Kupang, VoxNtt.com-Sebuah rekaman suara milik Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe, ramai beredar di group WhatsApp, pada Sabtu (29/5/2021).
Rekaman itu diduga kuat adalah reaksi Yeskiel, Ketua DPC PDIP Kota Kupang, terhadap Aliansi Sikap Warga Kota (SIKAT) yang berdemonstrasi di Kantor DPRD Kota Kupang, pada Kamis (27/5/2021).
Jika dugaan kepemilikan suara itu benar, Partai Rakyat Adil Makmur, (PRIMA), memandang bahwa pernyataan itu harus dinilai sebagai cerminan penjualan politik identitas yang tidak patut dan berbahaya bagi persatuan dan demokrasi.
Menurut PRIMA, hanya pendisiplinan organisasi secara proporsionallah yang mampu mencegah kesalahan serupa terjadi kembali di waktu mendatang.
Dalam rekaman yang berdurasi 1:05 menit yang diduga milik Ketua DPRD Kota Kupang, Yeheskiel Loudoe, secara terbuka menuding demonstran yang tergabung dalam Aliansi Sikap Warga Kota (SIKAT) yang berdemonstrasi di Kantor Kantor DPRD Kota Kupang, pada Kamis (27/5/2021). Ia menuding demonstran tersebut berasal dari Flores, mayoritas di antaranya adalah orang Manggarai dan beragama Katholik.
“Jadi ini semua dari Flores ya. Lebih banyak orang Manggarai, agama pun Katholik,” tutur suara dalam rekaman itu.
Pria diduga Yeskiel tersebut mengaku, mosi para pendemo bertujuan untuk menjatuhkannya sebagai Ketua DPRD Kota Kupang, yang berasal dari Rote Ndao dan beragama Kristen Protestan.
“Jadi memberikan mosi kepada Yeskiel Loudoe, agama kristen protestan…tapi saya perlu sampaikan bahwa ini yang betanggung jawab dalam demo ini, seluruhnya, hampir keseluruhan orang Flores dan agama katolik. Untuk menjatuhkan ketua DPR Kota Kupang, Yeskiel Loudoe, asal Rote, agama Kristen Protestan” tutur suara dalam rekaman itu.
Menanggapi pernyataan ini, Ketua Dewan Pimpinan Kabupaten Partai Rakyat Adil Makmur Kabupaten Sikka (DPK PRIMA SIKKA), Laurensius Ritan, berpandangan bahwa masyarakat Indonesia hidup dalam ikatan toleransi jauh sebelum kemerdekaan.
Mereka begotong royong merebut kemerdekaan dan membangun Indonesia tanpa mempersoalkan perbedaan suku, etnis dan agama. Justru yang merusaknya tatanan persatuan ini adalah elit kekuasaan yang menggunakan isu-isu identitas agama dan etnis.
“Rakyat Indonesia hidup bertolerasi sejak dahulu kala, jauh sebelum kemerdekaan. Mereka bergotong royong tanpa mempersoalkan keyakinan mereka akan Tuhan karena mereka semua percaya bahwa keyakinan itu urusan pribadi setiap individu kepada Tuhannya. Tapi, soal kehidupan sosial dan negara adalah kewajiban mereka untuk menjaganya lewat gotong-royong. Justru, yang merusak tatanan kehidupan negara ini adalah politisi pemecah-belah, membuat lemah bangsa seperti sekarang ini dengan isu-isu konflik identitas,” jelas Lorens.
Lorens mempertanyakan, jika benar suara dalam rekaman itu mengacu pada Ketua DPRD Kota Kupang, yang juga adalah politis PDIP, mengapa partai berhaluan nasionalis itu menggunakan narasi memecah belah untuk berlindung dari kritik publik.
“Mengapa partai nasionalis kok memecah belah sebagai defence terhadap kritik publik,” tanyanya dengan nada keluh.
“Tidak patut bagi siapapun, apalagi elit penguasa, pengemban jabatan publik selevel Ketua DPRD Kota Kupang, menggunakan politik identitas yang tidak patut dan bebahaya bagi persatuan dan demokrasi,” lanjut Lorens.
Menurut Ketua DPK PRIMA Sikka ini, “sebagai partai politik yang berasas Pancasila dan UUD RI 1945, PRIMA memiliki platfrom nasionalis, religius dan kerakyatan, sudah sepatutnya kami menetang berbagai bentuk praktik politik yang mengangkangi nilai-nilai luhur bangsa ini. Karena itu, menjadi tanggung jawab semua parpol untuk mencegah politik pecah belah,” ungkapnya.
Ia kemudian mendesak PDIP untuk menyelidiki dan jika terbukti benar, maka harus diberikan disiplin yang tegas sebab politik pecah belah sama tercelannya dengan korupsi Bansos.
“Sebagai sesama parpol yang seharusnya mencegah politik pecah belah, PRIMA mendesak PDIP menyelidiki dan jika benar, partai perlu memecat yang bersangkutan dari keanggotaan parpol. Narasi pecah belah seperti ini sama tercelannya dengan korupsi Bansos,” demikian tegas ungkap Lorens, menyikapi rekaman kontroversial ini. (VoN).