Penulis: Yohanes A. Loni
Dalam tulisan ini penulis menguraikan keterlibatan politik dalam pandangan ajaran iman Katolik. Sehingga adanya turut keterlibatan aktif dalam kehidupan dan perkembangan bangsa.
Keterlibatan menjadi bukti sebagai warga bangsa Indonesia. Berdasarkan hukum cinta kasih dan berdasarkan solidaritas nasional, umat Katolik perlu bertindak dan terlibat secara penuh dalam mengemban tugas Kristus.
Sebagai seorang yang telah dibaptis setiap umat katolik dipanggil dan diutus menjalankan kerasulan tata dunia. “Menjadi garam dan terang dalam segala bidang hidup masyarakat.
Dengan demikian kerajaan Allah bisa mulai terwujud. Bersama seluruh masyarakat umat Katolik hendaknya berikhitar agar bumi Indonesia berkembang menjadi bumi yang lebih manusiawi untuk dihuni.
Politik merupakan tugas luhur untuk mengupayakan dan mewujudkan kesejahteraan bersama. Tugas dan tanggung jawab itu dijalankan dengan berpegang pada prinsip-prinsip hormat terhadap martabat manusia, kebebasan, keadilan, solidaritas, subsididaritas, fairness, demokrasi, kesejtaraan dan cita rasa dan tanggung jawab dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Akan tetapi, dalam banyak bidang prinsip-prinsip itu diabaikan bahkan ditinggalkan oleh banyak orang, termasuk oleh para politisi di negeri ini.
Politik hanya dipakai sebagai sarana untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan, atau menjadi ajang pertarungan kekuatan dan perjuangan untuk memenangkan kepentingan pribadi. Kepentingan pribadi menjadi tujuan utama.
Rakyat seringkali digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dan mempertahankan kepentingan dan kekuasaan tersebut. Terkesan tidak ada upaya serius untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Bahkan kepentingan bangsa yang diutamakan, melainkan kepentingan pribadi dengan mengabaikan cita-cita dan kehendak bersama. Dalam konteks ini, agama menjadi rentan terhadap kekerasan.
Simbol-simbol agama pun dijadikan alat untuk mencapai kepentingan politik. Kecendrungan membangun sekat-sekat mejadi semakin nyata.
Dengan demikian, pertimbangan kebijakan politik tidak terarah pada warga negara sebagai subjek hukum.
Politik ternyata menyengserkan rakyat, membuat banyak orang tidak percaya lagi terhadap mereka yang memegang kendali pemeritahan dan mengkikis rasa saling percaya di antara warga terhadap sesamanya.
Politik kekuasaan semacam itu dengan sendirinya akan mengorbankan tujuan utama, yakni kesejahteraan bersama dan mengabaikan kebenaran dan keadilan.
Penegakan hukum juga terabaikan. Akibatnya, kasus-kasus KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) tidak ditangani secara serius, bahkan semakin merajalela di berbagai wilayah, lebih-lebih sejak pelaksanaan program otonomi daerah.
Otonomi daerah yang dimaksudkan sebagai desentralisasi kekuasaan, kekayaan, fasilitas dan pelayanan ternyata menjadi desentralisasi KKN.
Antara lain karena kurang tepat saat, laju dan cakupannya. Politik kekuasaan tidak bisa dipisahkan politik uang.
Politik uang yang sebetulnya merupakan bentuk kejahatan, dijadikan alat utama untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan.
Dengan politik uang itu rakyat ditipu, kepercayaan rakyat dikhianati, justru orang-orang yang mempunyai otoritas politik untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat.
Bahkan dengan demikian martabat manusia bangsa tidak dihormati dan kedaulatan rakyat dihampas untuk menjamin kepentingan pribadi atau kelompok? Bahkan dengan demikian kedaulatan rakyat diganti dengan kekuasaan uang? Uang yang menentukan segala-galanya dan membusukan politik.
Peraturan perundang-undangan dan dan aparat penegak hukum dengan mudah ditaklukan oleh mereka yang menguasai uang.
Akibatnya, uapaya untuk menegakan tatanan hukum yang adil dan pemerintah yang bersih tak terwujud. Ketidakadilan semakin tidak dirasakan oleh kelompok-kelompok yang secara struktural sudah dalam posisi lemah, seperti perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, orang cacat dan kaum miskin.
Sebagai contoh, pelanggaran terhadap martabat perempuan dalam bentuk diskriminasi, kekerasan, pelecehan terus berlangsung di banyak tempat, dan terus disanksi tanpa hukum.
Selain itu, penipuan terhadap rakyat kecil banyak sekali dilakukan justru oleh orang-orang yang memahami hukum dan bertanggung jawab untuk menegakkannya (NP-KWI 2003 No.7).
Dengan demikian, suasana persaingan antarkelompok dan antarpribadi menjadi semakin tajam. Suasana itu menumbuhkan perasaan tidak adil, terutama ketika berhadapan dengan perpecahan masyarakat dalam mengelompokan kelas ekonomi.
Perasaan diperlakukan tidak adil itu menyuburkan sikap tertutup dan perasaan yang tidak aman bagi setiap orang atau kelompok lain akan dianggap sebagai ancaman yang akan mencelakan dirinya atau kelompoknya.
Perasaan terancam ini diperparah dengan sistem ekonomi yang tidak mampu nenciptakan lapangan kerja baru. Kinerja ekonomi selalu menuntut pembaharuan.
Pembaharuan terus menerus menuntut orang menyusuaikan diri dengan tuntutan baru yang tidak selalu mengungkapkan nilai-nilai keadilan.
Mereka yang tidak memenuhi tuntutan struktur ekonomi baru akan terlempar dari pekerjaan karena tidak mampu memenuhi standar baru tersebut.
Akan pengangguran semakin tinggi karena rendahnya investasi di sektor ekonomi rill yang mengakibatkan tidak terciptannya lapangan kerja.
Pengangguran tidak hanya mengakibatkan tak terpenuhi kebutuhan ekonomi, melainkan juga memukul harga diri (NP-KWI 3003 No. 9).
Tatanan ekonomi yang berjalan di Indonesia mendorong terjadinya kolusi kepentingan antra pemilik modal dan pejabat untuk dimanfaatkan oleh mereka yang hanya mencari keuntungan sesaat bersama dengan para politisi yang mempunyai kepentingan untuk mendapatkan uang dengan mudah.
Akibatnya antara lain pengurasan dan perusakan lingkungan hidup yang menyebabkan malapetaka.
Pengusuran yang tidak manusiawi dan menimbulkan banyak penderitaan juga tidak terlepas dari bertemunya kedua kepentingan tersebut (NP-KWI. 2003 No. 9)
Akar yang terdalam ialah bahwa iman tidak lagi menjadi sumber inspirasi bagi kehidupan nyata. Penghayatan iman lebih berkisar pada hal-hal nilai-nilai lahiriah, simbol-simbol dan upacara keagamaan.
Dengan demikian, kehidupan politik di Indonesia, kurang tersentuh oleh iman itu. Salah satu akibatnya ialah lemahnya pelaksanaan etika politik, yang hanya diucapkan di bibir, tetapi tidak dilaksanakan secara konkret.
Politik tidak lagi dilihat sebagai upaya mencari makna dan nilai atau jalan bagi pencapaian kesejahteraan bersama.
Maka diperlukan pertobatan, yaitu perubahan dan pembaharuan hati serta budi, seperti diserukan para Nabi dan Yesus sendiri.
Kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan ini menjadi daya pendorong politik kepentingan yang amat mempersempit ruang publik, yakni ruang kebebasan politik dan ruang peran serta warga negara sebagai subjek.
Ruang publik disamakan dengan ruang pasar. Hal yang dianggap paling penting adalah kekuatan uang dan hasil ekonomi.
Manusia hanya diperalat sehingga sehingga cendrung diterapkan diskriminasi dan kemajemukan pun diabaikan.
Dengan kata lain, manusia hanya dihargai dari manfaatnya, terutama sejauh menfaat ekonominya. Maka dengan mudah mereka yang lemah, yang miskin, yang kumah dianggap tidak berguna dan tidak mendapat tempat.
Tekanan pada nilai kegunaan ini tidak hanya bertentangan dengan martabat manusia, melainkan juga mengkikis solidaritas. Hal yang berbeda-entah berbeda agama, suku atau perbedaan yang lain- dianggap menjadi halangan bagi tujuan kelompok.
Penyelenggaraan negara dimiskinkan hanya menjadi manajemen kepentingan itu dengan akibat melemahnya kehendak politik Dalam penegakan hukum. (NP-KWI. 2003 No.12)
Nafsu untuk mengejar kepentingan sendiri/kelompok bahkan dengan mengabaikan kebenaran. Meluasnya praktek korupsi tidak lepas dari upaya memenangkan kepentingan diri dari kelomok.
Ini mendorong terjadinya pemusatan kekuasaan dan lemahnya daya tawar politik berhadapan dengan kepentingan-kepentingan pihak yang menguasai sumber daya keuangan, terutama sektor bisnis.
Akibatnya, bukan proses politik bagi kebaikan bersama dan mengelola cita-cita hidup bersama yang berkembang. Sebaliknya, kekutan finansial yang mendikte proses politik.
Lembaga pengawasan yang diharapka menjadi penegah dalam perbedaan kepentingan ini, justru merupakan bagian dari sistem yang juga korup ini.
Akibatnya politik pun tidak menjadi mandiri lagi. Politik ada di bawah kepentingan mereka yang menguasai dan mengendalikan operasi-operasi pasar.
Apalagi partai-partai politik membutuhkan dana besar untuk memenangkan Pemilihan Umum. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para politisi partai banyak yang berpaling kepada pengusaha untuk meraih dukungan keuangan.
Akibatnya, hukum pasar, sekali lagi menjadi penentunya. Etika politik seperti tidak berdaya, dicekik oleh nilai-nilai pasar, persaingan yang tidak terkendali dan janji keuntungan ekonomi.
Cara bertindak berdasarkan dalil tujuan menghasilkan segala cara. Ketika tujuan menghalalkan cara, terjadilah keracunan besar karena apa yang merupakan cara diperlakukan sebagai tujuan.
Dalam logika ini, ukuran adalah hasil intimidasi, kekerasan, politik uang, politik pengerahan massa, dan cara-cara imoral hanya dihalalkan karena memberi hasil yang diharapkan.
Kriminalisasi politik menghasilkan politisi kriminalitas. Akibatnya tidak sedikit pelaku kejahatan politik, provokator dan koruptor menikmati tiadanya sanksi hukum.
Lemahnya penegakan hukum menghaburkan pemahaman nilai baik dan buruk yang pada gilirannya menumpulkan kesadaran moral dan perasaan bersalah.
Kalau hal-hal itu tidak disadari, orang menjadi tidak peka dan menganggap semua itu wajar saja. Kerusakan hidup bersama juga disebabkan dan sekaligus menghasilkan penumpulan hati nurani.
Bertitik tolak pada keprihatinan-keprihatinan tersebut di atas maka kita perlu memertahankan sejumlah sarana formal politik, sejauh sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945.
Namun, pelaksanaan landasan formal dan retorika politis itu belum menjamin pelaksanaannya.
Mungkin oleh kebijaksanaan dan pola laku sejumlah pengusaha negara kita masih terkesan sebagai negara kekuasaan dan bukan negara kedelautan rakyat dan negara hukum. Suasana represif kadang-kadang sangat dirasakan.
Pada masa mendatang akan semakin meningkat tuntutan mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dan UUD 1945 dengan setia.
Setiap Undang-Undang harus mendukung penghayatan dan pencerminan pengamalan Pancasila. Masih diharapkan adanya strategi yang tepat, agar aneka perundangan sungguh berkaitan secara padu.
Kita memang para pelaku politik sebagai warga negara yang mengemban kedelautan rakyat. Pada warga negara yang bertanggung jawab perlu bersikap proaktif dalam meujudkan nilai-nilai luhur bangsa dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pembangunan Politik
Politik pada dasarnya berarti bertujuan mengabdi kepentingan umum. Kita mendambakan pembangunan politik melalui:
- Membentuk kehidupan bernegara yang menghormati hak-hak asasi manusia dengan semangat solider sejati;
- Mengembangkan kehidupan kenegaraan dengan sistem demokratis yang memungkinkan pelaksanaan Pancasila sebagai ideologi terbuka dan UUD 11945 secara konsekuen;
- Membangun sistem hukum nasional yang adil secara demokratis sebagai penjabaran cita-cita megara hukum;
- Pembinaan kehidupan kepartaian yang bebas dan adil ke arah partisipasi rakyat yang merata serta berpedoman “salus populi superema lex”;
- Mengembangkan sistem pertimbangan kekuasaan yang kreatif dan dinamis seraya menghadalkan integritas pribadi pejabat;
- Menyusun kehidupan bermasyarakat yang ditandai dengan kemajemukan yang bebas, dinamis, dan berwawasan kebangsaan;
- Membangun hidup bersama yang menciptakan rasa aman lahir batin dengan kemampuan bela negara yang serasi;
- Hidup bermasyarakatan yang berfokus pada proses memberdayakan setiap lapisan masyarakat dengan terus menerus memperluas kalangan yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Pengharapan akan masa depan yang lebih baik bangsa Indonesia juga betumpu pada warga negara yang masih mempunyai kehendak baik.
Meskipun semakin tanpak bahwa politik di negri ini dijalankan dengan mengabaikan etika politik, namun masih ada keinginan besar untuk berubah.
Selain itu politik yang tidak beradab serta tidak adil akan mengakibatkan jatuhnya korban. Korban akan membangkitkan simpati dan tanggapan balik protes yang akan mengusik setiap warga negara yang peduli akan pendritaan mereka.
Dengan mempertimbangkan kenyataan politik di Indonesia, prinsip-prinsip etika berikut mendesak untuk melakukan:
- Hormat terhadap martabat manusia; Prinsip ini menegaskan bahwa manusia mempunyai nilai dalam dirinya sendiri dan tidak pernah boleh diperalat. Bukan manusia diciptakan menurut citra Allah, diperbaruhi oleh Yesus kristus yang dengan karya penebusan-Nya mengakat manusia menjadi anak Allah? Martabat manusia Indonesia harus dihargai sepenuhnya dan tak boleh diperalat untuk tujuan apapun termasuk tujuan politik
- Kebebasan; Kebebasan adalah hak setiap orang dan kelompok: bebas dari segala bentuk ketidakadilan dan bebas untuk mengembangkan diri secra penuh. Setiap warga membutuhkan kebebasan dari ancaman dan tekanan, bebas dari kemiskinan yang membelenggunya, dan kekebasan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Kekuasaan negara perlu diingatkan akan salah satu tanggung jawab utamanya untuk melindungiwarga negara dari ancaman kekerasan.
- Keadilan; Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup memberikan kepada manusia setiap orang atau pihak lain apa yang menjadi haknya. Dewasa ini perjuangan untuk memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi semakin mendesak untuk melaksanakan fungsi sosial modal, bagi kesejahteraan bersama.
- Solidaritas; dalam tradisi Indonesiasi sikap solider terungkap dalam semngat gotong royong dan kekeluargaan yang menurut pepatah lama berbunyi ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Nilai solidaritas semakin mendesak untuk mewujudkan dalam konteks dunia modern. Untuk masyarakat dimana banyak orang mengalami perlakuan dan keadaan tidak adil. Solider berarti berdiri pada pihak korban ketidakadilan, termasuk ketidakadilan struktural. Selain itu perlu dikembangkan juga solidaritas antardaerah dan usaha untuk mencegah kesempitan egosime kelompok.
- Fairnes; Prinsip fairnes atau sikap fair tidak mudah diungkapkan dalam bahasa Indonesia. Prinsip fairnes menjamin tercitanya aturan yang adil dan sikap taat padanya; dihormati pribadi dan nama baik lawan politiknya; dijaganya pembedaan wilayah rivat dari wilayah publik, disadari dan dilaksanakan kewajiban sebagai pemenang suatu konteks politik untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
- Demokrasi; Dalam sisitem demokrasi kedalaulatan rakyat berada di tangan rakyat. Demikrasi sebagai sistem, tidak hanya menyangkut kehidupan kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial dan kultural. Dalam arti itu, demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian hidup bersama yang paling mencerminkan kehendak umum dengan tekanan pada peran serta, perwakilan dan tanggung jawab.
- Tanggung jawab; Bertanggung Jawab berarti mempunyai komitmen penuh pengabdian dalam pelaksanaan tugas. Tanggung jawab atas disertai dengan tanggung jawab politisi. Tanggung jawab berarti kinerja yang sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan negara dan mempertanggung jawabkan tugas itu kepada rakyat. Tanggung jawab hanya bisa dituntut bila kebijakan umum pemerintah terumus jelas dalam hal prioritas, program, metode, dan pendasaran filosofinya. Atas dasar kebijakan umum dan wakil rakyat, masyarakat bisa membuat evaluasi pelaksanaan kinerja pemerintah dan menuntut pertanggungjawaban. Bagi warga negara, tanggung jawab berarti berperan serta dalam mewujudkan tujuan negara Indonesia.
Yohanes A. Loni adalah Mahasiswa Awam STFK Ledalero, Semester VIII