Oleh:
Sefrianus Jemandu
Semenjak pandemi corona virus decease 2019 (Covid-19) melanda Indonesia, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Reset dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah, sedang dan akan terus melakukan pelatihan online (daring) terhadap guru-guru di Indonesia.
Pelatihan tersebut sebagai implementasi dari beberapa kebijakan strategis Kemdikbud yang diharapkan selain meningkatkan pengetahuan, juga bisa membuat guru-guru semakin terampil dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Beberapa kegiatan yang dimaksud, seperti program Pembelajaran Berbasis Teknologi (Pembatik), Guru Berbagi, Guru Belajar, Guru Penggerak dan program-program lainnya.
Program Kemendikbud yang hangat dibicarakan guru-guru saat ini yakni pelatihan Guru Belajar. Ada beberapa seri pelaksanaan program Guru Belajar, yakni seri masa pandemi Covid-19, seri pendidikan keterampilan hidup, seri pendidikan inklusif, seri asesmen kompetensi minimum (AKM) dan seri pegawai pemerintah berdasarkan perjanjian kerja (PPPK).
Melalui kegiatan ini guru-guru belajar untuk berinovasi dan melakukan tranformasi dalam mengelolah pembelajaran.
Pendemi Covid-19 menuntut guru menggunakan teknologi untuk menunjang pembelajaran.
Selain itu, melalui program Guru Belajar, guru-guru mempelajari cara mendesain, melaksanakan dan melakukan asesemen atau melakukan penilaian terhadap peserta didik dengan menggunakan kurikulum darurat Covid-19.
Selama ini, Guru kerap terbebani administarsi yang kaku dan berat. Melalui program pelatihan Guru Belajar, guru-guru lebih merdeka dan fleksibel dalam mendidik, merencanakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Berinovasi dalam Pembelajaran
Kebijakan guru belajar merupakan kebijakan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Pendidikan (Dirjen GTK) Kemdikbud untuk meningkatkan kompetensi (skill), kemampuan dan kreativitas guru di Indonesia agar tugas mulia guru tetap terlaksana di tengah pandemi Covid-19.
Dengan program Guru Belajar, guru dituntut untuk melakukan sesuatu yang baru, berupa gagasan, cara, metode, barang, alat, dan teknologi, yang bisa mendatangkan nilai tambah atau keuntungan bagi guru, siswa dan masyarakat umum. Untuk meningkatkan hasil belajar dan kualitas pembelajaran.
Misalnya, guru perlu membuat inovasi pembelajaran seperti membuat video pembelajaran, modul digital, dan pemanfaatan sumber belajar dan media digital.
Selain itu, guru di satuan pendidikan dasar sampai pendidikan umum dan kejuruan diarahkan melakukan penyederhanaan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah di masing-masing wilayah di Indonesia.
Kebijakan Guru Belajar berisi tentang: pertama, guru belajar tentang konsep pembelajaran jarak jauh dan tatap muka, seperti memahami prinsip, tujuan dan pendekatan pembelajaran, mendorong kolaborasi siswa, guru dan orang tua siswa dalam pembelajaran, serta menerapkan cara 5 M (memanusiakan hubungan, memanusiakan konsep, membangun keberlanjutan, memilih tantangan dan memberdayakan konteks) untuk menerapkan pembelajaran yang bermakna.
Kedua, guru belajar memahami dan menerapkan konsep kurikulum pada kondisi khusus, seperti memahami tujuan dan penggunaan kurikulum pada kondisi khusus, menghubungkan kompetensi dasar dengan kebutuhan dan kondisi siswa untuk membuat tujuan kompetensi dan mengananlisis contoh kasus mengenai penyelarasan kompetensi inti dan kompetensi dasar pada pembelajaran.
Ketiga, guru belajar tentang konsep asesmen diagnosis awal, seperti memahami tujuan dan maanfaat assesmen diagnosis, memahami langkah langka merancang asesmen diagnosis non kognitif dan kognitif dan membuat diagnosis kemampuan belajar siswa dan tindak lanjut.
Keempat, guru belajar tentang konsep asesmen diagnosis berkala, menguasai penjelasan dan penerapan asesmen pembelajaran, menguasai tahapan melaksanakan asesmen diagnosis berkala.
Kelima, guru belajar model pembelajaran jarak jauh, seperti: prinsip pembelajaran jarak jauh daring dan luring, memahami konsep pembelajaran jarak jauh daring dan luring sesuai kebutuhan siswa dan merancang berbagai macam alternative pembelajaran jarak jauh dengan kombinasi daring dan luring sesuai kebutuhan siswa.
Keenam, guru belajar menggunakan teknologi dalam pembelajaran jarak jauh, seperti: memahami karateristik media, teknologi dan sumber belajar untuk pembelajran jarak jauh, memilih dan menggunakan media, teknologi dan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
Konsep pembelajaran tersebut, hanya bisa dipelajari dengan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan atau pelatihan secara daring mulai dari orientasi, bimbingan tehnik (bimtek), pendidikan dan pelatihan (diklat) dan implementasi.
Dengan mengikuti semua rangkaian kegiatan secara daring guru tidak lagi kaku dalam menggunakan referensi pembelajaran tetapi mereka benar merdeka dalam belajar, berkreasi dan berinovasi.
Meskipun demikian, hal ini tidak berarti para guru kehilangan metode dan cara mengevaluasi peserta didik. Guru Belajar mengarahkan para guru untuk berinovasi, namun tetap ketat dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
Evaluasi dilakukan untuk mengukur sejauh mana perkembangan belajar setiap siswa dan memberi solusi terhadap kendala-kendala pembelajaran yang dihadapi siswa. Misalnya kendala pemanfaatan sarana layanan digital dalam belajar.
Pelatihan Daring Dinilai Diskriminatif
Program pelatihan Guru Belajar yang diselenggarakan Dirjen GTK Kemdikbudristek dinilai diskriminatif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti: Pertama, pola pelatihan daring. Pola ini hanya bisa diikuti oleh guru yang dijangkau fasilitas internet, seperti guru-guru di wilayah pusat pemerintahan, pusat industri dan wilayah perkotaan, karena di wilayah seperti ini sangat mudah dijangkau fasilitas internet.
Ketiadaan fasilitas internet di wilayah pelosok Indonesia membuat guru-guru di wilayah pelosok merasa diabaikan karena tidak bisa mengikuti pelatihan Guru Belajar.
Hal ini menyebabkan guru dan siswa di pelosok sulit belajar berinovasi, bersaing dan mengembangkan kreativitasnya dalam memanfaatkan media pembelajaran berbasis digital sebagai sumber belajar.
Kondisi Ini menjadi tantangan tersendiri bagi para guru di pelosok. Akses internet yang masih minim, kadang nyambung, kadang putus, membuat pembelajaran jarak jauh dan berinovasi di pelosok sulit.
Kendala ini dialami oleh hampir semua sekolah di pelosok. Tidaklah heran ketika ramai terdengar kabar para guru yang harus duduk di hutan dan lembah, hanya untuk mencari sinyal internet, karena tidak semua tempat di wilayahnya mampu menangkap koneksi internet yang memadai.
Sementara itu, pendidik/guru di daerah perkotaan Indonesia akan semakin berkreasi, berinovasi dalam mengembangkan pembelajaran berbasis teknologi dan mengimplementasikan program Guru Belajar secara fleksibel karena mereka dengan sangat mudah mencari, mengunduh dan memanfaatkan fasilitas internet sebagai media pembelajaran di sekolah
Kedua, penyebarluasan jaringan listrik yang belum sampai ke semua wilayah di pelosok. Hal ini juga menjadi kendala tersendiri bagi guru di pelosok. Untuk bisa mengikuti pelatihan daring, para guru di pelosok harus menghidupkan genset/generator. Selain itu, pelatihan daring diwilayah pelosok tergantung berapa lama kekuatan handphone (hp) dan laptop. Kalau arus HP/laptopnya cepat habis maka good bye pelatihan daring. Miris kan?
Koordinasi, Kolaborasi dan Komunikasi
Pembelajaran secara daring terhadap para guru di indonesia sangat urgen dilakukan saat ini. Mau tidak mau, suka tidak suka para guru harus mengikuti arus perkembangan zaman dengan tetap berpegang teguh pada budaya bangsa kita sendiri.
Diperlukan koordinasi, kolaborasi dan komunikasi antara Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbudristek), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ketiga lembaga negara ini harus berjalan seiring dan seirama. Misalnya; sebelum mengeluarkan kebijakan belajar daring; masing-masing kementrian sebaiknya menyiapakan semua infrastuktur yang dibutuhkan seperti penyebarluasan jaringan internet dan listrik sampai pada wilayah pelosok.
Pertama, Kemendikbudristek diharapkan mengintensifkan pelaksanaan pelatihan pembelajaran berbasis teknologi secara langsung (luring) kepada guru di pelosok Indonesia. Kegiatan itu harus berkelanjutan sebagai bentuk pendampingan terhadap para guru di pelosok. Hal ini sebagai bentuk pemenuhan hak guru di pelosok untuk mendapatkan layanan pelatihan dan pendidikan dari pemerintah pusat, sebab pelatihan dalam jaringan (Diklat Online) hanya bisa diikuti oleh para guru yang berada di zona wilayah internet memadai
Kedua, Kominfo perlu melakukan aksi nyata atau implementasi penyebarluasan jaringan internet sampai pada wilayah terdepan, terluar dan tertinggal Indonesia. Penyebarluasan Jaringan Telkomsel Bakti yang genjar dilakukan saat ini memiliki kapasitas kuata internet yang sangat terbatas. Sinyal telkomsel Bakti hanya bisa digunakan untuk komunikasi melalui seluler tetapi sangat lambat bahkan tidak bisa melakukan zoom meeting, Google Meeting, dan mengakses materi pelajaran sumber belajar yang ada di internet.
Ketiga, Kementrian BUMN terus melakukan upaya penyebarluaskan jaringan listrik (PLN) sampai wilayah pelosok. Pelatihan daring membutuhkan jaringan listrik sebagai fasilitas pendukung. Apabila pemerintah hanya mengadakan fasilitas internet dipelosok sementara listrik tidak ada maka program tak akan efektif.
Dengan demikian, munculnya guru dan siswa yang terampil, berkualitas karakter, berkualitas pengetahuan, serta, bisa berinovasi dalam mengintegasikan teknologi kedalam pembelajaran.
Penulis adalah Guru Bahasa Inggris SMPN 3 Macang Pacar, Manggarai Barat, NTT