Oleh: Yohanes Mau
Terasa sejuk hembusan udara di Kampung Ndora-Nagekeo-Flores-NTT-Indonesia. Sandiwara realitas hari ini tidak mengalir seperti kemarin.
Masih ada sisa-sisa nuansa kemarin tentang canda dan tawa ria bersama diantara kita. Namun hari ini bersama hangat mentari engkau pergi jauh untuk selamanya.
Pergi dengan cara yang tak lazimnya. Pergi tinggalkan anak-anak negeri hingga keabadian. Napasmu selesai di ujung runcing sebuah pisau.
Pisau itu mengalirkan hasrat binatang dari binatang yang berakal budi yang berakal binatang. Ratap dan tangis Air mata anak negeri meleleh basahi pipi tak tertahankan.
Mengenang akan kisah yang telah terpoles di setiap lembaran sejarah hidup anak negeri. Terlalu sedih. Mau bilang apa lagi.
Itulah kisah piluh yang menghujani awal kemarau di Ndora-Nagekeo-Flores-NTT-Indonesia.
Kata-kata sejukmu masih dambaan hati anak negeri namun kini segalanya tinggal cerita. Engkau tenggelam bersama senja sebelum saat itu tiba.
Cerita ini akan abadi bersama musim dan waktu yang pergi melebur dalam menenun tahun dan abad. Ibu Delviana Azi cara pergi meninggalkan anak-anak didikmu adalah pedih yang menyayat hati insan berhati.
BACA JUGA:
- Kasus Pembunuhan Kepala SDI Ndora Bukan Kriminal Biasa, Diduga Dipicu Masalah Struktural
- Kepsek Tewas Ditikam Orangtua Murid, GMNI Nagekeo Beri 5 Poin Tuntutan terhadap Pemerintah
- Kepala SDI Ndora Nagekeo Tewas Ditikam Orangtua Murid
Aku tahu rindu hati terdalammu. Pasti energi cinta untuk hidup seribu tahun lagi itu masih ada.
Energi cinta untuk menjadi suluh jalan menuju bahagia masa depan anak masih ada. Namun sayangnya guru napasmu selesai di ujung runcing pisau.
Membaca kisah tragismu lewat berbagai media terkini menghentak laraku. Aku termenung di sunyi hidupku. Aku bertanya, “Mengapa mesti terjadi demikian?”
Ternyata mata dan hati manusia tertutup oleh luapan rasa emosi. Tiada lagi ruang untuk hati meliarkan dan sebarkan aroma kebajikan kepada sesama sebagai representasi dari akun yang lain.
Lantas ini salah siapa? Sebenarnya untuk menjawab pertanyaan ini tak perlu mengklaim siapa salah dan siapa yang benar. Jawaban itu hanyalah pemuas dahaga rasa ingin tahu akan dari sebuah persoalan.
Sebuah aturan ada dan diadakan oleh manusia dari manusia dan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Ada aturan di dalam keluarga, sekolah, perusahaan, masyarakat dan aturan pribadi.
Muara dari aturan itu adalah menuju bahagia besok yang lebih baik dari masa-masa silam. Aturan ada agar terjadi keseimbangan dalam melakonkan hidup.
Aturan menata hidup menjadi indah kalau dihargai dan dihormati bahwa di balik aturan itu makna indah terselubung.
Menaati dan menjalani sebuah aturan di lembaga sekolah itu tidak lain anda membiarkan gelap hidup pergi. Menaati aturan sekolah adalah membuka relung hati yang gelap kepada dunia.
Menaati aturan sekolah adalah cara terbaik menggenggam dunia dalam hangat cinta yang membias tanpa kalkulasi.
Tapi persoalan dan musu terbesar yang sulit dikalahkan oleh manusia di bumi ini adalah emosi. Manusia tak mampu mengelolah emosi secara baik.
Manusia membiarkan hati digerogoti oleh virus emosi hingga tenggelamkan kebajikan yang terpancar dari lubuk hati terdalam.
Kisah piluh meninggalnya Ibu Delviana Azi Kepala Sekolah SDK Ndora-Nagekeo-Flores-NTT-Indonesia ini adalah korban ketidakmatangan emosi dari orangtua wali.
Pristiwa nahas ini menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk mengenal hati secara baik dan benar. Mengenal hati artinya mampu menjaga dan merawat hati dari aneka tawaran virus zaman.
Virus yang paling ganas dan sulit dibentengi itu adalah emosi negatif. Manusia membiarkan rasa marah kambuh dalam hati hingga merampas ruang hati dari saluran cinta dan kebaikan.
Sehingga segala persoalan hidup selalu saja dihadapi dengan marah dan marah. Kepala tak pernah dingin karena ruang hati telah dirampas oleh virus emosi negatif.
Berikut beberapa tips sederhana penulis untuk menjaga dan melestarikan hati dari serangan virus emosi; Pertama, masuklah dalam sunyi yang paling sunyi dan dengarkan bisikan suara hati. Mengapa masuk dalam sunyi?
Karena hanya dalam sunyi manusia bisa dengar apa kata hati untuk melakonkan hidup ini secara seni. Hidup di dunia ini bukan untuk diri sendiri tapi hidup bersama orang lain.
Hadir seorang anak manusia mesti menjadi sejuk bagi segala makluk. Artinya segala sesuatu dijalani berdasarkan suara hati.
Segala sesuatu dihadapi dengan hati yang teduh. Untuk itu luangkan waktu dan masuk dalam sunyi adalah hal inti yang harus dan wajib diberi ruang oleh setiap manusia.
Ruang hati dikosongkan dan segala yang baik mengalir dari sunyi. Hanya di dalam sunyi segala yang terbaik lahir dan mengalirkan sejuk cinta bagi orang lain.
Jangan takut masuk dalam sunyi dan beri ruang untuk dengar bisikan suara hati. Saya yakin suara hati tak kan pernah membiarkan siapa pun tersesat dan menyesal.
Kedua, luangkan waktu untuk berdoa dan baca Kitab Suci. Berdoa adalah curhat dengan Tuhan akan segala kebutuhan dan realitas hidup. Bercurhat dengan Tuhan akan segala kesulitan dan tantangan hidup.
Artinya Tuhan selalu dilibatkan dalam situasi apa pun. Segala hal yang tidak mungkin akan terjadi kapan saja kalau manusia lupa melibatkan Tuhan dalam setiap hembusan ziarah hidup.
Lupa hadirkan Tuhan juga tidak lain memberi dan membuka pintu hati agar virus kelemahan manusia menggerogoti hati. Maka luangkan waktu untuk Tuhan dalam hidup agar hidup tidak hampa dan tawar.
St. Hieronimus Word Of The Father berujar, “Ignorance scriptures is ignorance of Christ.” Di sini betapa dasyatnya kalau manusia punya waktu untuk membaca Kitab Suci.
Segala yang baik dan suci soal sandiwara hidup dan kehidupan manusia ada di dalam Kitab Suci. Kitab suci adalah kumpulan aneka aturan, hokum dan kisah Suci dari Tuhan kepada manusia.
Kalau manusia secara baik memberi ruang , waktu dan hati untuk baca ini maka saya yakin hidup di dunia ini aman. Bahkan tak perlu ada security, polisi dan tentara serta pihak keamanan lainnya.
Tuhan telah menetapkan semuanya di dalam Kitab suci. Hanya kapan ada waktu untuk baca dan merenung.
Ketiga, Komunikasi secara face to face, kalau ada persoalan dalam hidup seharusnya dikisahkan secara face to face dengan pendekatan humanis.
Artinya sama-sama duduk dan berdiskusi mencari jalan keluar untuk mendapatkan solusi terbaik demi kebersamaan dan masa depan yang yang lebih baik.
Pada tataran ini dibutuhkan kerelaan hati dan waktu untuk bercerita apa inti persoalan hidup dan cara untuk menemukan jalan keluar. Jika hal ini terjadi saya yakin segalanya pasti baik-baik saja.
Demikian tawaran beberapa tips sederhana dari saya. Turut berduka cita yang dalam atas kepergian Ibu Delviana Azi ke alam baka dengan cara yang tak lazim.
Kisah piluh ini menjadi pelajaran berharga untuk pendidik, peserta didik, orangtua dan masyarakat pada umumnya.
Dari kisah ini membuka mata dan hati untuk merasa dan melihat segala yang ada secara hari ini dengan kaca mata iman.
Memang benar indra tak mencukupi namun iman menolong budi. Rest in peace Ibu guru Delviana Azi pahlawan tanpa tanda jasa.
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 12/06/2021.
Yohanes Mau, warga Belu Utara-NTT-Indonesia, petualang hati, tinggal di Zimbabwe.