Oleh: Yohanes Mau
Skandal adalah tindakan atau perbuatan memalukan yang menghebokan dunia karena dilakukan Klerus tertentu secara sepihak untuk menggapai hasrat diri tanpa memperhitungkan aspek Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Hakikat Gereja adalah umat Allah yang mengimani Kristus dan mereka yang sedang berziarah menuju keselamatan.
Klerus adalah anggota Gereja itu sendiri yang terpanggil untuk menjadi penggembala yang menuntun kawanan domba menuju padang rumput hijau dan membimbingnya ke air yang tenang.
Alasannya karena keselamatan dan bahagia tanpa batas itu menjadi titik sentral tujuan ziarah dari Gereja di dunia ini.
Dalam mengemban tugas mulia sebagai Klerus masih ada skandal demi kenikmatan daging. Hal ini terjadi karena manusia tercipta dari debu tanah dan manusia adalah manusia lemah.
Kita kuat karena Roh Kudus menjiwai ziarah pengabdian dalam tugas pelayanan.
Sebagaimana Rasul Paulus ungkapkan, “Roh memang kuat tapi daging lemah,” Ini menegaskan kepada kita bahwa hidup adalah ziarah pulang di jalan panjang bersama Gereja untuk mencapai keselamatan.
Kita berjalan bersama kaum Klerus agar mereka menuntun kita dan kita pun setia mendoakan mereka agar tidak jatuh di jalanan karena tawaran nikmat daging lemah.
Oleh karena tawaran duniawi yang indah terkadang membiarkan daging lemah dan jatuh di jalanan panjang hingga lupa bangun.
Pengalaman semacam ini adalah ketakberdayaan dan kalah hadapi badai zaman yang lazim disebut skandal. Kalau skandal terjadi maka butuh pemulihan dan pertobatan.
Gereja mempunyai aturan dan hukum kanonik untuk menyelesaikan persoalan seperti ini secara etis, adil dan humanis.
Tetapi kalau secara pribadi kaum Klerus bersangkutan telah melakukan skandal demi kenikmatan daging atas nama cinta dan hasrat maka jalan terbaik adalah menepuk dada mengakui kesalahan, menyesal akan ketakberdayaan serta dengan rendah hati memohon pimpinan tertinggi Gereja, pihak keluarga untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya itu kepada Gereja berdasarkan hukum kanonik.
Karena sejatinya cinta itu harus bertanggung jawab. Hakekatnya cinta bukanlah pembiaran. Cinta itu keluar dari kemapanan diri dan menggapai yang tak terjangkau dan balutinya dengan aliran hangat di sepanjang ziarah hidup menuju bahagia.
Gereja tidak mengajarkan cinta kepada anggotanya untuk menelantarkan hidup dan membiarkan korban skandal menangis meratapi kemalangan di pinggir jalan, tapi Gereja selalu berada di garda terdepan menyuarakan cinta agar semua makluk hidup menemukan jalan menuju keselamatan.
Klerus adalah manusia lemah dengan segala keterbatasannya terpanggil untuk menjadi murid kesayangan Tuhan dan memberi totalitas diri demi pelayanan Gereja.
Tugas Gereja adalah mendoakan agar mereka setia berkanjang dan melayani dengan cinta sebagaimana Yesus Sang Guru telah melakonkannya.
Kaum Klerus yang jatuh dan masuk dalam pencobaan itu artinya kurang doa dan kurang kontrol dari Gerejanya sendiri.
Gereja membiarkan gembalanya berjalan sendirian dan hanyut dalam keletihan.
Akhir-akhir ini ada kemarahan dari pihak Gereja terhadap salah satu anggota Klerus karena melakukan cinta terlarang yang merisaukan hati.
Ada rasa marah dan itu wajar sebagai ekspresi tidak puas atas kebijakan pimpinan Gereja.
Marah juga ungkapan rasa tidak matang dalam menghadapi suatu persoalan. Gereja atau umat Allah mendambakan Klerus yang suci dan anutan di tengah Gereja universal. Itulah rindu dan harapan terdalam dari hati umat.
Namun hal yang mesti kita sadari bahwa kita semua berasal dari dunia oleh dunia dan untuk dunia. Toh kalau ada persoalan skandal itu adalah kelalaian dan kealpaan kita bersama.
Atas segala salah dan skandal kaum Klerus kita saling maklumi dan memberikan ruang kepada pelaku skandal untuk berefleksi dan mengambil keputusan secara bijak, demi mempertanggungjawabkan cinta terlarang yang telah terlanjur mengalir dan basahi kesucian janji-janji selibat berdasarkan hukum kanonik Gereja.
Selanjutnya lebih mulia kalau kebijakan yang diambil oleh pelaku tidak menimbulkan luka yang dalam bagi korban dan keluarga.
Mari bergandeng tangan bersama dan terus saling mendoakan satu sama lain agar hadir kita tetap setia mengalirkan berkat bagi Gereja masa kini dan masa mendatang.
Lebih dari itu hadir Gereja menjadi sejuk berkat yang merangkul segala makluk dari pelbagai latar belakang budaya, agama dan tradisi.
Kaum Klerus adalah manusia biasa dipanggil dan dipilih menjadi alat di tanganNya. Unsur humanis selalu ada dan rasa tertarik akan lawan jenis pun selalu menghantui pada hari-hari hidup di tengah tugas pelayanan.
Namun semua itu hanya bisa dikendalikan kalau figur kaum klerus menjalin relasi yang harmonis dengan Tuhan Sang Pemanggil. Karena hanya di dalam Dia segala yang tak mungkin akan menjadi mungkin.
Penulis warga Belu Utara-NTT-Indonesia. Kini sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika