpangan Pendapatan (Gini Ratio).
Semua data makro tersebut beserta data-data target dan realisasi anggaran sepanjang tahun 2020 dituangkan dalam laporan pertanggungjawaban.
Laporan yang dimaksud adalah Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Wali Kota Kupang tahun anggaran 2020.
Laporan tersebut kemudian disampaikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang.
Memang selalu ada pro dan kontra terkait berbagai kebijakan publik yang dieksekusi oleh Wali Kota Kupang sebagai “nahkoda” kota ini.
Apalagi di masa sulit sepanjang tahun 2020 hingga saat ini dimana kasus Covid-19 masih belum terkendali.
Di satu sisi roda ekonomi masyarakat harus terus bergerak, di sisi lain kesehatan juga tidak boleh diabaikan.
Masing-masing orang punya pandangan yang berbeda atas kinerja Wali Kota Kupang dan jajarannya menghadapi pandemi Covid-19.
Data-data makro hanyalah sebagian kecil “alat ukur” kinerja Wali Kota Kupang dan jajarannya. Bukankah dengan data-data yang ada membuat penilaian kita menjadi lebih obyektif?
Penulis adalah Statistisi Ahli Muda BPS Kota Kupang/Alumnus Sekolah Pascasarjana IPB Bogor